Sonora.ID - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengajak para nelayan berkoperasi agar bisa tangguh dan kuat dalam mengelola sektor kelautan di Indonesia.
"Jangan sendiri-sendiri. Masuk dan bentuk koperasi agar bisa masuk skala ekonomi," kata MenKopUKM, Teten Masduki, dalam acara Munas IV Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) 2022 bertema Aksi Kolaboratif Pemenuhan Hak Nelayan Tradisional Menuju Indonesia yang Mandiri, Adil, Makmur, dan Lestari, di Jakarta, Selasa (19/7).
Menteri Teten mencontohkan Koperasi Minosaroyo di Cilacap yang mampu mengelola penyediaan BBM hingga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) nelayan.
"Hal yang sama dilakukan nelayan di Jepang, mereka bahkan bisa menjadi pemain utama perikanan dunia. Salah satu strategi mereka adalah memperkuat peran koperasi sehingga bisa memastikan akses pembiayaan, pasar, dan inovasi kepada para nelayan," ujar MenKopUKM.
Menteri Teten menjabarkan aneka program Korporatisasi Petani berbasis koperasi yang sudah digulirkan. Misalnya, ada 1000 petani pisang berlahan sempit di Tenggamus (Lampung) yang bergabung dalam koperasi. Begitu juga dengan para petani sayur di Ciwidey (Kabupaten Bandung) yang tergabung dalam Koperasi Pondok Pesantren Al Ittifaq.
Dalam ekosistem tersebut, koperasi menjadi offtaker yang membeli secara tunai produk yang dihasilkan para petani. Koperasi juga yang memasarkan produk petani. "Konsep Korporatisasi Petani ini yang akan kita terapkan untuk para nelayan di Indonesia," kata Menteri Teten.
Baca Juga: KemenKopUKM Pastikan Ruang Promosi Infrastruktur Publik 30 Persen Terpenuhi
Lebih dari itu, kata Menteri Teten, koperasi bisa mengolah hasil nelayan agar memiliki nilai tambah.
"Kita akan terus perkuat ekosistem UMKM lewat koperasi, agar ada kepastian harga dan pasar," kata Menteri Teten.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir sepakat dengan MenKopUKM. Menurut dia, nelayan jangan jalan sendiri-sendiri, melainkan harus berkolaborasi.
"Perlu ada kepastian produk untuk dibeli. Dan koperasi bisa menjadi offtaker ," kata Erick.
Selain itu, kata Erick, dengan nelayan terdaftar dalam koperasi, maka akan memudahkan pemerintah dalam menyalurkan BBM bersubsidi.
"Pertamina akan menyalurkan BBM bersubsidi melalui koperasi, sehingga tepat sasaran," ungkap Erick.
Erick juga berharap ada pengembangan ekonomi sektor kelautan di daratan, yakni budi daya ikan.
"Harus segera dikembangkan. Karena, kalau mau dikorporatisasikan, harus ada standar produk, yaitu standar ikan," kata Erick.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini menyebutkan pihaknya sudah menggulirkan beberapa program pemberdayaan nelayan di Indonesia. Diantaranya, menjaga kesehatan laut dengan menerapkan penangkapan ikan di laut berbasis kuota.
"Penangkapan ikan terukur berbasis kuota diharapkan bisa lebih menyejahterakan nelayan," kata Zaini.
Selain itu, kata Zaini, KKP juga sudah mengembangkan kampung-kampung nelayan di seluruh Indonesia. Tahun ini ditargetkan pengembangan kampung nelayan sebanyak 120 kampung.
"Di dalamnya, mencakup pelatihan, modernisasi alat tangkap, hingga pemasaran produk yang dihasilkan," kata Zaini.
Zaini mencontohkan Kampung Nelayan di Kepulauan Belitung yang sudah melakukan diversifikasi usaha sehingga produknya memiliki nilai tambah.
Baca Juga: Menteri Teten Apresiasi Slankers Berkoperasi Dukung Penciptaan Sejuta Wirausaha
"Saya mendorong hal ini, termasuk kuota tangkap ikan, dibagikan melalui koperasi. Jika nelayan bergabung dalam koperasi, akan lebih memiliki daya saing," kata Zaini.
Peran KNTI
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menjelaskan, KNTI sejak didirikan 14 tahun silam terus terlibat aktif dalam upaya meningkatkan kapasitas nelayan Indonesia, baik laki-laki dan perempuan, hingga untuk menjaga laut tetap sehat.
Beberapa peran dan langkah KNTI, diantaranya di Serdang Bedagai, Pekalongan, dan Indramayu, yang secara konsisten menanam mangrove dan memulihkan ekosistem pesisir Indonesia.
Ada juga KNTI Tarakan dan Tanjungbalai yang secara aktif menjaga agar laut tidak dirusak dengan alat tangkap merusak, seperti trawl. Begitu juga KNTI Medan, Semarang, Lombok Timur, dan Aceh Selatan, yang tidak lelah membantu nelayan agar semakin mudah mendapatkan BBM bersubsidi.
Selanjutnya, perempuan-perempuan nelayan dari KPPI Surabaya, Medan, Gresik, dan lainnya. Mereka ini perempuan-perempuan hebat yang berorganisasi dan meningkatkan nilai tambah produk perikanan.
"Tak ketinggalan, ada koperasi KNTI dari Surabaya yang ikhtiarnya adalah memperluas skala ekonomi usaha nelayan," kata Riza.
Lebih dari itu, KNTI juga terlibat langsung dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan dan terlibat aktif mengawal kebijakan-kebijakan agar berpihak pada nelayan kecil dan tradisional.
Pasalnya, menurut Riza, nelayan kecil dan tradisional merupakan 96 persen dari total kekuatan nelayan Indonesia.
Baca Juga: Menkop Teten Masduki: Pemanfaatan Produk Dalam Negeri, Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Nasional
"Inilah yang memastikan tersedianya pasokan ikan, baik untuk konsumsi maupun industri di Tanah Air," kata Riza.
Bahkan, ikan inilah yang selanjutnya akan dikonsumsi ibu-ibu di tanah air ketika hamil sehingga janinnya kuat, anak-anak generasi ke depan lebih sehat dan intelegensianya lebih tinggi, hingga terhindar dari penyakit.
"Maka, memastikan nelayan kecil dan tradisional hidup sejahtera adalah bagian dari kepentingan besar bangsa kita. Juga, memastikan tidak ada masalah pangan, tidak ada masalah lapangan pekerjaan, tidak ada masalah kesejahteraan, dan tidak ada masalah lingkungan," ujar Riza.
Oleh karena itu, Riza juga menekankan pentingnya nelayan mendapatkan akses BBM yang mudah. Karena, 60 persen biaya melaut adalah komponen BBM.
"Kita juga memastikan agar akses nelayan terhadap perairan laut tetap terbuka. Tidak di kavling-kavling. Karena, tanpa laut tak ada nelayan. Tak ada ikan. Tak ada sumber protein hewani kita. Tak ada masa depan," ucap Riza.
KNTI juga memastikan agar lingkungan perairan bersih dan sehat. Jika tidak segera mengendalikan pembuangan sampah ke laut, maka 2050 jumlah sampah di laut 4 kali lebih banyak dibanding ikannya.
"Ini pasti ancaman. Apalagi, jika sampah plastik masuk ke dalam rantai makanan manusia," kata Riza.
Baca Juga: Menkop Teten sebut SNI Berperan Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM