Sonora.ID - Gelar pahlawan nasional diterima oleh Almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra pahlawan asal Kalimantan Barat.
Ia merupakan dokter yang berasal dari tanah Sunda dan menetap di Provinsi Kalbar selama 17 tahun.
Rubini menjalankan misi kemanusiaan dengan menjadi dokter keliling melayani pengobatan di daerah terpencil dan pedalaman.
Penyerahan penganugerahan tersebut dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan diterima oleh ahli waris dr. Rubini pada 7 November lalu.
Baca Juga: Gubernur Kalbar Ingin Generasi Muda Maknai Hari Pahlawan dengan Menuntut Ilmu Setinggi-tingginya
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia, Giwo Rubianto menceritakan proses penerimaan gelar pahlawan nasional yang diterima oleh dr. Rubini.
“Prosesnya lancar tidak ada hambatan menjadikan dr. Rubini menjadi pahlawan nasional, dimulai dari kunjungan kerja Kongres Wanita Indonesia pada saat pandemi, kami turun ke Kalbar bekerja sama dengan badan kerja sama organisasi wanita yang diketuai ibu Erlina, kemudian melaksanakan vaksin Mandor Juang, dan kami juga bersama ahli waris nyekar bekunjung ke Mandor Juang. Kami mendengar langsung aspirasi dari warga bahwa dr Rubini sangat pantas dijadikan pahlawan nasional karena perjuangan beliau yang sangat heroik melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya saat Ramah Tamah Gubernur Kalimantan Barat bersama Ahli Waris dr Rubini, Kamis (10/11).
Giwo menjelaskan, saat itu dr Rubini menjadi kepala rumah sakit dan dokter keliling melihat data-data kekerasan perempuan dan anak.
Baca Juga: 12 Ide Kostum untuk Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2022, Kreatif dan Simple!
“Datanya sangat besar dan angka kematian ibu melahirkan sangat besar. Disampaikanlah pada tokoh-tokoh Kalbar dari berbagai macam suku, didengarlah oleh penghianat dan dilaporkan ke Jepang. Ternyata Jepang pada saat itu menjajah dan memberikan hukuman yang sangat tragis dan disusul dengan istrinya, istrinya meninggalkan anak-anaknya pada saat masih kecil, paling besar 12 tahun, paling kecil 1 tahun. Mereka lebih mementingkan masyarakat Kalbar daripada keluarganya,” jelas Giwo.
“Waktu itu ada kesempatan eyang Amaliah Rubini untuk dievakuasi ke Jawa bersama putri-putrinya yang masih kecil tapi tidak mau dan masih berjuang. Ternyata eyang Amaliah Rubini ini ketua Palang Merah Indonesia di Kalimantan dan juga sebagai ketua Persatuan Istri Indonesia di Pontianak. Jadi melihat hal ini bahwa seorang pria membela mendukung perempuan, istrinya, untuk menjadi aktivis dan melakukan kegiatan sosial dan melawan penjajah, di mana penjajah melakukan kekerasan kepada anak,” lanjutnya.
Giwo mengungkapkan, cukup sulit untuk mendengarkan cerita dari keluarga dr Rubini yang masih trauma akan peristiwa yang dialami saat dulu.
Baca Juga: 20 Soal Cerdas Cermat Hari Pahlawan Lengkap dengan Jawabannya
“Keluarganya ini trauma, saya pernah mohon utk membuat surat untuk Kowani itu sangat sulit. Tapi syukur Allah memberikan anugerah kepada keluarga, ini lah harus kita terima dan kita jadikan role model, bukan hanya pada cucu cicitnya tapi juga masyarakat,” ungkap Giwo.
Terakhir, Giwo mengaku prihatin akan kondisi makam Mandor Juang yang seperti tidak terawat. Menurutnya ini harus diperhatikan mengingat Mandor Juang sudah menjadi cagar budaya.
“Sekarang ini dengan luas 31 hektare seperti tidak terpelihara, dengan adanya dr Rubini sebagai pahlawan nasional bukan hanya sebagai pahlawan nasional saja tapi juga untuk khususnya daerah mandor, daerahnya diutamakan lah, infrastrukturnya, fasilitasnya, kemarin kami ke sana sudah sore gitu gelap gulita tidak ada pencahayaan jadi bukan cagar budaya malah dijadikan tempat lain,” tukasnya.