Sonora.ID - Tari klasik atau tari tradisional merupakan tari yang lahir serta berkembang di lingkungan keraton dan diturunkan secara turun-temurun di kalangan bangsawan.
Bahkan, dulu ada aturan yang menyebutkan bahwa tarian-tarian tersebut tidak boleh ditarikan oleh masyarakat biasa.
Sementara itu mengutip dari buku Tari Dinggu: Dulu dan Sekarang, tari klasik memiliki beberapa ciri atau karakteristik yang membedakannya dengan jenis tarian lainnya di antaranya adalah sebagai berikut.
Lantas apa saja tari yang termasuk ke dalam kategori tari klasik di Indonesia? Berikut paparannya seperti yang dikutip dari laman Gramedia.
Baca Juga: 5 Contoh Tari Kontemporer, Lengkap dengan Pengertian, Ciri, dan Tujuannya
Contoh Tari Klasik
1. Tari Gambyong (Surakarta/Solo)
Tari Gambyong yang berawal dari tarian tayub atau tarian yang dipentaskan ketika upacara penanaman padi serta masa panen merupakan salah satu tari yang dipersembahkan untuk menyambut tamu besar Keraton.
Tarian ini kemudian dibawakan oleh penari terkenal bernama Sri Gambyong di istana untuk menghibur bangsawan dan tamu terhormat. Oleh karena itu, nama penari tersebut lalu disematkan pada tari klasik yang satu ini.
2. Tari Gambir Anom (Surakarta)
Tari klasik ini awalnya ditarikan oleh penari tunggal laki-laki, namun sekarang tari ini juga dapat ditarikan oleh penari perempuan dengan menggunakan properti berupa sayap khas dari tokoh pewayangan dan kuluk hanoman.
Tari Gambir Anom diketahui mengandung kisah romansa seorang Irawan Putra Arjuna yang tengah jatuh cinta pada seorang perempuan.
3. Tari Dolalak (Purworejo)
Nama tarian ini diambil dari not ‘do’ dan ‘la’ karena tarian ini hanya diiringi oleh sepasang kening dengan dua nada itu saja.
Tari Dolalak diketahui lahir dari rakyat pribumi yang menonton prajurit kolonial yang tengah beristirahat dari perang. Prajurit tersebut kemudian berpesta dan minum-minum.
Oleh karena itu, penari tari Dolalak biasanya mengenakan busana menyerupai pakaian serdadu dari kolonial Belanda dan Perancis.
Tarian ini kini pun dapat ditarikan oleh penari laki-laki dan perempuan dengan durasi kurang lebih 5 jam. Selama pementasan tersebut biasanya akan ada salah satu penari yang kerasukan.
4. Tari Bondan (Jawa Tengah)
Tari Bondan merupakan sebuah tarian yang menggambarkan seorang ibu yang tengah mengasuh sang buah hati.
Dengan diiringi musik gending para penari Bondan biasanya mengenakan baju kutang, jamang, kain wiron dengan rambut yang disanggul rapi.
Mereka menari sambil menggendong boneka bayi dan memegang payung kertas. Pada pementasannya penari juga akan memecahkan kendil di hadapan penonton.
Tari ini diketahui memiliki 3 variasi, yakni tari Bondan Mardisiwi, tari Bondan Tani atau tari Bondan Pegunungan dan tari Bondan Cindogo.
5. Tari Bedhaya Ketawang (Surakarta)
Tari Bedhaya Ketawang merupakan sebuah tarian yang khusus ditampilkan saat ada acara penobatan dan upacara peringatan hari kelahiran Raja maupun Tingalan Dalem Jumenengan Sunan Surakarta.
Tarian ini diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencanasari atau Ratu Kidul. Bedhaya bermakna penari perempuan istana dan ketawang bermakna langit.
Tari ini lahir lantaran keterpesonaan seorang Sultan Agung yang mendengar suara senandung dari langit ketika sedang melamun sendirian.
6. Tari Bedhaya (Surakarta)
Tari Bedhaya merupakan tarian yang ditarikan oleh kalangan Keraton Surakarta dan pewaris tahta Kerajaan Mataram.
Biasanya ditarikan oleh penari perempuan dengan gerakan yang gemulai dan diiringi oleh tembang.
Tari ini memiliki beberapa versi dengan aturannya masing-masing, misalnya, sang penari harus masih perawan, tidak sedang menstruasi, dan harus berpuasa sebelum tampil.
Baca Juga: 10 Contoh Tari Berpasangan di Indonesia, Beserta Daerah Asalnya
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.