“Kemarin baru harga BBM naik, apalagi saat ini masih proses pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, ditambah dengan aturan baru itu, jelas besar kerugian yang dialami nelayan,” ungkapnya.
Akhirnya, tak sedikit nelayan penangkap kepiting yang memilih ganti haluan menjadi petani, agar ada pendapatan yang masuk.
Hal ini akhirnya berdampak pada pengepul, petambak dan eksportir yang tidak mendapatkan pasokan kepiting dari nelayan.
“Kalau nelayan tidak beraktivitas, otomatis pengepul tidak mendapatkan bibitnya dan imbasnya juga kepada petambak dan eksportir. Apa yang mau diekspor jika bibitnya saja tidak ada?” jelas Lukman lagi.
Padahal biasanya, volume ekspor kepiting bakau dengan aturan lama dapat mencapai minimal 10 ton perbulan, tapi sekarang hanya mencapai 1-2 ton perbulan atau sekitar 20 persen dari sebelumnya.