Rerata keluarga besar mereka adalah tenaga pendidik, atau guru. Kakek dan neneknya pada saat itu tinggal di daerah Kampung Jawa, Singkawang.
Windy menceritakan sosok kakeknya yang juga menyukai biola, dulunya Saliman memang merupakan seorang seniman. Hingga saat ini, biola tersebut masih disimpan oleh keluarganya.
“Ceritanya dia punya biola kesayangan, dia kan seniman jadi masih ada disimpan di rumah. Rumahnya kan di daerah Kampung Jawa, itu rumah kakek nenek saya,” terangnya.
Setelah tragedi tersebut, Windy bersama keluarganya yang pada saat itu masih kecil dikenalkan Makam Mandor tersebut adalah makam dari kakeknya.
“Kakek saya korban salah satunya, jadi dulu waktu kecil diajarkan sama Bapak dan Mama dikasih tahu kalau ini makam kakek tapi gak tau makam yang mana, karena makamnya masal, jadi kita diajarkan kesana ramai-ramai untuk ziarah, jadi kita berdoa di satu makam,” ungkapnya.
Setelah dua tahun kepergian kakek Saliman, istri Saliman (nenek Windy) meninggal dunia. Ia juga dikabarkan sakit usai mengetahui suaminya diculik oleh tentara Jepang karena pada saat itu 8 anaknya masih kecil.
“Dua tahun setelah (kakek Saliman) ditangkap, nenek saya meninggal. Dompet dan sisir dikembalikan sama yang nangkap, nenek saya gak berdaya karena anaknya juga masih kecil-kecil,” tukasnya.
Baca Juga: 80 Atlet Pontianak Berlaga di Popda Kalbar 2022, Wali Kota Edi Kamtono Targetkan Juara Umum