Sonora.ID - Cerpen atau cerita pendek, sama seperti namanya, adalah cerita yang cenderung lebih pendek daripada novel dan termasuk sebagai karya sastra.
Layaknya karya sastra lainnya, cerpen pun bisa mengandung atau membahas berbagai tema, termasuk salah satunya adalah persahabatan di sekolah.
Sekolah menjadi lingkungan tempat kita bertumbuh, berkembang, belajar, dan bersosialisasi pada masa kecil, sehingga banyak orang yang menemukan sahabat dan teman dekat di lingkungan sekolah bahkan awet hingga dewasa.
Berikut ini adalah 12 contoh cerpen tentang persahabatan di sekolah.
Baca Juga: 7 Contoh Cerpen Singkat Bermakna yang Inspiratif dan Tidak Membosankan
1. Mona Lisa - Grace Paris
Cahaya matahari begitu bersinar pagi ini, Lisa siswi SMA yang sedang terburu-buru ke sekolah terlihat begitu bersemangat tetapi baru di gerbang sekolah terlihat mobil mewah terparkir dan tak beberapa lama kemudian seorang gadis turun sambil dipapah kemudian didudukkan di kursi roda, sambil tersenyum Lisa menghampirinya “Mona”, sapa Lisa dan gadis bernama Mona itu memegang tangan Lisa, “biar Lisa saja yang mendorongku”, ucap Mona pada pengasuhnya.
Mereka berdua melewati lorong sekolah menuju ke kelas, sepanjang perjalanan mereka menjadi bahan tontonan, Lisa dan Mona memang sudah lama bersahabat sejak kecil namun, keadaan Mona yang lumpuh karena sebuah kecelakaan tak membuat persahabatan mereka luntur bahkan Lisa senantiasa menemaninya.
Di sekolah hampir dikatakan mereka selalu bersama bahkan mereka satu kelas, layaknya saudara kandung karena Mona sendiri memang anak tunggal sedangkan Lisa mempunyai seorang kakak tiri yang tidak tinggal bersamanya yang bahkan belum pernah Mona lihat. Setiap akhir pekan mereka saling mengunjungi, bermain dan belajar bersama, namun akhir-akhir ini Mona merasa aneh dengan sikap Lisa, bila Ia ke rumah Lisa saat akhir pekan Ia selalu tidak dapat menemui Lisa, ketika Mona mencoba mengkonfirmasinya Lisa mengungkapkan berbagai alasan.
Suatu hari saat pulang sekolah Lisa dan Mona berjalan-jalan di halaman belakang sekolah, nampak seorang pemuda yang merupakan kakak kelas mereka bernama Willy untuk waktu yang lama Mona tak berhenti menatap pemuda itu. Willy memang terlihat jarang berada di sekolah karena terkenal dengan kenakalannya dan sering bolos tetapi anehnya selalu mendapat nilai tertinggi di ujian.
“Tunggu..” ucap Mona saat Willy melewatinya
“Ada apa?” ucap Willy datar
“Ohh tidak..” gugup Mona dan Willy dengan cueknya terus berjalan.
Sejak pertemuan itu Mona selalu tampak ceria dan sering mengunjungi halaman belakang sekolah. Disana, dia pun akhirnya bisa mengobrol dengan Willy. Melihat itu, Lisa sangat senang karena Mona yang selama ini ia kenal tidak begitu ceria. Sejak ia lumpuh, Lisa pun juga hanya mengamati dari kejauhan. Menurutnya jika Mona bahagia maka dirinya juga bahagia bahkan ia tak ingin Mona sedih suatu hari nanti.
Mona akhir-akhir ini sibuk dengan pertemuannya dengan Willy. Ia tak pernah melihat Lisa kecuali dalam kelas. Merasa bersalah dengan sikapnya sendiri, Mona memutuskan mencari Lisa dan setelah mencari kemana-mana kini Ia harus dihadapkan apa yang dilihatnya. Lisa sedang memeluk Willy. Namun, isak tangis Mona ternyata terdengar oleh Willy dan Lisa.
