Sering Lihat Orang Bali Gunakan Busana Adat? Berikut Makna Baju Adat Bali yang Perlu Kamu Tahu

17 April 2022 16:50 WIB
Ilustrasi Busana Adat Bali Ke Pura
Ilustrasi Busana Adat Bali Ke Pura ( IG Sigitparamartha)

Bali, Sonora.ID - Pakaian adalah suatu tren tertentu sesuai dengan fenomena yang dihadapi, namun kita sering lupa apa makna pakaian tersebut bagi dirinya. Sebagai manusia yang berkebudayaan, pakain merupakan wujud budaya suatu individu dan bangsa. Pakaian memberikan nilai dan warna dari budaya. 

Sebagai manusia yang memiliki pikiran cerdas pakaian merupakan buah pikiran yang matang untuk dapat memperlihatkan prestis atau harga diri ditengah-tengah orang lain yang membenahi diri dalam mencari jati diri. 

Dikutip dari berbagai sumber, Filosofi pakaian adat bali pada dasarnya bersumber pada ajaran Sang Hyang Widhi yakni Tuhan yang di yakini memberikan keteduhan, kedamaian dan kegembiraan bagi umat Hindu yang mempercayainya. Pakaian adat Bali pada dasarnya adalah sama, yakni kepatuhan terhadap Sang Hyang Widhi. 

Dasar konsep dari busana adat bali adalah konsep Tapak dara (swastika) yang disebut Tri angga yang terdiri dari, Pertama, Dewa Angga yakni dari leher ke kepala. Kedua, Manusia Angga dari atas pusar sampai leher dan ketiga, Butha Angga dari pusar samapai Bawah.

Baca Juga: Makassar Persiapkan Hari Kebudayaan, Seluruh Warga Pakai Baju Adat

Adapun yang dimaksud dengan komposisi dan jenis pakaian adat Bali adalah Busana (Payas) Gede/ Agung, Busana Jangkep/ lengkap (Madia) dan Busana adat alit / sederhana. 

Makna Filosofis Pakaian adat yaitu, Busana adat ke Pura untuk Putra. Dalam menggunakan busana adat Bali diawali dengan menggunakan kain/kamen, dengan lipatan untuk putra kamen/ wastra melingkar dari kiri kekanan karena merupakan pemegang Dharma. Tinggi kamen putra kira-kira sejengkal dari telapak kaki karena putra sebagai penanggung jawab Dharma harus melangkah dengan panjang, tetapi harus tetap melihat tempat yang dipijak adalah Dharma. 

Pada putra menggunakan kancut (lelancingan) dengan ujung yang lancip dan sebaiknya menyentuh tanah (menyapuh jagat), ujungnya yang kebawah sebagai symbol penghormatan terhadap ibu pertiwi. Kancut juga merupakan symbol kejantanan. Untuk persembahyangan, tidak diperkenankan untuk menunjukkan kejantanan yang berarti pengendalian, tetapi pada saat ngayah kejantanan itu boleh ditunjukkan. Untuk menutupi kejantanan itu maka ditutupi dengan saputan (kampuh). Tinggi saputan kira-kira satu jengkal dari ujung kamen, selain untuk menutupi kejantanan, saputan juga berfungsi sebagai penghadang musuh dari luar. Saputan melingkar berlawanan arah jarum jam (prasawya). 

Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan selendang kecil (umpal) yang bermakna kita sudah mengendalikan hal-hal yang buruk. Pada saat inilah tubuh manusia sudah terbagi dua yaitu Bhuta Angga dan Manusa Angga. Penggunaan umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai symbol pengendalian emosi dan menyama. Pada saat putra memakai baju, umpal harus terlihat sedikit agar kita pada sat kondisi apapun siap memegang teguh Dharma.

Baca Juga: Plt. Walikota Bandung: 'Kami Setiap Hari Kamis Memakai Seragam Adat Sunda'

Dilanjutkan dengan menggunakan baju (kwaca) dengan syarat bersih, rapi dan sopan. Baju pada saat busana adat terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan. Pada saat kepura harus menunjukan rasa syukur kita, rasa syukur tersebut diwujudkan dengan memperindah diri. Jadi pada bagian baju sebenarnya tida ada patokan yang pasti. Kemudian dilanjutkan menggunakan udeng (destar). Udeng secara umum dibagi tiga yakni: pertama, udeng jejateran (udeng untuk persembahyangan) menggunakan simpul hidup di depan, disela-sela mata, sebagai lambang cundamani atau mata ketiga. Juga sebagai lambang pemusatan pikiran, dengan ujung menghadap keatas sebagai symbol penghormatan pada Sang Hyang Aji Akasa.

Udeng jejateran memiliki dua bebidakan yakni sebelah kanan lebih tinggi, dan sebelah kiri lebih rendah yang berarti kita harus mengutamakan dharma. Bebidakan yang kiri symbol Dewa Brahma, yang kanan symbol Dewa siwa dan simpul hidup lemabnagkan Dewa wisnu, udeng jejataran bagian atas kepala atau rambut masih tidak tertutupi yang berarti masih brahmacara dan amsih meminta. Kedua, Udeng dara kepak (dipakai oleh raja), masih ada bebidakan tetapi ada tambahan penutup kepala yang berarti symbol pemimpin yang selalu melindungi masyarakatnya dan pemusatan kecerdasan. Dan ketiga, Udeng beblatukan (dipakai oleh pemangku) tidak ada bebidakan, hanya ada penutup kepala dan simpulnya di belakang dengan diikat kebawah sebagai symbol lebih mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi. 

Untuk busana adat ke Pura untuk Putri, sama seperti busana adat putra, pertama diawali dengan memakai kamen tetapi lipatan kamen melingkar dari kanan ke kiri sesuai dengan konsep sakti. Putri sebagai sakti bertugas menjaga agar si laki-laki tidak melenceng dari ajaran Dharma. Tinggi kamen putri kira-kira setelapak tangan karena pekerjaan putri sebagai sakti sehingga langkahnya lebih pendek. 

Baca Juga: Dibalik Pakaian Adat Suku Baduy yang Dipilih Presiden Jokowi saat Bacakan Pidato Kenegaraan

Setelah menggunakan kamen untuk Putri memakai bulang yang berfungsi untuk menjaga rahim, untuk mengendalikan emosi. Pada putri menggunakan selendang/senteng diikat menggunakan simpul hidup dikiri yang berarti sebagai sakti dan mebraya. Putri memakai selendang diluar, tidak tertutupi oleh baju, agar selalu siap membenahi putra kalau melenceng dari ajaran Dharma, dilanjutkan dengan menggunakan baju(kebaya). Serta pepusungan ada tiga yaitu pertama, Pusung gonjer yaitu di buat dengan cara rambut dilipat sebagaian dan sebagian lagi digerai,pusung gonjer di gunakan untuk putri yang masih lajang/ belum menikah sebagai lambang putri tersebut masih bebas memilih dan dipilih pasangannya. Pusung gonjer juga sebagai symbol keindahan sebagai mahkota serta sebagai stana Tri Murti. 

Kemudian, kedua, Pusung Tagel adalah untuk putrid yang sudah menikah. Dan ketiga, Pusung podgala/pusung kekupu yaitu cempaka putih, cemapak kuning, sandat sebagai lambang Tri Murti. 

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm