The traditional ceremony in Java that is still preserved today is the Tedhak Siten. It comes from the word Tedhak which means “down” or to set foot and Siten or siti which means “land”. Tedhak siten is a tradition of setting foot on the ground for a child for the first time when the child is 7 eight Javanese calendar months or 8 months of calendar. The community has the notion that land has magical powers.
Sequenced of explanation
The Tedhak Siten tradition with all its features has a symbol that children need parental guidance. Uba Rampe or equipment needed in Tedhak Siten is jadah or a kind of cake made of glutinous rice, ladders made of sugar cane, cages (usually used are chicken cages) filled with writing instruments, toys of various shapes. Water for washing and bathing children, grilled chicken, plantains, Udhik-udhik, market snacks, various types of jenang and tumpeng complete with ware and yellow rice.
The series of activities that need to be carried out at Tedhak Siten are cleaning the feet. The process is carried out by the parents by holding the child and washing his feet thoroughly. It means, when a child starts to step on the ground, he needs to do it with a pure heart. The second process is to go through the seven jadah with the colors red, white, green, yellow, blue, pink, and purple to represent the various difficulties. The hope is that later the child will be able to overcome life’s difficulties and get help from God. In the next procession, which is climbing the steps made of sugar cane, the child is expected to be able to face his life’s journey to the top with the support of his parents.
After that, there is a procession of putting the child in a cage that contains various kinds of objects, it is depicted that later the items taken by the child will describe the profession that will be undertaken. There is also a procession of bathing the child using water taken by the parents at night around 10-24 p.m., then letting it sit or condensing it until it is exposed to the sun. When bathing, water is given flowers in the hope that the child can make the family proud. The next stage is to give the udhik-udhik or coins mixed with various flowers and then distribute them to children and adults with the hope that when the child grows up and gets a fortune, he will share it.
Closing
The traditional ceremony of Tedhak Siten in one region to another may be different. For example in terms of the procession or the tools used. However, the goal remains the same and does not eliminate the intention of implementing adat.
Terjemahan
Upacara adat yang ada di Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah Tedhak Siten. Tedhak Siten berasal dari kata Tedhak yang artinya “turun” atau menapakkan kaki dan Siten atau siti yang artinya “tanah”. Tedhak siten merupakan tradisi menginjakkan atau menapakkan kaki ke tanah bagi seorang anak yang pertama kali saat usia anak 7 lapan kalendar jawa atau 8 bulan kalender masehi. Masyarakat mempunyai anggapan bahwa tanah memiliki kekuatan gaib.
Tradisi Tedhak Siten dengan segala kelengkapannya mempunyai simbol bahwa anak membutuhkan bimbingan orang tua. Uba Rampe atau perlengkapan yang diperlukan dalam Tedhak Siten adalah jadah atau sejenis kue dari beras ketan 7 (tujuh) yang berwarna warni, tangga yang terbuat dari tebu, kurungan (biasanya yang digunakan adalah kurungan ayam) yang di dalamnya diisi alat tulis, mainan berbagai bentuk, air untuk membasuh dan memandikan anak, ayam panggang, pisang raja, udhik-udhik, jajan pasar, berbagai jenis jenang-jenangan, serta tumpeng lengkap dengan gudangan dan nasi kuning.
Rangkaian kegiatan yang perlu dilakukan pada Tedhak Siten adalah membersihkan kaki. Proses tersebut dilakukan orang tua dengan menggendong anak dan membasuh kakinya sampai bersih. Maknanya, saat anak mulai menapaki tanah, ia perlu melakukannya dengan hati yang suci. Proses kedua adalah melewati tujuh jadah dengan warna merah, putih, hijau, kuning, biru, merah jambu, dan ungu untuk menggambarkan kesulitan yang beragam. Harapannya, nantinya anak bisa mengatasi kesulitan hidup dan mendapat pertolongan dari Tuhan. Dalam prosesi selanjutnya, yaitu menaiki tangga dari tebu, sang anak diharapkan mampu menghadapi perjalanan hidupnya hingga mencapai puncak dengan adanya dukungan orang tua.
Setelah itu, terdapat prosesi memasukkan anak dalam kurungan yang berisi berbagai macam benda, digambarkan bahwa nantinya barang yang diambil anak akan menggambarkan profesi yang akan dijalani. Ada pula prosesi memandikan anak menggunakan air yang diambil oleh orang tua pada malam hari sekitar pukul 22-24, kemudian didiamkan atau diembunkan sampai terkena sinar matahari. Saat memandikan, air diberi bunga dengan harapan agar anak bisa mengharumkan keluarga. Tahapan selanjutnya adalah memberikan udhik-udhik atau uang logam yang dicampur dengan bermacam-macam bunga kemudian disebar kepada anak-anak dan orang dewasa dengan harapan agar saat anak dewasa dan mendapatkan rezeki, ia mau berbagi.
Upacara adat Tedhak Siten di satu daerah dengan daerah yang lain mungkin saja berbeda. Contohnya dalam hal prosesi ataupun alat-alat yang dipakai. Namun, tujuannya tetap sama dan tidak menghilangkan maksud pelaksanaan adat.
Contoh 4
How Climate Influences Culture
General statement
Climate is a key factor in determining the cultural practices and lifestyles of people around the world. Different cultures are adapted to their local climate and have developed ways of life that are based on their environment.
Sequenced of explanation
Climate influences the type of clothing people wear, the way they build their homes, the type of food they eat, and even their religious beliefs. People living in hot and dry climates, for example, often wear light clothing and build homes with thick walls to keep cool. People living in cold climates, on the other hand, may wear heavier clothing and build homes that are well-insulated to keep warm.
Climate also affects the type of food people eat, as certain crops are better suited for different climates. For example, people in hot climates may rely on crops such as rice and grains, while people in cold climates might depend on root vegetables like potatoes and turnips.
Closing
Culture and climate are inextricably linked and understanding the connection between the two can provide valuable insight into how people around the world live.
Terjemahan:
Iklim adalah faktor kunci dalam menentukan praktik budaya dan gaya hidup orang-orang di seluruh dunia.
Budaya yang berbeda disesuaikan dengan iklim lokal mereka dan telah mengembangkan cara hidup yang didasarkan pada lingkungan mereka.
Iklim memengaruhi jenis pakaian yang dikenakan orang, cara mereka membangun rumah, jenis makanan yang mereka makan, dan bahkan keyakinan agama mereka.
Orang yang tinggal di iklim panas dan kering, misalnya, sering memakai pakaian tipis dan membangun rumah dengan dinding tebal agar tetap sejuk. Sebaliknya, orang yang tinggal di iklim dingin mungkin mengenakan pakaian yang lebih tebal dan membangun rumah yang
terinsulasi dengan baik agar tetap hangat.
Iklim juga memengaruhi jenis makanan yang dimakan orang, karena tanaman tertentu lebih cocok untuk iklim yang berbeda. Misalnya, orang di iklim panas mungkin
bergantung pada tanaman seperti beras dan biji-bijian, sedangkan orang di iklim dingin mungkin bergantung pada umbi-umbian seperti kentang dan lobak.
Budaya dan iklim saling terkait erat dan memahami hubungan antara keduanya dapat memberikan wawasan berharga tentang bagaimana orang di seluruh dunia hidup.
Baca Juga: 20 Contoh Soal Narrative Text Lengkap dengan Kunci Jawabannya
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.