“Mona.. itu.. gak..” belum sempat Lisa menjelaskan, Mona telah pergi. Namun, karena terlalu sedih, dirinya tak tahu harus kemana dan keluar dari sekolah. Tiba-tiba, Mona malah tertabrak di jalan dan dilarikan ke rumah sakit.
Untuk beberapa hari Mona mengalami koma dan setelah sadar, dirinya melihat keluarganya dan Willy
“Untuk apa kau ke sini?”, tanya Mona sinis kepada Willy.
“Lihat ini..”, Willy memberinya cermin.
“Apa maksudmu? Wajahku tak apa-apa..” ucap Mona sambil bercermin.
“Mata..dan ini dia titipkan untukmu”, ucap Willy keluar meninggalkan Mona dan keluarganya.
‘Hai Mona.. apa kamu baik-baik saja? Ku harap begitu, aku minta maaf atas semuanya bahkan untuk kenangan buruk yang kau lihat sebelum kecelakaan itu. Aku harap kau tak salah paham atas diriku dan Willy. Dia itu kakak tiriku yang belum pernah kau lihat. Aku hanya menyesal tak dapat menemuimu tetapi aku dapat melihat dunia bersamamu. Salam Lisa’ tulis Lisa dalam sepucuk surat itu.
Mona menangis sambil membacanya dan mengetahui bahwa Lisa selama ini mengidap sakit kanker dan selalu pergi berobat saat akhir pekan. Mata yang dirinya ‘pakai’ saat ini adalah milik Lisa.
(8 November 2014)
2. Arti Persahabatan - Tafassahu
Nikmatnya bila semua serba tercukupi, semua keinginan bisa terpenuhi sampai barang apapun bisa dibelinya, itulah riska, seorang anak dari konglomerat yang sangat kaya, Ibu dan Ayahnya adalah pengusaha besar yang berada di daerah Jakarta. Namun, hal yang sangat baik dari keluarga itu adalah mereka mampu bersikap dan berperilaku layaknya orang biasa, bersopan santun, ramah terhadap tetangga begitupun kepada orang-orang yang berkunjung ke rumahnya. Tak terkecuali dengan Riska, anaknya manis dan tidak pernah manja dengan orang tuanya, dia bisa bersikap baik terhadap semua orang termasuk teman-temannya sehingga banyak yang betah ketika bertamu ke rumahnya.
Salah satu sahabat terbaik Riska yaitu Ika, dia berasal dari keluarga sederhana, rumahnya yang masih satu kecamatan dengan Riska, membuatnya gampang untuk bermain atau sekedar bertemu dengan Riska. Namun pada hari ini sahabatnya Ika tak pernah keliatan lagi, sudah hampir 3 minggu ini.
“Kok Ika ngga’ pernah keliatan? Kemana ya, biasanya dia selalu masuk sekolah”.
“Mungkin sakit”, jawaban dari Mama.
“Kalo begitu coba nanti sore aku pengen ke rumahnya lagi”, kata Riska sangat bersemangat.
Sudah beberapa kali Riska mengetuk pintu, tetapi tak ada jawaban dari dalam rumah, kemudian tiba-tiba muncul orang dari sebelah rumah.
“Ada apa mba”, tanya orang lelaki itu
“Saya mau mencari teman saya , Ika namanya”, jawabnya cepat
Alangkah terkejutnya Riska mendengar jawaban dari lelaki itu, jika Ika yang selama ini dia kenal dan menjadi sahabatnya mengontrak di rumah itu, kemudian kembali ke desanya karena menurut kabar orang tuanya sudah berhenti bekerja akibat di PHK oleh perusahaannya.
Sekembalinya Riska ke rumah, ia hanya bisa melamun dan tidak bisa berbuat apa – apa. Lantas ia pun bergegas ingin mencari Ika di desanya. “Mama, aku ingin mencari Ika, biarkan dia bisa melanjutkan sekolahnya lagi”, tanyanya
“Baiklah kalo itu keinginanmu, mari bergegas dan segera mencari alamat Ika dahulu”, jawab Mamanya dengan penuh perhatian
Akhirnya keinginan Riska terpenuhi, dan selama beberapa jam bertanya-tanya di tempat pedesaan yang pernah Riska ketahui, bisa menemukan alamat rumah Ika. Kedatangannya pun disambut haru dan isak tangis oleh keluarganya termasuk Ika. Pelukan hangat di antara mereka menjadikan persahabatan semakin erat.
