Serta, dengan adanya "Pepaosan" yang merupakan puisi tradisi lisan masyarakat Lombok, juga dijelaskan kerap kali dirangkaikan dalam acara pernikahan, khitanan, serta tolak bala.
Jaya juga menambahkan, beliau menyadari bahwa budaya dan warisan intelektual, seperti "Kondobuleng" dan "Pepaosan" ini, bisa saja hilang apabila dibiarkan dan tidak mendapatkan apresiasi sehingga kesadaran Jaya ini juga mencerminkan bahwa sastra tidak hanya bisa dikonsumsi sebagai hiburan semata, melainkan juga bisa menginspirasi.
Cerita Fiktif yang dapat Menginspirasi Masyarakat Banyak
Jaya Suprana, juga mengakui bahwa dirinya dipengaruhi oleh kisah Mahabarata, Ramayana, dan cerita-cerita silat.
Menurutnya, cerita-cerita yang sifatnya fiktif ini juga mampu memberinya sebuah inspirasi.
Bahkan, diungkapkan juga bahwa dirinya sangat menyukai kesenian wayang. Di mana, beliau mengisahkan dirinya pernah membina sanggar kesenian wayang untuk bisa mengekspresikan jiwa seni dan kedekatannya terhadap budaya Jawa.
Sebuah inspirasi dan kedekatannya dengan kebudayaan lokal juga tercermin, saat dirinya ditanya tentang cikal bakal MURI.
Jaya merasa sakit hati karena sempat ditolak saat ia membawa batik ke mata dunia.
Dari penolakan ini, Jaya pun akhirnya mendirikan MURI untuk mengapresiasi budaya dan warisan intelektual lokal yang ada di Indonesia.
Baca Juga: Radio Sonora Pecahkan Rekor MURI, Talkshow Interaktif dengan Komunitas Terbanyak
Dapat Menjaga Kondisi Pikiran dan Mental
Kemampuan dalam mengapresiasi budaya dan warisan lokal ini, Jaya Suprana juga tuangkan dalam bukunya yang berjudul "Pedoman Menuju Tidak Bahagia".
Di mana, baginya kebahagiaan merupakan state of mind. Yang memiliki arti, dengan menjaga kondisi pikiran dan mental, sehingga manusia dapat mencapai kebahagiaan.
Di mana, kebahagiaan setiap individu itu juga berbeda, sehingga dari hal tersebut, maka sudah sewajarnya manusia harus terus belajar agar bisa mengapresiasi dan menghargai kebahagiaan dalam perbedaannya.
Proses belajar sendiri juga tidak hanya diperoleh dari sekolah ataupun pendidikan formal saja.
Menurutnya, semua orang yang kita temui juga dapat memberikan pembelajaran berharga dalam hidup kita.
Namun, agar bisa mendapatkan pembelajaran ini, kita harus belajar untuk ikhlas juga. Tidak boleh merasa pintar dan terus haus akan ilmu pengetahuan.
Tidak Mengedepankan Ego
Selain kunci apresiasi, ada juga hal yang penting yang harus kita miliki, yaitu tidak boleh iri dan mudah tersinggung. Kedua sifat ini merupakan penghambat dalam proses kemajuan.
Apabila kita terus mengedepankan kedua sikap ini, maka nantinya kita akan jadi sulit menghargai diri sendiri.
Di mana hal ini, direpresentasikan Jaya Suprana pada bukunya, filosofi kehidupannya juga, di mana dia tanamkan pula dalam MURI.
Bahkan, MURI ini sendiri juga terus memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia agar dapat terus berprestasi seluas-luasnya di bidang dan kemampuannya masing-masing.
Serta, hal inilah yang menjadi prinsip yang dipegangnya sebagai pendiri agar MURI juga mampu mewujudkan kebhinekaan Indonesia.
Baca Juga: Kelilingi Pantai di Bali Selama 16 Hari, Lukas Gallu Beko Pecahkan REKOR MURI!