Jakarta,Sonora.Id - Kinerja Komisi Informasi Publik (KIP) masih menjadi sorotan karena dinilai tidak jelas. Keberadaannya nyaris tak terdengar, bahkan cenderung tidak berdampak kepada indeks demokrasi yang salah satu indikatornya adalah transparansi dan akuntabel.
Hal tersebut disampaikan dua pengamat dan praktisi kebijakan publik senior dalam kegiatan Bincang Media untuk Keterbukaan Infomasi, Rabu (23/11/2022).
Praktisi Komunikasi Publik Freddy H Tulung menilai, indeks keterbukaan informasi tidak mengalami kemajuan yang signifikan dan indeks demokrasi pun masih terbilang mengalami stagnansi.
“Wajar rasanya bila publik kemudian mempertanyakan kembali relevansi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maupun kerja Komisi Informasi Pusat (KIP) terhadap pertumbuhan demokrasi di Indonesia saat ini,” kata Freddy yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika itu.
Freddy memaparkan, keterlambatan pengumuman Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) menjadi contoh sederhana kelambanan kerja KIP. Hingga saat ini, KIP belum mengumumkan IKIP 2022. Laman KIP pun terakhir kali melaporkan IKIP 2021.
Menurut freddy, laporan IKIP 2021 pun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang menjabarkan hasil penilaian pada seluruh badan public. Dalam IKIP 2021 yang ditampilkan di dalam laman hanyalah kata sambutan dan risalah hasil pemeriksaan.
Keterlambatan KIP dalam menjalankan tugasnya tentu mendegradasi semangat besar keterbukaan informasi publik yang seharusnya banyak melibatkan partisipasi publik itu sendiri dan mendorong peningkatan akuntabilitas badan publik.
Freddy mengingatkan KIP harus memiliki kehati-hatian seperti yang dilakukan lembaga independen lainnya. “Untuk itu sebaiknya dibutuhkan keberanian dan keterbukaan KIP untuk menghadirkan fungsi pengawasan yang dapat membantu menjaga integritas kelembagaan,” Ujar Freddy.
Sejak undang-undang keterbukaan informasi dimunculkan, publik memiliki harapan besar akan berkembangnya keterbukaan informasi badan-badan publik. Dengan badan-badan publik yang lebih terbuka dan akuntabel, harapan percepatan demokratisasi menjadi lebih tinggi dengan partisipasi publik.
Namun harapan publik tersebut menjadi terlihat berat bila melihat stagnasi indeks keterbukaan informasi dan indeks demokrasi saat ini. Peran dan optimalisasi Komisi Informasi menjadi pertanyaan banyak pihak karena dianggap kurang informatif dan komunikatif.
Beberapa ketidakoptimalan kinerja Komisi Informasi diantaranya tak lepas dari isu kurang harmonisnya hubungan antar beberapa komisioner yang memiliki kepentingan, pemanfaatan fasilitas kedinasan Lembaga, hingga soal etika kunjungan kedinasan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, mengatakan peran Komisi Informasi Pusat (KIP) hingga saat ini belum dirasakan oleh publik dan kinerja KIP nyaris tak terdengar publik. Hal tersebut terjadi karena para komisioner KIP kerap tidak satu kata secara internal dalam berperan memajukan iklim informasi publik yang terpercaya.
“Di media sosial ataupun media arus utama juga KIP nyaris tak terdengar dan memang sering tertinggal dalam mengurus isu-isu publik yang sedang ramai diperbincangkan,” kata Agus.
Dalam posisi pemberitaan maupun keaktifan di media sosial, Komisi Informasi terlihat kurang komunikatif dan informatif berinteraksi menghadapi dinamika berbagai isu penting dan strategis bangsa saat ini. Nyaris sepanjang Mei hingga Juli 2022, komunikasi yang dilakukan KIP konsisten berada di ada di posisi bawah di antara sesama lembaga sampiran negara (state auxiliaryagencies).
Agus Pambagio menilai saat ini terjadi kemunduran terhadap partisipasi kebijakan publik, terutama di kalangan anak muda, sehingga suara yang menentukan kebijakan publik justru dikuasai kalangan pemerintah, birokrat, dan politikus.
“KIP harus mampu menjaga integritas dan kredibilitas termasuk keteguhan sikap komisioner yang harusnya lebih sensitif dalam melakukan pertemuan dengan badan-badan publik, terutama bila bersinggungan dengan saat-saat penilaiannya terhadap keterbukaan informasi dari badan public tersebut. Tugasnya yang kerap beririsan dengan penilaian transparansi badan publik harusnya mereka cermati secara lebih hati-hati dengan menghindari bentuk-bentuk pertemuan yang syarat dengan kepentingan badan publik yang dinilanya,” tutur Agus.
Anggota Komisi 1 DPR RI Bobby Adithya Rizaldi menjelaskan, berdasarkan UU 14 Tahun 2008 bahwa tujuan dari Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) adalah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
Selain itu, lanjut Bobby, tujuan lainnya adalah mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan public, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.
Menurut Bobby, KIP juga harus mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan/atau meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi dilingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
“Kami Komisi I DPR RI tentunya akan terus mendorong para komisioner KIP untuk bekerja lebih optimal dan mencapai indikator-indikator keberhasilan yang telah diamanatkan oleh UU No. 14 Tahun 2008,” pungkas Bobby.