“Ika, kedatanganku sama keluarga ingin mengajakmu kembali bersekolah sekaligus ikut kami ke Jakarta lagi”, kata Riska.
“Soal sekolah dan biaya apapun, kamu ngga’ usah khawatir biar saya yang menanggungnya”, lanjut Papa Riska.
“Baiklah bila Riska dan Bapak Ibu menghendaki dan memberikan kesempatan itu pada saya, saya sangat bersyukur dan banyak mengucapkan terima kasih atas kebaikan Riska dan keluarga”, jawabnya Ika diselingi haru yang luar biasa.
“Terima kasih banyak Pak, Buk, kami tidak bisa lagi harus memberikan imbalan seperti apa, karena hanya petani biasa”, lanjut Ibu dan Bapak Ika. Lalu mereka pun kembali berpelukan untuk kembali menyambut Ika menjadi sahabatnya kembali.
Baca Juga: 11 Cerpen Bahasa Inggris Singkat lengkap dengan Artinya, Banyak Tema!
3. Teman Pertama - Nadira Erwanto
Pernahkah kalian merasa kesepian, tidak mempunyai teman dan sangat dikucilkan? Aku Shanisa. Kalau begitu, izinkanlah aku membagi pengalamanku. Hari ini tanggal 11 Januari, dan aku sangat berharap hari ini pula aku dapat membuat kehidupan di sekolahku lebih baik. Di sekolah ini, aku tidak punya teman satu pun. Sungguh menyedihkan, bukan? Aku tidak pernah dilirik oleh siapa pun. Aku dipandang rendah dan sering sekali dihina oleh mereka. Mereka yang membenciku. Semua ini hanya karena rumor yang sengaja diedarkan oleh seseorang yang amat memarahiku, dia Revon.
Sekolah ini memang dipenuhi oleh anak orang kaya, yang mungkin dapat setiap hari menikmati makanan yang enak dan menonton TV layar lebar. Eksistensiku di sekolah ini dikarenakan beasiswa yang kudapat. Revon menyebarkan berita bahwa aku hanya merupakan anak panti asuhan yang dulunya dibuang oleh kedua orangtuaku. Rumor itu benar, itu fakta. Aku sangat tahu diri. Meski begitu, aku sangat kecewa ketika Revon dapat memengaruhi dan menghasut seluruh siswa untuk tidak berteman
-Oh, bahkan untuk tidak menghiraukan diriku sama sekali. Tentu saja, Revon sang cassanova yang notabenenya seorang ketua OSIS dan anak direktur terkenal pasti akan dipatuhi oleh semua warga sekolah. Tidak akan ada yang berani mencari masalah dengannya. Seringkali aku berpikir mengenai dua hal: Mengapa Revon begitu memusuhiku? Kapan aku dapat mempunyai teman?
Seperti biasa, aku sedang berada di kelas dan duduk di bangku paling pojok belakang. Ruangan kelas ini dipenuhi murid-murid yang saling mengobrol dan bercanda tawa, sementara aku hanya diam memperhatikan mereka. Bel telah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Ketika aku hampir saja memutuskan untuk tidur, mataku menangkap sosok guru yang memasuki ruangan kelas. Setelah ceramah panjang lebarnya, Miss Leina dengan wajah cerianya memberikan pengumuman.
“Hari ini, kelas kalian kedatangan murid baru.” Bertepatan dengan perkataan Miss Leina, sesosok cowok bertubuh jangkung memasuki kelas. Banyak siswi yang berbisik-bisik mengenai cowok tersebut. Ia berdiri di depan papan tulis, dan senyumnya merekah.
“Halo, nama gue Axel. Pindahan dari SMA Evanthius karena pengen nyoba yang baru. Salam kenal.” Setelah beberapa siswi cewek yang genit dan centil itu bertanya seputar info pribadi Axel seperti.
