Semarang, Sonora.ID - Dibandingkan dengan provinsi lain, Jawa Tengah dikenal lebih tenang dan disukai. Panasnya lingkungan politik negara tidak banyak berpengaruh terhadap suasana sosial masyarakat Jawa Tengah, termasuk kota Semarang yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah.
Memiliki nilai toleransi yang tinggi, Semarang memiliki banyak budaya yang menonjolkan aspek pemersatu kebhinekaan.
Meski mayoritas Muslim masih mendominasi, Islam di Semarang disajikan secara santun dan moderat.
Salah satunya adalah Desa Pekojan, sebagai contoh dan perwakilan budaya dan persatuan Islam di kota Semarang, Jawa Tengah.
Namanya Pekojan berasal dari kata Koja, sebuah kota di perbatasan India dan Pakistan, maka desa yang terletak di tengah kota Semarang ini disebut Kampung Pekojan. Bab
Dr. Hj. Ismiyatun, peneliti dan pemerhati budaya internasional yang berbasis di Semarang, memuji keragaman budaya dan nilai toleransi yang tinggi di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah itu, khususnya pada budaya Koja di Semarang.
Konon, nama Pekojan diberikan oleh ulama yang juga penyebar agama Islam asal dua daerah tersebut saat mereka singgah dan berdagang di kota Semarang.
Menurut Annas Salim, salah satu sesepuh Kampung Pekojan, awal cerita kampung dan Masjid Pekojan di Semarang bermula semenjak 150 tahun silam, dimana banyak saudagar Pakistan dan India yang memilih menetap di Kota Lumpia ini.
“Koja sendiri memiliki arti kampung yang didiami oleh suku-suku sempalan dari India dan Pakistan. Suku-suku terdahulu memang memilih hijrah dan syiar Islam di sejumlah tempat. Semarang salah satunya, ” ujar Annas.
Baca Juga: Bubur India, Bubur Legendaris Khas Masjid Pekojan Semarang
“Di daerah yang kini bernama Pekojan inilah simbah-simbah buyut kami berdagang. Dari lima orang jadi 10 orang sampai anak cucu sekarang ini,” kata dia.
Kawasan Pekojan sendiri terdiri dari beberapa perkampungan yaitu, Pekojan Tengah, Petolongan, Bustaman dan kampung Begog. Kawasan Pekojan dikenal sebagai sentra tas, material, perlengkapan garmen, kertas dan lain-lain.
Di dalam Masjid Jami’ Pekojan ada sekolahan dan beberapa makam. Budaya khas pada masjid ini adalah tradisi buka bersama di bulan Ramadhan.
Selama lebih dari 1 abad pengurus masjid yang dikomandoi oleh H. Annas ini selalu menghidangkan bubur yang mempunyai resep turun menurun berasal dari India. Pembagian bubur India memang dinantikan banyak orang jelang buka puasa.
Menariknya, saban harinya, pengurus masjid selalu menghabiskan 20 kilogram tepung beras untuk membuat 200 hingga 300 porsi bubur kepada para jamaah.
Bubur India, diolah oleh generasi keempat suku Koja. Terbuat dari campuran rempah-rempah pilihan, mulai potongan jahe, salam, daun pandan, irisan bawang bombay dan campuran kayu manis plus cengkeh yang bikin sedap aroma dan rasanya.
Baca Juga: Selain Wisata Sejarah, Ini 5 Tempat Wisata Millenials di Semarang