Sonora.ID - Sudut Pandang merupakan teknik, strategi, serta siasat yang dengan sengaja dipilih pengarang untuk kemudian mengemukakan gagasan ide dalam suatu cerita.
Sehingga, semua yang dikemukakan dalam cerita fiksi kemudian menjadi milik pengarang. Meski demikian cerita fiksi kemudian juga dapat disalurkan melalui sudut pandang tokoh.
Sebelum mengetahui contoh sudut pandang orang ketiga, ada baiknya jika memahami terlebih dahulu tentang jenis-jenis sudut pandang itu sendiri.
Jenis-Jenis Sudut Pandang
Secara umum, terdapat 3 jenis sudut pandang, yakni sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang, dan sudut pandang orang ketiga.
Baca Juga: 7 Arti Mimpi Melihat Orang Bunuh Diri, Bukan Berarti Buruk
1. Sudut Pandang Orang Pertama (First Person Point of View)
Dilansir dari buku 88 Kiat Menjadi Penulis Hebat karya Syamsa Hawa dan Irawan Senda, pada sudut pandang orang pertama, penulis menempatkan dirinya sebagai tokoh utama. Ciri-ciri dan karakteristik dari sudut pandang orang pertama adalah sebagai berikut.
Sudut Pandang Orang Ketiga (Third Person Point of View)
Pada sudut pandang orang ketiga, penulis menggunakan 'dia' sebagai narator dari kisahnya.
Hal ini berarti narator berada di luar cerita. Ciri-ciri dari sudut pandang orang ketiga adalah sebagai berikut.
Narator merupakan orang di luar cerita yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan tokoh maupun kisah tersebut. Dia tidak menunjukkan dirinya dalam cerita tersebut.
Menggunakan kata ganti orang berupa dia, ia, dan mereka.
Nama tokoh, terutama tokoh utama, sering disebut dan dijadikan kata ganti orang.
Contoh Cerpen dengan Sudut Pandang Orang Pertama
Siang ini, matahari bersinar sangat terik. Aku tidak tahu apakah ibu akan mengampuniku jika tahu nilai ulangan kali ini tidak 100.
Sinar matahari yang semakin menyengat kulit seakan mewakilkan kemarahan ibu.
Baca Juga: 45 Contoh Kalimat Positif Negatif dan Tanya dalam Bahasa Inggris, Lengkap dengan Struktur dan Arti
Minggu lalu aku memang sudah berjanji akan mendapatkan nilai sempurna di ulangan matematika, apalagi aku yakin jika ulangan kali ini belajarku lebih baik.
Bahkan, aku sampai meminjam buku catatan kakak kelas dan mencari sumber bacaan lain di perpustakaan.
Sayangnya, nasib baik sedang tidak berpihak padaku. Soal ulangan yang keluar justru jauh dari apa yang sudah diajarkan.
“Untuk persiapan masuk SMP,” jelas Pak Toha, guru matematika pagi tadi sebelum memulai ulangannya.
Aku sibuk merutuk dalam hati, “Kenapa tidak bilang jauh-jauh hari kalau ulangannya akan jauh berbeda dari materi yang diajarkan? Apa murid di kelas ini mau dijadikan kelinci percobaan?”
Sekalipun aku mengumpat, Pak Toha tidak akan mungkin mendengar pun berubah pikiran. Beliau bahkan tidak tahu akan ada gagang sapu yang menyambutku saat di rumah nanti.
Aku menghela napas panjang. Berharap menjadi Ria, teman sekelasku yang mempunyai ibu berhati sangat lembut. Setidaknya itu yang kulihat.
Tidak pernah sekalipun ia dimarahi ibunya meskipun nilainya hanya 20.
Pernah kucuri dengar dari ibunya saat membelai kepala Ria, “Yang penting sudah berusaha. Nilai bukan masalah. Maksimalkan saja kemampuanmu di bidang yang lain,”.
Sungguh beruntung sekali Ria.
Andaikan aku bisa bertukar ibu, pasti akan sangat menyenangkan. Apalagi kalau ibuku yang ini tiba-tiba hilang saja. Pasti akan menyenangkan.
Tidak ada lagi kenangan pulang sekolah tanpa dijemput dengan jarak berkilo-kilo meter, tapi kemudian disambut dengan makian dan omelan. Melelahkan sekali.
Hampir satu jam perjalanan kutempuh, kini aku sudah berada di depan pintu. Aku mengetuk pelan, tanpa tenaga. Kutunggu semenit. Dua menit. Tidak ada suara.
Kutarik gagang pintu yang sudah berkarat. Aku terkesiap. Ibu terkapar di lantai dengan wajah pucat pasi, “Ibu…!!!!” teriakku.
Aku berharap bisa menarik doaku yang tadi pada Tuhan.
Demikian adalah contoh sudut pandang orang pertama yang kerap ditemui di cerpen.