Sonora.ID - Saat Gus Dur lengser, kepemimpinannya masih tidak dapat dilupakan sebagian masyarakat Indonesia.
Salah satunya oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), Mohamad Syafi’i Alieha atau yang akrab disapa Savic Ali.
Gus Dur yang bernama asli Abdurrahman Wahid merupakan presiden keempat Indonesia dengan masa jabatan 20 Oktober 1999–23 Juli 2001. Caranya memimpin dikenal mengayomi dengan toleransi yang tinggi.
Savic Ali mengaku bahwa kiprah Gus Dur serta pemikirannya mampu memengaruhinya dalam bertindak.
Ini dibahas melalui perbincangannya bersama Wisnu Nugroho, dalam Siniar Beginu pada episode bertajuk "Kesakitan Pasca Gus Dur Lengser".
Baca Juga: Abu Janda Sebut Islam Arogan, Putri Gus Dur: Islam yang Saya Kenal…
Savic Ali juga dikenal sebagai aktivis dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang aktif dalam menyuarakan politik sejak ia duduk di bangku perkuliahan.
Ketertarikan pada Filsafat dan Masa Perkuliahan
Pada masa perkuliahan, Savic tergabung dalam pers mahasiswa. Hal ini membuatnya memperdalam ilmu sosiologi, sebelum akhirnya tertarik dengan ilmu filsafat.
Ungkap Savic kepada Wisnu Nugroho, memahami kuliah adalah masa kita belajar untuk menemukan realitas. Baik realitas dunia, realitas hidup, hingga realitas diri agar kita bisa menemukan makna kehidupan dengan lebih baik.
Savic juga mengakui bahwa baginya belajar hanya untuk mendapatkan suatu pengetahuan. Bukan berproyeksi pada pembuktian seperti harus menerima ijazah ataupun pengakuan lainnya yang saat ini ditenggarai berbagai standar.
Lelaki ini juga mengakui bahwa masa depannya ingin menjadi apa atau berfokus pada pekerjaan apa, tidak pernah ada dalam pikirannya.
Pada tahun 1996–1998, Savic aktif menjadi aktivis NU dengan tergabung dalam Kelompok Studi 164. Di masa itu, ia juga bekerja di tabloid warta NU.
Saat masa krisis moneter hingga reformasi, Savic sudah menunjukkan minatnya pada politik dengan menjadi salah satu mahasiswa yang aktif mengikuti kegiatan pembahasan isu-isu pemerintahan, misalnya dengan mengikuti konsolidasi mahasiswa yang pada masa itu rutin diadakan.
Baca Juga: Pancasila Dinilai Hal Biasa, Ketua MPR RI Minta Elit Politik Beri Contoh Hidup Ber-Pancasila
Perjalanan Perpolitikan Savic Ali Masa Muda
Pada saat itu, Savic berbicara seolah mewakili kampusnya, yaitu STF, Sekolah Tinggi Filsafat. Padahal ia dan beberapa temannya secara individu bergabung hanya karena ketertarikannya pada isu politik dan pemerintahan yang kala itu memanas.
Ia juga tergabung dalam kelompok yang dikenal dengan sebutan Forum Kota, atau yang bernama asli Komunitas Aksi Mahasiswa se-Jabotabek. Namun, lambat laun terdapat banyak perbedaan pendapat antar anggotanya. Sehingga beberapa di antaranya memutuskan untuk hengkang, termasuk dirinya.
Setelah Soeharto dan jajaran Orde Baru lengser, Savic dan beberapa temannya membentuk FAMRED (Forum Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi). Dalam perjalanan ini, beberapa tuntutan berhasil disetujui dan terwujud, tetapi banyak pula yang tidak tercapai.
Momen turunnya Soeharto dan runtuhnya Orde Baru memang melahirkan berbagai keretakan. Menurut Savic, ketika Soeharto lengser beberapa sektor sosial politik di Indonesia banyak yang terpecah.
Salah satunya dalam hal menyikapi naiknya wakil presiden menjadi presiden, yaitu B. J. Habibie. Banyak pihak yang tidak setuju meskipun hal ini diatur dalam undang-undang, termasuk salah satunya adalah Forkot.
Namun, banyak pihak juga menerima naiknya Habibie dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah alasan bahwa Habibie dapat menjadi representasi Islam. Terlebih, beberapa kelompok politik Islam juga memperkuat diri untuk mendukung kepemimpinan Habibie.
Akibatnya, terjadi beberapa peristiwa penting yang diingat oleh Savic, salah satunya adalah tragedi Semanggi yang memakan korban. Pemilu dalam hal ini merupakan titik kompromi yang diterima berbagai pihak pada tahun 1999.
Pada masa itu, demo masih terus berlanjut terhadap beberapa tuntutan. Setelahnya, Gus Dur naik menjadi presiden meskipun kepemimpinannya tidak berlangsung pada waktu yang sebagaimana seharusnya.
Baca Juga: Kierkegaard dan Dampak Era Informasi terhadap Jati Diri Generasi Muda
Lengsernya Gus Dur
Savic mengaku bahwa lengsernya Gus Dur berdampak cukup besar untuknya secara personal. Hal ini bahkan berdampak pada kesehatan fisik dan mentalnya. Terlebih ia tetap harus mengikuti berbagai kegiatan, baik tugasnya secara pribadi atau kelompok-kelompok yang membutuhkan dirinya.
Saat itu yang bisa ia lakukan hanya berobat dan kembali mengatur aktivitas. “Kamu nggak sakit, tapi kalo kamu terusin gaya hidupmu, kamu mati di jalan,” ujar seorang dokter yang secara tidak sengaja ia temui.
Melalui banyaknya pertanyaan sebagai upaya diagnosis, dokter tersebut juga mengatakan bahwa Savic memforsir tubuh dan pikiran melampaui kapasitasnya.
Dari hal tersebut, ia mulai memperbaiki pola hidupnya dan berhasil pulih. Awalnya ia mnegaku bahwa sangat sulit unttuk mengistirahatkan pikiran lebih cepat. namun, lambat laun ia bisa memperbaikinya.
Perbaikan hidup tersebut diakui perlahan membuatnya lebih ikhlas dalam hal politik. “Kejatuhan Gus Dur membuat saya bisa mengikhlaskan politik apa pun,” ujar Savic.
Hal ini merupakan perjalanan panjang karena sosok Gus Dur merupakan figur penting dalam NU dan figur yang sangat berpengaruh untuknya sebagai seorang penggerak. Dengarkan juga episode lengkap mengenai pandangan Savic atas Gus Dur dalam Siniar Beginu pada episode bertajuk "Kesakitan Pasca Gus Dur Lengser".