Sonora.ID - Beberapa bulan terakhir, Indonesia digemparkan dengan suksesnya film adaptasi asal Korea Selatan yakni Miracle in Cell No. 7.
Film yang disutradarai Hanung Bramantyo ini berhasil menembus 5 juta penonton dalam kurun waktu 3 minggu. Film ini menggandeng aktor-aktris profesional seperti Vino. G. Bastian, Mawar de Jongh, Brian Domani, Indro, dan lainnya.
Bukan kali pertama dunia perfilman Indonesia menyajikan film dengan tokoh penyandang autisme. Berikut beberapa artis yang pernah berperan sebagai penyandang autisme.
1. Dwi Sasono
Dwi Sasono pernah berperan sebagai penyandang autisme pada film Malaikat Kecil tahun 2015.
Baca Juga: Panas! Selain Lesti Kejora, Ini 3 Artis yang Pernah Dicekik Suami Sah
Ia mengaku peran ini tidak mudah dan sangat tertantang saat memerankan penyandang autisme di film produksi Atlantis Pictures. Namun, ia juga mengaku merasa senang dapat memerankan penyandang autisme.
Untuk dapat memerankan dengan baik, ia melakukan riset selama dua bulan. Tidak hanya berinteraksi dengan orang tua yang memiliki anak autisme, ia bahkan meminta bantuan kerabatnya yang berprofesi sebagai psikolog.
Dalam film Malaikat Kecil yang disutradarai oleh Richyana, Dwi Sasono berperan sebagai seorang ayah bernama Budiman yang harus menghidupi keluarganya di tengah kerasnya ibukota.
Ia mencari nafkah dengan menjual ikan menggunakan sepeda tua. Hidupnya terasa semakin berat karena ia merupakan penyandang autisme.
2. Dimas Anggara
Dimas Anggara pernah berperan sebagai penyandang autisme di film Dancing in The Rain karya Sukhdev Singh dan Tisa TS.
Ia beranggapan bermain di film Dancing in The Rain bukanlah perkara mudah. Ia memerlukan waktu 3 bulan untuk riset agar dapat mendalami perannya sebagai penyandang autisme. Ia berinteraksi secara langsung dengan anak-anak penyandang autisme.
Dimas Anggara mengakui jika film ini memang menantang. Ia perlu membiasakan dirinya menjadi penyandang autisme. Ia juga mengatakan bahwa beberapa kali karakter tersebut terbawa dalam kehidupan sehari-hari.
Dancing in The Rain rilis pada tahun 18 Oktober 2018. Film yang disutradarai oleh Rudi Aryanto ini mengisahkan kehidupan seorang nenek dengan sebutan Eyang Uti dan cucunya yang bernama Banyu (Dimas Anggoro).
Eyang Uti berjuang merawat Banyu yang ternyata divonis mengidap spectrum autis, sehingga sulit berinteraksi dengan lingkungannya.
Baca Juga: Clossing Ceremony BSF 2022: Ada Kain Sasirangan Terjual Rp3 Juta
3. Lukman Sardi
Aktor selanjutnya ialah Lukman Sardi. Ia pernah bermain di film Rectoverso: Cinta yang Tak Terucap pada tahun 2013.
Ia mengatakan bahwa untuk mendapatkan karakter di film itu, ia sampai harus ke Bandung untuk bertemu kerabat yang menyandang autisme dan membaca beberapa buku.
Berkat perannya di film Rectoverso, Lukman Sardi mendapatkan penghargaan sebagai Aktor Terbaik di Indonesian Movie Award 2013.
Film Rectoverso: Cinta yang Tak Terucap merupakan film yang diangkat dari novel karya Dewi Lestari (Dee) dengan judul yang sama.
Untuk pertama kalinya, lima sutradara perempuan -Marcella Zalianty, Happy Salma, Rachel Maryam, Olga Lydia dan Cathy Sharon- akan menceritakan lima dari sebelas cerita pendek Rectoverso ke dalam media film layar lebar.
Melalui treatment dari sudut pandang perempuan terhadap kehidupan dan cinta, masing-masing cerita akan menjadi sebuah karya audio visual yang unik dan khas.
4. Vino. G. Bastian
Film Miracle in Cell No. 7 tidak mungkin sukses tanpa pendalaman peran yang dilakukan oleh Vino. G. Bastian.
Vino melakukan riset mendalam dan melibatkan peran psikolog yang pengetahuannya juga mumpuni di bidang perfilman.
Baca Juga: 7 Artis Korban KDRT, Cantik dan Kaya Ternyata Bukan Jaminan Bahagia?
Ia bahkan mendatangi panti asuhan di Jakarta Barat untuk memperdalam perannya. Setiap adegan ia harus melibatkan kesepakatan psikolog dan tim produksi agar terlihat realistis.
Dalam film ini, Vino berperan sebagai seorang ayah tunggal bernama Dodo Rojak dengan keterbatasan kecerdasan atau autisme. Konflik yang secara tiba-tiba membuat Dodo harus dipenjara.
Ia harus berpisah dengan anak perempuannya, hingga suatu hari si anak menyusup ke penjara untuk bertemu sang ayah.
Film yang rilis pada September 2022 ini hasil adaptasi film asal Korea Selatan yang diangkat dari kisah nyata.
Kisah ini dialami oleh seorang pria asal Korea Selatan bernama Jeong Won Seop, penyandang disabilitas intelektual. Selain Indonesia, film ini dibuat ulang oleh beberapa negara lainnya, seperti Filiphina, India, dan Turki.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.