Bandung, Sonora.ID - Banyak cara yang dilakukan perusahaan agar tetap bertahan di kala pandemi melanda, diantaranya dengan harus mengurangi karyawannya agar perusahaan tetap dapat bertahan.
"Kala itu, sebagian besar masyarakat Indonesia, cenderung memilih menjadi karyawan dibandingkan membuat atau membangun perusahaan sendiri pada masa pandemi Covid-19," ucap Dosen Kewirausahaan Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Wawan Dhewanto di Bandung, Jumat (16/9/2022).
"Agar perusahaan tetap bertahan dan karyawan bisa terselamatkan, para pemilik perusahaan harus membentuk ekosistem kewirausahaan yang memungkinkan adanya interkoneksi antar pemilik perusahaan," ungkap Wawan.
Menurutnya, ekosistem kewirausahaan memudahkan pengusaha untuk melakukan konsolidasi sumber daya strategis untuk mengatasi turbulensi bisnis.
"Dalam ekosistem kewirausahaan, para pengusaha saling mendukung sehingga tidak sendirian dalam mengatasi permasalahan bisnis," tambah Wawan.
Baca Juga: Tingkatkan Produksi Petani Garam di Klungkung, Kemensos Luncurkan Prokus dengan Sistem Tunnel
Ekosistem kewirausahaan, lanjut Wawan, juga membuka peluang inter koneksi dengan berbagi pengetahuan, budaya, menciptakan inovasi dan mengintegrasikan sumber daya.
Ia menambahkan, perusahaan yang terkoneksi dalam ekosistem kewirausahaan akan mampu mengakses sumber daya terbaiknya seperti mencari alternatif dukungan pembiayaan, mencari supplier terbaik maupun membangun aliansi business to business maupun business to customer.
"Agak disayangkan, Indonesia belum memiliki ekosistem kewirausahaan yang mapan. Keseluruhan permasalahan perusahaan yang kompleks berusaha diatasi masing-masing oleh pemilik perusahaan. Efeknya loss benefit, yakni hilangnya akselerasi pertumbuhan perusahaan," beber Wawan,
Diterangkan Wawan, ekosistem kewirausahaan perlu dihadirkan pada setiap obyek kewirausahaan untuk memastikan terbangunnya perekonomian yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.
Konteks pengembangan ekosistem kewirausahaan juga perlu didukung oleh Quadruple Helix yaitu industri, pemerintahan, akademia dan komunitas.
Pemangku kepentingan pada Quadruple Helix memiliki perannya dalam pilar-pilar ekosistem dalam menjalankan, mengembangkan, dan menjaga keberlangsungan ekosistem kewirausahaan.
"Industri berperan dalam membangun aliansi bisnis, co-creation, sebagai bentuk inovasi layanan dan produk. Industri juga berperan dalam menggerakkan mitra bisnis pada lini depan maupun belakang seperti supplier," papar Wawan.
Sementara, pemerintahan berperan dalam mengembangkan kebijakan dan program penciptaan jaringan yang memungkinkan integrasi antar pemangku kepentingan dan memperkuat kapasitas serta kapabilitasnya dalam bekerjasama secara aktif.
Akademia yang mendukung industri dalam penelitian dan pengembangan sebagai dasar penciptaan inovasi produk yang memiliki nilai komersialisasi. Komunitas berperan mendukung industri dalam menetapkan standar atas penyelarasan kebutuhan dan keinginan pasar.
Wawan yakin, pemulihan perekonomian bangsa mampu diupayakan melalui pengembangan ekosistem kewirausahaan. Permasalahan kemiskinan dan pengangguran yang menjadi salah satu isu ekonomi nasional dapat dikurangi dengan mengembangkan aktivitas kewirausahaan yang terintegrasi dalam ekosistem kewirausahaan.
Adapun pilar-pilar yang dibangun dalam ekosistem kewirausahaan mengerucut pada delapan aspek, diantaranya kebijakan (policy), pasar (market), modal insani (human capital), pembiayaan (finance), jaringan (network), budaya (culture), pendidikan dan pelatihan kewirausahaan (entrepreneurship education and training), inkubator dan akselerator bisnis (business accelerator and incubator).
Baca Juga: MenKopUKM: Wirausaha Bukan Sekadar Memperkaya Diri Tapi Sejahterakan Masyarakat