Maasyiral Muslimin rakhimakumullah,
Permata kedua yang dikaruniakan Allah kepada manusia adalah agama. Agama adalah aturan atau norma yang mengarahkan akal manusia untuk menerima hal-hal yang baik, layak dan pantas. Agama menjadi pedoman bagaimana manusia menjalani kehidupannya; bagaimana mengendalikan syahwat dan nafsu. Akal sehat akan mengarahkan kita dapat menerima agama yang hanif (lurus), yang mampu memberikan ketenangan lahir batin dan dapat melahirkan sifat pengedali (malu), serta membuahkan amal salih.
Malu merupakan sifat yang dikembangkan oleh agama untuk mengendalikan perilaku manusia, yang dapat membedakan kita dengan hewan ataupun setan. Oleh karena itu, Ibnu Hajar al-Asqalani membagi malu menjadi dua, yakni haya’un nafsiyun dan haya’un imaniyun. Haya’un nafsiyun adalah rasa malu yang diberikan Allah pada setiap manusia, seperti rasa malu memperlihatkan auratnya dan sejenisnya. Sifat ini tidak diberikan pada hewan.
Malu merupakan sifat yang dikembangkan oleh agama untuk mengendalikan perilaku manusia, yang dapat membedakan kita dengan hewan ataupun setan. Oleh karena itu, Ibnu Hajar al-Asqalani membagi malu menjadi dua, yakni haya’un nafsiyun dan haya’un imaniyun. Haya’un nafsiyun adalah rasa malu yang diberikan Allah pada setiap manusia, seperti rasa malu memperlihatkan auratnya dan sejenisnya. Sifat ini tidak diberikan pada hewan.
Sementara haya’un imaniyun adalah
"أَنْ يَمْنَعَ المُؤْمِنُ مِنْ فِعْلِ الْمَعَاصِي خَوْفًا مِنَ اللهِ"
“Ketika seorang mukmin mampu mencegah dirinya untuk berbuat maksiat karena takut kepada Allah subhanahu wata'ala.”
Sifat ini hanya diberikan pada orang mukmin yang mampu menggunakan akalnya untuk memahami perintah dan larangan Allah. Karena itu, wajar jika Rasulullah pernah memberikan nasihat kepada sahabatnya dengan mengatakan:
"اَلْحَيَاءُ مِنَ الْاِيْمَانِ"
“Malu itu sebagian dari iman.” Malu untuk berbuat maksiat, malu meninggalkan perintah agama, malu tidak berbuat baik dan lain sebagainya.
Maasyiral Muslimin rakhimakumullah,
Permata yang terakhir yang dimiliki manusia adalah amal shalih, yakni perbuatan yang patut dan baik menurut kaidah agama. Amal shalih adalah buah dari kemampuan kita memahami agama, menjalankan perintah agama, serta kemampuan kita mengendalikan sikap dalam kehidupan. Banyak orang mampu memahami agama atau mengerti ilmu agama, tetapi tidak mampu mengendalikan syahwat dan nafsunya, sehingga ia tidak memiliki rasa malu, maka ia hanya bisa melakukan sesuatu yang hanya berorientasi pada kebutuhannya yang kadang merugikan orang lain. Contoh sederhana yang dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari, betapa banyak orang pandai agama tetapi tidak mampu mengendalikan diri, sehingga ia bukan mengamalkan ilmu agama, namun hanya memperalat agama untuk kepentingan dirinya atau kelempoknya. Maka akibat yang timbul dari itu bukan amal shalih tetapi justru maksiat.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Rasulullah dalam dalam hadits di atas juga mengingatkan pada kita akan bahaya yang mengancam empat permata manusia tersebut. Rasul mengatakan:
"فَالْغَضَبُ يُزِيْلُ الْعَقْلَ وَالْحَسَدُ يُزِيْلُ الدِّيْنَ وَالطَّمَعُ يُزِيْلُ الْحَيَاءَ وَالْغِيْبَةُ يُزِيْلُ الْعَمَلَ الصَّالِحَ"
“Ghadlah (marah-marah) dapat menghilangkan akal, iri dan dengki (hasud) dapat menghilangkan agama, serakah (thama’) dapat menghilangkan sifat malu, dan menggunjing (ghibah) dapat menghilangkan amal shalih."
