“Waktu itu ada kesempatan eyang Amaliah Rubini untuk dievakuasi ke Jawa bersama putri-putrinya yang masih kecil tapi tidak mau dan masih berjuang. Ternyata eyang Amaliah Rubini ini ketua Palang Merah Indonesia di Kalimantan dan juga sebagai ketua Persatuan Istri Indonesia di Pontianak. Jadi melihat hal ini bahwa seorang pria membela mendukung perempuan, istrinya, untuk menjadi aktivis dan melakukan kegiatan sosial dan melawan penjajah, di mana penjajah melakukan kekerasan kepada anak,” lanjutnya.
Giwo mengungkapkan, cukup sulit untuk mendengarkan cerita dari keluarga dr Rubini yang masih trauma akan peristiwa yang dialami saat dulu.
Baca Juga: 20 Soal Cerdas Cermat Hari Pahlawan Lengkap dengan Jawabannya
“Keluarganya ini trauma, saya pernah mohon utk membuat surat untuk Kowani itu sangat sulit. Tapi syukur Allah memberikan anugerah kepada keluarga, ini lah harus kita terima dan kita jadikan role model, bukan hanya pada cucu cicitnya tapi juga masyarakat,” ungkap Giwo.
Terakhir, Giwo mengaku prihatin akan kondisi makam Mandor Juang yang seperti tidak terawat. Menurutnya ini harus diperhatikan mengingat Mandor Juang sudah menjadi cagar budaya.
“Sekarang ini dengan luas 31 hektare seperti tidak terpelihara, dengan adanya dr Rubini sebagai pahlawan nasional bukan hanya sebagai pahlawan nasional saja tapi juga untuk khususnya daerah mandor, daerahnya diutamakan lah, infrastrukturnya, fasilitasnya, kemarin kami ke sana sudah sore gitu gelap gulita tidak ada pencahayaan jadi bukan cagar budaya malah dijadikan tempat lain,” tukasnya.