Sonora.ID - Krisis di Inggris kian hari makin memilukan. Kini krisis ekonomi pun sampai terasa pada anak-anak di sana.
Kisah ini dimuat di laman surat kabar Inggris, TheGuardian yang mendapat laporan dari badan amal Chef in Schools.
Chef in Schools merupakan badan amal makan sehat yang melatih koki untuk dapur sekolah. Badan tersebut melakukan survei terhadap sekolah-sekolah terkait meningkatnya permintaan agar anak-anak mendapatkan makanan gratis.
Dari survey itu terungkap bahwa ada banyak anak-anak sekolah di Inggris yang tak membawa bekal makan siang karena tak mampu membeli makan.
Baca Juga: Sri Lanka yang Dulu Kaya dan Serba Ada Kini Membeli Gas Untuk Masak Saja Tak Berdaya
Sebuah sekolah di Lewisham, London, memberi tahu Chef in Schools tentang seorang anak yang berpura-pura makan dari kotak makan yang kosong. Anak itu tak memenuhi syarat mendapatkan makanan gratis dan tak ingin teman-teman mereka tahu bahwa di rumah mereka tak ada makanan.
“Kami mendengar tentang anak-anak yang sangat lapar sehingga mereka makan karet di sekolah,” kata Naomi Duncan, kepala eksekutif Chefs in Schools.
Para kepala sekolah menyoroti sikap pemerintah yang seakan membiarkan dan tidak peduli terhadap sekolah-sekolah di Inggris, yang turut terdampak krisis.
“Anak-anak datang karena belum makan apa pun sejak makan siang sehari sebelumnya. Pemerintah harus melakukan sesuatu.” imbuhnya.
Diketahui anak-anak sekolah di Inggris berhak atas makanan gratis sejak diterima masuk hingga tahun kedua. Namun ini berlaku hanya untuk anak sekolah yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan kurang dari 7.400 pounds per tahun.
Pihak sekolah menilai syarat itu perlu diubah lantaran masih banyak anak yang membutuhkan namun tak memenuhi syarat.
Bahkan jumlahnya mencapai 800.000 anak yang sebenarnya membutuhkan fasilitas tersebut, menurut Kelompok Aksi Kemiskinan Anak.
"Ini benar-benar memilukan bagi koki kami. Mereka secara aktif keluar dan mencari anak-anak yang bersembunyi di taman bermain karena mereka pikir mereka tidak bisa mendapatkan makanan, dan memberi mereka makan," ucap Duncan.
Para Guru Beli Pemanggang Roti Agar Bisa Beri Sarapan untuk Siswa
Dalam survei tersebut juga terungkap bahwa para guru rela membeli pemanggang roti agar bisa membagikannya untuk anak-anak yang kelaparan.
Apalagi anak-anak tersebut harusnya berkonsentrasi untuk belajar di sekolah.
Di sisi lain, sebuah sekolah di Streatham, London selatan mengatakan kondisi krisis Inggris membuat dana cadangan sekolah yang sebelumnya diperuntukkan untuk 50 anak kini dipakai untuk membantu 100 anak.
“Pemerintah tahu bahwa ketika anak-anak muncul di pagi hari dalam keadaan lapar dan kedinginan, sekolah akan turun tangan dan membantu. Tetapi tidak benar bahwa itu diserahkan kepada kami tanpa dukungan tambahan,” protes Presiden dari National Association of Headteachers Union, Paul Gosling.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, dana sekolah bisa defisit.
Namun pihaknya mengatakan sebenarnya para kepala sekolah menyambut baik pengumuman pemerintah yang akan memberikan keringanan tagihan listrik dan gas di sekolah. Namun dikhawatirkan keringana hanya diberikan sementara saja.
Oxford Mutual Aid, sebuah kelompok masyarakat yang mengirimkan paket makanan darurat, harus memangkas jumlah sumbangannya karena banyaknya permintaan bantuan.
Koordinatornya, Muireann Meehan Speed, mengatakan: “Kami berjuang untuk memenuhi permintaan. Setiap hari saya mendengar tingkat kesusahan yang dialami orang-orang. Setiap hari saya berbicara dengan keluarga yang ketakutan yang tidak tahu harus kemana. Tapi kita tidak bisa melakukan lebih dari yang sudah kita lakukan.”
Kelompok ini mendengar setiap hari dari orang-orang lokal yang tidak pernah mampu membeli makanan sebelumnya.
“Mereka tidak bisa memilih untuk menghangatkan diri atau makan: mereka juga tidak mampu melakukannya,” katanya.
Penyebab Krisis Inggris
Dilansir Kompas.com, menurut Institure for Government, krisis biaya hidup di Inggris sudah terjadi sejak akhir 2021. Krisis ini terjadi karena inflasi yang tinggi dan makin diperburuk dengan kenaikan pajak dan meroketnya harga energi.
Kenaikan upah yang terjadi di Inggris dianggap belum mampu mengimbangi inflasi dan kenaikan pajak, yang cukup besar dibanding tahun 1990-an.
Adanya kenaikan gas dan akibat perang Rusia-Ukraina juga menjadi faktor krisis di Inggris.
Padahal Inggris sangat mengandalkan gas untuk menghasilkan listrik yang kemudian mampu menghangatkan rumah-rumah di sana.
Rakyat dibuat makin frustasi lantaran banyaknya pemberitaan yang hanya berfokus pada kematian Ratu Elizabeth II dan seakan mengesampingkan krisis yang belum tertangani dengan baik.
Apalagi diketahui prosesi pemakaman Ratu Elizabeth II memakan biaya yang sangat mahal.