Maasyiral Muslimin rakhimakumullah,
Semoga kita dapat mengoptimalkan permata yang ada dalam hidup kita untuk menjadi insan pilihan dan masuk dalam kategori muttaqin (orang yang memiliki ketakwaan).
"باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْ"
Baca Juga: Contoh Ceramah Singkat Tentang Sholat yang Menggetarkan Sanubari
3. Contoh III
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ،وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُوهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قديرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، صَلَوَاتُ رَبِّ وَسَلاَمُهُ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَامَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ﴿آل عمران : ۱۰۲
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)
Surga Untuk Siapa?
Wahai manusia-manusia yang beriman, wasiat takwa sudah sering kita dengar pada setiap Jum’at. Kita terus menerus diperintahkan untuuk bertakwa. Karena surga itu;
"أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ"
“Dipersiapkan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 133)
Yang tidak bertakwa, jangan menghayal engkau bisa masuk surga. Takwa bukan hanya ucapan di lisan maupun status yang dibuat oleh manusia. Tapi asalnya takwa itu dari hati. Berpancar dari qalbu kemudian diamalkan oleh raga kita, seperti mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak melupakan-Nya, bersyukur kepada-Nya dan tidak kufur kepada-Nya, serta taat kepada-Nya.
Kita patuh terhadap aturan perusahaan, patuh dengan ketentuan yang dibuat oleh manusia. Tapi Rabbul ‘Alamin yang memberikan raga berikut panca indera ini kepada kita, terkadang kita meremehkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
"وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ"
“dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)
Mengenal Diri Sendiri
Hadirin rahimakumullah,
Kita perlu mengenal diri kita, “Siapa aku ini?”. Banyak manusia tersesat dalam kehidupan ini karena dia tidak mengenal dirinya sendiri. Kita memiliki sifat-sifat yang buruk, yang sudah Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan kepada kita.
Kalau kita tidak pandai-pandai memperbaiki diri, maka kebinasaanlah yang menanti kita. Rumah yang kita bangun, akan kita tinggalkan. Perusahaan yang kita dirikan juga akan kita tinggalkan.Istri, anak, keluarga, sahabat, dan semuanya akan kita tinggalkan. Kita akan sendirian tanpa membawa apa-apa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
"يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ"
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,” (QS. Asy-Syu’ara[26]: 88)
Akan datang suatu hari yang di sana tidak bermanfaat harta, kekayaan, pekerjaan, kekuasaan, dan jabatan. Anak-anak kita pun tidak bisa membantu kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
"إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ"
“kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (selamat),” (QS. Asy-Syu’ara[26]: 89)
Kenalkan Dirimu kepada Allah
Ahibbati Fillah,
Kalau pandemi ini berakhir, bukan berarti tidak akan datang pandemi yang lainnya. Kita sudah hidup lama di muka bumi ini. Kita mengetahui ada malam dan siang, serta tangis dan tawa. Maka jangan lupa kepada Allah ‘Azza wa Jalla ketika engkau dalam kondisi yang menyenangkan. Nabi ‘Alaihishshalatu wa Sallam bersabda:
ﺗَﻌَﺮَّﻑْ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺧَﺎﺀِ ﻳَﻌْﺮِﻓُﻚ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸِّﺪَّﺓِ
“Kenalilah (ingatlah) Allah di waktu senang pasti Allah akan mengenalimu di waktu sempit.” (HR. Tirmidzi)
Kenalkan dirimu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala engkau berada dalam kelapangan rezeki dan kenikmatan. Teruslah berdzikir kepada-Nya, terus meminta kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Jangan hanya berdoa ketika susah atau terkena bencana. Ketika sakit, dia tidak berhenti mengatakan, “Ya Allah, Ya Allah.” Tapi ketika sehat, lisannya tidak lagi berdzikir.
Kenalkan dirimu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika engkau sedang dalam kondisi lapang. Kita mulai akan keluar dari covid, maka mulailah kenalkan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan mengingat kita.
Itulah ulasan lengkap tentang 3 contoh khutbah tentang siapa diri kita yang dapat disampaikan saat Shalat Jumat yang punya makna baik untuk refleksi diri.
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.