Tak hanya karena sisa permen karet, situs Candi Borobudur yang menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia itu harus menanggung akibat dari pengunjung yang tak punya etika.
Pengunjung kerap memegang, menduduki, dan menyandar pada stupa yang ada di lantai atas meski kini sudah ada larangan untuk menaikinya.
Laku yang dikenal dengan istilah vandalisme ini seperti sudah menjadi budaya turun-temurun sebab praktik ini telah berlangsung sejak era 80-an dan tak pernah luntur hingga saat kini.
Akibatnya, pahatan-pahatan padma kini kian menghalus karena terus terkikis.
"Kerusakan yang cukup signifikan itu adalah yang ada di lantai sepuluh, lantai yang di atas. Di mana di situ stupa besar dengan hiasan padmanya yang dibagian bawah itu sering diduduki sehingga pahatan2 padmanya mulai halus. Berdasarkan pengamatan yang kita lakukan, di lantai itu kerusakannya sudah 30%," jelas Kepala Balai Konservasi Borobudur, Tri Hartono.
Baca Juga: Komentar Pramuwisata Soal Wacana Kenaikan Harga Tiket Candi Borobudur
3. Jumlah pengunjung yang fantastis
Meski banyaknya pengunjung sama dengan antusiasme masyarakat untuk mengetahui budaya, ini tetap saja memberi dampak buruk untuk Candi Borobudur.
Bagian yang rusak selain pahatan padma adalah batu-batu tangga yang aus, imbas dari datangnya turis dalam jumlah yang fantastis.