“Pin BBM lo apa?”
“Udah punya pacar belum?”
Akhirnya, Miss Leina kembali berujar sebelum topik tersebut benar-benar melenceng.
“Axel, kamu boleh duduk di tempat kosong yang kamu mau.”
Yang kutahu, setelah ucapan Miss Leina tersebut, cowok itu melangkah menghampiri bangku tepat di sampingku yang membuat seisi kelas bungkam.
—
“Hai, nama lo Shanisa Oktaviana ya? Gue panggil lo apa?”
Axel selalu saja berusaha mengobrol denganku, meski selalu ku akhiri dengan mengabaikannya atau pergi menjauhinya. Jujur, aku sangat kasihan kepada murid baru itu jika ia harus berurusan dengan singa macam Revon. Tapi, kali ini ia menahan lenganku. “Yah, jangan kacangin mulu dong. Kenapa, sih? Gue ‘kan ganteng, kok muka lo kayak ngeliat setan?”
Entahlah, ia memang sangat pede. Aku hanya memutar bola mata malas, lalu akhirnya membalasnya.
“Lo gak usah deket-deket gue. Murid lain aja pada ngelihatin sinis,” ucapku sekejam mungkin. Tampaknya ia belum menyerah, justru nyengir lebar.
“Wah, jahat banget. Gue tahu lo ada masalah sama dia, tapi gue gak peduli.” Aku mengangkat satu alis. Sepertinya, murid baru seperti dia nyari mati.
“Lo bisa ngomong gitu, sampe lo ketemu Revon beneran.” aku menghempaskan tangannya dan pergi meninggalkannya dengan tatapan mengintimidasi dari murid di sekitarku. Baru saja aku melangkah ke toilet, seseorang menahan bahuku dan mendorong tubuhku ke dinding tembok dengan keras. Aku meringis kesakitan, lalu berusaha melihat siapa gerangan orang yang melakukan hal ini kepadaku. Revon, as usual.
Cowok itu menyeringai, tatapannya membunuh. “Gue denger, lo deketin Axel ya? Lo minta gue keluarin dari sekolah ini, huh?” ia memberi jeda. “Udah baik dikasih beasiswa, malah ngelunjak.”
Ia menggertakku dengan keras. Aku hanya bisa memejamkan mata, kekuasannya di sekolah ini memang bagaikan segalanya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa, karena aku memang bukanlah siapa-siapa. Namun di saat itu juga, Axel datang.
Ia membelaku, dan menentang segala perkataan Revon. Yang membuatku bingung adalah ketika Revon tidak mengancam Axel sama sekali dan hanya membalas ucapan Axel dengan dingin.
Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka. Yang ku tahu, semenjak kejadian itu aku mempunyai sahabat baru, Axel. Semenjak itu pula, aku tidak lagi merasa kesepian dan Revon tidak lagi menggangguku.
Entahlah, cerita ini mungkin sudah selesai namun kehidupanku akan terus berlanjut. Aku tidak tahu apakah akan terjadi hal-hal lain, namun aku tahu bahwa sahabat yang kini ku miliki akan selalu, selalu ada disampingku. Ini tanggal 11 Januari. Namaku Shanisa Oktaviana, dan kini kehidupan di sekolahku telah dihiasi oleh warna.
4. Melupakan Teman Dekat - Azzahra Auliya Rahmah
Teman. Teman adalah seseorang yang paling bisa membuat kita tertawa dengan hal konyolnya. Namaku azzahra biasa dipanggil ajara, aku duduk di kelas 3 SMP. Aku punya 2 temen cowok. Mereka dulu sangat akrab kepadaku dan dinda sahabatku. Namun, semenjak mereka mempunyai temen cewek baru yang lebih asik daripada kita. Mereka menjadi sombong, bahkan kalau bertemu pun tidak saling sapa seperti orang tidak kenal. Mereka seakan-akan melupakan kedekatan kita yang dulu dengan mereka.
