"Sebenarnya sudah berulang kali kita berikan edukasi. Kali ini kita coba pantau lagi. Ternyata anak tersebut masih dipekerjakan," ucap Fitriadi, Kepala UPTD PPA, kepada Smart FM Banjarmasin.
Ia menekankan, KRN tidak seharusnya diperlakukan seperti itu. Karena haknya sebagai anak mesti harus tetap terpenuhi, meskipun KRN sendiri yang ingin berjualan.
"Kita coba lakukan terus edukasi dan pendekatan. Tapi memang belum bisa maksimal, karena perlu waktu," tekannya.
"Kalau memaksa mengambil anaknya kita tidak bisa. Karena orangtuanya merasa mampu, dan itu akan bertentangan dengan UU," sambungnya lagi.
Terkait dugaan tindak kekerasan yang dialami KRN, Fitriyadi mengaku belum bisa menindaklanjutinya, lantaran kurangnya bukti.
Baca Juga: Penghujung Waktu, Potensi SILPA Banjarmasin 2022 Terancam Besar
"Kita harus ada bukti. Pada 2021 orang tua memang sempat membikin surat penyataan," tegasnya.
Pihaknya pun sempat bernegosiasi dengan sang Ibu, untuk menawarkan KRN di sekolahkan ke pesantren. Namun penawaran itu ditolak oleh sang Ibu.
"Salah satu solusi yang kita tawarkan titik tengah. Hak anak terpenuhi dan orang tua masih bisa menemui anaknya. Nanti akan kita coba bujuk lagi agar orang tuanya mampu," tutupnya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News