Banjarmasin, Sonora.ID - Diangkat dari sebuah novel, film Jendela Seribu Sungai mulai digarap.
Proses penggarapan film ini mengambil dua lokasi. Yaitu Loksado, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Kota Banjarmasin.
Film Jendela Seribu Sungai sendiri merupakan adaptasi dari novel berjudul sama, karya Miranda dan Avesina Soebli yang diterbitkan oleh Grasindo (Kelompok Kompas Gramedia) pada 2018 dan mengalami proses cetak ulang.
Novel Jendela Seribu Sungai sangat menarik, unik, dramatik. Cerita drama keluarga, kisah tentang cita-cita anak, kuatnya tekad, persahabatan dan petualangan yang sesungguhnya merupakan cerita sangat universal.
Namun hadirnya kekuatan budaya, filosofi sungai, latar cerita kota Banjarmasin menjadikan Jendela Seribu Sungai sangat berbeda. Cerita anak-anak Banjarmasin ini sangat khas dan penuh warna.
Selain diisi oleh artis-artis Ibu Kota seperti Agla Arta Lidia, Bimasena, Mathias Muchus, dan Aryo Wahab, juga ada beberapa pemain yang berasal dari tanah banjar. Seperti Olla Ramlan, Ian Kasela dan Bopak Castello.
Tak kalah menarik, Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina juga tak ketinggalan ikut ambil peran dalam film Jendela Seribu Sungai yang berperan sebagai dirinya (cameo).
"Ada scene Arian (peran di film) yang bertemu Wali Kota Banjarmasin. Semoga bisa menjadi spirit bagi pelaku kreatif dan videography dan cinematography," ungkap Ibnu, saat ditemui Smart FM di sela-sela syuting di SDN Pengambangan 6, Minggu (13/11).
Menurutnya, film jendela seribu sungai yang diproduksi Radepa Studios merupakan film pertama tentang Kota Banjarmasin.
Baca Juga: Mau Akhir Tahun, Serapan Belanja Pemko Banjarmasin Kok Masih Rendah?
"Kami harap dari film ini nanti bisa diangkat potensi wisata. Semoga film bisa selesai tepat waktu tahun ini juga," harapnya.
Adapun pesan edukasi yang bisa diambil dari film ini lanjut Ibnu, sangat banyak. Tapi yang menjadi fokus adalah bagaimana anak-anak sekolah penerus bangsa yang memiliki bakat terpendam terhadap seni budaya.
"Apalagi film ini menceritakan anak seniman yang kemudian harus berinteraksi dengan suasana kota," tuturnya.
Disisi lain, Produser Kreatif sekaligus aktor di film Jendela Seribu Sungai, Mathias Muchus mengungkapkan, ada satu alasan yang membuat dirinya ikut serta dalam penggarapan film tersebut.
Yakni sekarang ini, dirinya sedang konsen terhadap pengembangan perfilman di daerah-daerah. Salah satunya di Kalimantan.
"Kalimantan belum tersentuh. Selama ini baru Bali, Yogyakarta, Bandung, Makassar, Jawa. Saya berharap di Kalimantan, Kota Banjarmasin harus menjadi pionir," pungkasnya.
"Mumungkinkan sekali. Karena memang disini punya kekayaan history, juga banyak sastrawan yang muncul dari sini (Banjarmasin). Jadi buat mereka bertutur dan bercerita itu sudah tidak asing," sambungnya lagi.
Ia juga menginginkan, potensi daerah yang ada di Kalsel bisa ditingkatkan oleh orang-orang daerah juga.
"Jangan sampai orang luar daerah yang memanfaatkan orang daerah. Tapi orang sini juga yang memanfaatkan potensinya" jelasnya.
Baca Juga: Sekda Mulyadi Minta OPD Taati Aturan Saat Susun APBD
Lantas, apa bentuk dukungan yang diberikan Pemko Banjarmasin terhadap film ini? Tak tanggung-tanggung, anggaran mencapai miliaran rupiah pun digelontorkan, melalui APBD.
"Saya lupa persisnya. PPTK nya ada di bidang kebudayaan, melalui lelang pengecualian di LPSE. Terkait dengan peraturan kita sudah mencermati agar sesuai ketentuan yang berlaku," timpal Iwan Fitriyadi, Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata Banjarmasin.
Disinggung apakah nantinya film ini akan dikomersilkan, Iwan tampak tidak bisa menjawabnya. Baginya, penyelesaian pembuatan film adalah fokus yang harus didahulukan.
"Masih dalam kajian. Tapi tentunya kita berharap itu bisa," imbuhnya.
Sebagai gambaran, film Jendela Seribu Sungai menceritakan 3 anak bernama Bunga, Arian, Kejora disatukan di sekolah dengan guru bernama Sheila, yang sangat memahami mimpi dan harapan mereka.
Sayang, keinginan mereka tidak selalu sejalan dengan harapan mereka. Arian yang punya bapak seorang seniman kuriding, justru tak ingin anaknya mewarisi keahliannya memainkan kuriding.
Kejora sebaliknya, ingin melambungkan cita-citanya menjadi dokter, justru ditentang oleh bapaknya yang trauma dengan dokter Puskesmas yang dianggap telah membunuh istrinya saat melahirkan.
Begitu pula Bunga tak pernah sekalipun mengembangkan bakat tarinya di depan orangtuanya yang serba-kecukupan.
Down-syndrome malah membuat orangtua Bunga mematikan cita-cita Bunga sebagai seorang penari. Seribu sungai akan terus mengalirkan cita-cita dan harapan. Sungai pula yang menghidupan impian mereka.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.
Baca Juga: Makassar Bentuk Tim Percepatan Gantikan Peran SKPD Belanjakan APBD 2022