Saat itu, di atas panggung yang tingginya nggak lebih dari setengah meter, terdapat Sansan (vokal), Josaphat (gitar), Rudye (Keyboard), Angga Tetsuya (Bas), Dochi (gitar), dan Davi (drum) kembali memainkan sebuah tembang emo legendaris dari Saosin, Seven Years.
"Padahal belum sempat latihan, tuh, yang Seven Years, langsung hajar aja, hehehe...," kata Dochi setelah turun panggung.
Kenangan ini mau nggak mau menyeruak ketika HAI melihat poster sebuah acara yang pernah berlangsung di Borneo Beerhouse, Kemang, pada 23 September 2017 yang menghadirkan para pionir scene emo di Jakarta.
Arck, Too Late To Notice, Side Project, dan Seems Like Yesterday bakal manggung bareng di acara yang diberi nama Party Like It's 2008.
Yap, di Indonesia, emo tumbuh pada kisaran 2003-2006 dan membesar setelahnya. Nggak heran jika 2008 dianggap sebagai momen puncak yang paling dikenang.
Balik lagi ke gig di tahun 2015 yang bernama Risorgimento itu. Di sana beberapa "alumni" KILLMS kembali berkumpul bersama dan merasakan atmosfir gig di era pertengahan 2000-an, ketika wabah emo tengah melanda di seantero Ibu Kota, dan menjalar ke beberapa kota lainnya di Indonesia.
Baca Juga: Afgan Perkenalkan Single Terbaru Bertajuk 'Pendam' dari EP '+62'
Sebelum KILLMS dikenal banyak orang, masih di era itu, nama-nama seperti Killed By Butterfly, Seems Like Yesterday, The Side Project, Jakarta Flames, Sweet As Revenge juga telah dikenal.
Menurut Aldy, gitaris sekaligus frontman Seems Like Yesterday, geliat band-band emo di luar kota selain Jakarta juga cukup tinggi, ada nama-nama The Astronauts dan End of Julia dari Yogyakarta, sedangkan dari Bandung ada Alone at last, Love Hate Love, hingga Jolly Jumper.
"Dulu, pas gue awal nge-band, belum ada scene emo. Band emo pun masing-masing mainnya di acara melodic atau gig campuran hardcore/ metal. Acara pertama yang ada emo-emonya itu kayaknya We No Need No Emo 1, di Rogue, Kemang, Jakarta Selatan. Sekitar 2003 atau 2004-an gitu," kata Aldy.