Biografi Bung Tomo: Riwayat Keluarga, Perjuangan hingga Akhir Hayatnya

4 Mei 2023 14:58 WIB
Biografi Bung Tomo.
Biografi Bung Tomo. ( )

Sonora.ID - Ketika berbicara mengenai Peristiwa Pertempuran Surabaya yang berlangsung pada 10 November 1945, ada satu tokoh pahlawan nasional yang menjadi ikon dan tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa bersejarah ini.

Tokoh pahlawan nasional yang dimaksud adalah Sutomo atau Bung Tomo yang dikenal dengan orasinya yang mampu membakar semangat para pejuang di peristiwa Pertempuran Surabaya.

Di pertempuran tersebut juga tercetuslah semboyan “merdeka atau mati” oleh Bung Tomo yang terkenal hingga saat ini.

Biografi Bung Tomo

Riwayat Keluarga Bung Tomo

Bung Tomo diketahui lahir di Surabaya pada tanggal 3 Oktober 1920. Ia merupakan anak sulung dari Kartawan Tjiptowidjojo dan Subastita. Ia memiliki 5 orang adik yang bernama Sulastri, Suntari, Gatot Suprapto, Subastuti, dan Hartini. 

Sang ayah diketahui merupakan seorang priyayi golongan menengah yang pernah bekerja sebagai staf perusahaan swasta, asisten kantor pajak, pegawai perusahaan ekspor-impor Belanda, hingga pegawai pemerintah. Sementara itu, sang ibu merupakan seorang perempuan berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura.

Bung Tomo menikah dengan seorang perempuan bernama Sulistina yang merupakan mantan perawat Palang Merah Indonesia (PMI).

Dari pernikahannya ini mereka dikaruniai empat orang anak yang bernama Titing Sulistami, Bambang Sulistomo, Sri Sulistami, dan Ratna Sulistami.

Karier

Di usia 12 tahun Bung Tomo harus meninggalkan pendidikannya di MULO dan bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Walau begitu ia menyelesaikan pendidikan HBS melalui korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.

Di usia 17 tahun, ia berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat "Pandu Garuda". 

Rekam jejak Sutomo dalam bekerja berkaitan dengan pemerintahan Hindia Belanda. Ia pernah bekerja sebagai pegawai Hindia Belanda, mulai dari staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda.

Sutomo juga pernah bekerja sebagai polisi di kota Praja dan juga menjadi anggota Sarekat Islam. Sebelum akhirnya pindah ke Surabaya, ia bekerja pada sebuah distributor untuk perusahaan mesin jahit "Singer". 

Sutomo juga pernah bekerja menjadi seorang jurnalis dan bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial.

Riwayat Perjuangan Bung Tomo

Pada tahun 1944 Bung Tomo terpilih menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori oleh Jepang.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Bung Tomo sempat ikut dalam pengepungan gudang mesiu Don-Bosco yang berhasil merebut banyak senjata milik tentara Jepang.

Dipicu oleh keadaan yang memanas setelah penyerangan di Hotel Yamato pada tanggal 27 Oktober 1945 dan tewasnya Mallaby, rakyat Surabaya kemudian diultimatum untuk segera menyerahkan senjata kepada pihak Inggris selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi.

Namun, ultimatum itu tidak disambut baik oleh para pejuang dan rakyat Surabaya. Pada tanggal 10 November 1945, meletuslah perang antara rakyat dengan tentara Inggris. 

Melalui Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI), Bung Tomo menyiarkan orasi semangat.

Orasinya yang mengobarkan semangat dan terkenal hingga sekarang adalah “Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!”. 

Siaran Bung Tomo kemudian disebarluaskan. Siaran tersebut menjangkau hingga ke luar Indonesia, termasuk Thailand dan Australia.

Tak hanya berniat untuk membangkitkan semangat rakyat, Bung Tomo juga meminta bantuan tentara dan medis melalui siaran Radio Pemberontak. Permintaannya pun terjawab. Markas besar TKR di Yogyakarta mengirim seorang komandan dan lebih dari dua puluh kadet untuk membantu para pejuang di Surabaya. Ratusan perawat dan sejumlah dokter secara sukarela datang ke Surabaya untuk membantu para pejuang.

Peperangan ini diketahui berlangsung selama tiga minggu dan dimenangkan oleh tentara Inggris. Meski kalah, namun jasa dan perjuangan Bung Tomo pada saat itu terus dikenang dan orasi-orasinya terus diperdengarkan.

Pada tahun 1950-1956, Bung Tomo masuk dalam jajaran Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran.

Bung Tomo juga menjadi anggota Konstituante mewakili Partai Rakyat Indonesia sebelum dibubarkan.

Pada awal Orde Baru, Bung Tomo merupakan tokoh yang mulanya mendukung Soeharto. Namun, Bung Tomo kemudian mulai banyak mengkritik program-program Soeharto.

Akibatnya, Bung Tomo ditangkap dan dipenjara atas tuduhan melakukan aksi subversif. Usai bebas dari penjara, Bung Tomo diketahui lebih memilih memanfaatkan waktunya bersama keluarga.

Wafat

Bung Tomo wafat pada tanggal 7 Oktober 1981 saat tengah menjalankan ibadah haji di Padang Arafah. Jenazahnya dimakamkan di TPU Ngagel, Surabaya.

Bung Tomo kemudian resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2008 di Istana Merdeka.

Baca Juga: Biografi Ki Hajar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm