Dilanjutkan dengan menggunakan baju (kwaca) dengan syarat bersih, rapi dan sopan. Baju pada saat busana adat terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan. Pada saat kepura harus menunjukan rasa syukur kita, rasa syukur tersebut diwujudkan dengan memperindah diri. Jadi pada bagian baju sebenarnya tida ada patokan yang pasti. Kemudian dilanjutkan menggunakan udeng (destar). Udeng secara umum dibagi tiga yakni: pertama, udeng jejateran (udeng untuk persembahyangan) menggunakan simpul hidup di depan, disela-sela mata, sebagai lambang cundamani atau mata ketiga. Juga sebagai lambang pemusatan pikiran, dengan ujung menghadap keatas sebagai symbol penghormatan pada Sang Hyang Aji Akasa.
Udeng jejateran memiliki dua bebidakan yakni sebelah kanan lebih tinggi, dan sebelah kiri lebih rendah yang berarti kita harus mengutamakan dharma. Bebidakan yang kiri symbol Dewa Brahma, yang kanan symbol Dewa siwa dan simpul hidup lemabnagkan Dewa wisnu, udeng jejataran bagian atas kepala atau rambut masih tidak tertutupi yang berarti masih brahmacara dan amsih meminta. Kedua, Udeng dara kepak (dipakai oleh raja), masih ada bebidakan tetapi ada tambahan penutup kepala yang berarti symbol pemimpin yang selalu melindungi masyarakatnya dan pemusatan kecerdasan. Dan ketiga, Udeng beblatukan (dipakai oleh pemangku) tidak ada bebidakan, hanya ada penutup kepala dan simpulnya di belakang dengan diikat kebawah sebagai symbol lebih mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.
Untuk busana adat ke Pura untuk Putri, sama seperti busana adat putra, pertama diawali dengan memakai kamen tetapi lipatan kamen melingkar dari kanan ke kiri sesuai dengan konsep sakti. Putri sebagai sakti bertugas menjaga agar si laki-laki tidak melenceng dari ajaran Dharma. Tinggi kamen putri kira-kira setelapak tangan karena pekerjaan putri sebagai sakti sehingga langkahnya lebih pendek.
Baca Juga: Dibalik Pakaian Adat Suku Baduy yang Dipilih Presiden Jokowi saat Bacakan Pidato Kenegaraan
Setelah menggunakan kamen untuk Putri memakai bulang yang berfungsi untuk menjaga rahim, untuk mengendalikan emosi. Pada putri menggunakan selendang/senteng diikat menggunakan simpul hidup dikiri yang berarti sebagai sakti dan mebraya. Putri memakai selendang diluar, tidak tertutupi oleh baju, agar selalu siap membenahi putra kalau melenceng dari ajaran Dharma, dilanjutkan dengan menggunakan baju(kebaya). Serta pepusungan ada tiga yaitu pertama, Pusung gonjer yaitu di buat dengan cara rambut dilipat sebagaian dan sebagian lagi digerai,pusung gonjer di gunakan untuk putri yang masih lajang/ belum menikah sebagai lambang putri tersebut masih bebas memilih dan dipilih pasangannya. Pusung gonjer juga sebagai symbol keindahan sebagai mahkota serta sebagai stana Tri Murti.
Kemudian, kedua, Pusung Tagel adalah untuk putrid yang sudah menikah. Dan ketiga, Pusung podgala/pusung kekupu yaitu cempaka putih, cemapak kuning, sandat sebagai lambang Tri Murti.