Keesokan hari sekolah, jam ke 1 dan 2 gurunya tidak masuk, dan tidak ada tugas dari guru tersebut. Akhirnya Aulia, si ketua kelas memberikan tugas agar mengerjakan LKS saja.
Yaa kalian tau sendiri, murid-murid kalau dikasih tugas bukan oleh gurunya pasti tidak benar ngerjainnya. Kelas pun menjadi berisik karena mengerjakan tugasnya sambil ngobrol, bercanda ataupun bergosip.
Namun,aku dan Dinda berbeda, kita di kelas hanya murung dan sedih melihat teman cowok kita sekarang asik dengan teman barunya itu. Aku dan dinda pun bercerita,
“Din, gue sedih deh, kesel liat mereka, seru banget bercandanya” kataku dengan lemas. “Iyaya jar, mereka gak inget apa dulu deketnya ama siapa?” sahut Dinda.
Aku pun menjawab “Iya, padahal dulu apa-apa ke kita, bercanda sama kita, ngerjain tugas aja bareng kan.” “Ya udah lah jar, mungkin mereka emang udah lupa sama kita”, sambung dinda dengan muka kesal.
“Gua kangen din, kenapa sekarang berubah? kenapa jadi begini sih?” kataku dengan mata berkaca. “Sama kali jar, gua juga kangen. Tapi ya mau gimana lagi? Toh pas dia butuh juga entar larinya ke kita”, jawab Dinda dengan kecewa.
Tak lama pun masuk jam ke-3, kami kurang bersemangat mengikuti pelajaran karena mereka. Namun, apa daya kita tidak bisa buat apa-apa.
Waktu terus berjalan. Aku dan dinda perlahan melupakan mereka, memang sulit rasanya melupakan teman yang dulu sangat dekat dengan kita tiba-tiba pergi begitu saja. Walaupun kadang teringat lagi, tapi memang itu yang harus kita lakukan. Daripada kita mengharapkan orang yang mungkin tidak akan kembali seperti dulu lagi dan juga tidak mempedulikan kita, sebaiknya mencari teman baru yang mungkin lebih mengerti kita.
5. Pelukan Kami untuk Kelas - Lia Afifah
Yah benar, sudah satu bulan penuh liburan sebagai bonus bagi guru terutama murid atas proses pembelajaran dua semester yang telah berlalu. Sekolah sudah kembali merekrut anak kelas tujuh, syukurnya angkatan kami semua lulus dan naik ke kelas sembilan.
Senin ini buru-buru bersiap sekolah dengan sandangan tas baru, penampilan lebih rapi dan terkhusus sepatu hitam tanpa campur warna lain. Lengkap dengan dasi dan rok yang belum ganti jadi abu-abu. Hah, rasanya engga sabar aja untuk menyelesaikan dua semester ini. Tapi setelah dipikir-pikir sangat menyakitkan pastinya jika wajib pisah sekolah dengan sahabat terpaling-paling sayangnya aku. Namun kami selalu berdoa untuk satu sekolah lagi nantinya dengan tujuan SMA yang tentu sama dong.
Dengan pagi yang bahagia melenggang menuju mading sekolah, walau bibirku yang tidak senyum tapi hatiku dari tadi telah berseri-seri tersenyum. Amazing banget, ternyata kami satu kelas lagi. Ah, pengen banget teriak melompat-lompat, tapi jangan deh, lagi rame soalnya.
Lanjut mencari kelas IX-1 yang syukurnya ternyata di lantai bawah.
“Tir sini, aa… kangen berat tau gak.” Tania.
“Iya sama, lagian Ntan, ngapain sih pake acara pulang kampung selama sebulan pula tuh. Tapi syukur banget sih akhirnya kita sekelas lagi” kataku kegirangan sambil duduk di kursi sampingnya Tania.
“Ya mau gimana lagi yah, kalo aku gak ikut orangtua trus sendiri dong di rumah, ngeri banget kalo dibayangin, apalagi malam Tir, ihh ogah mah yaww dipeluk hantu” ujar Tania sambil membayangkan.
“Kan bisa Ntan mu nginep di rumahku”, dengan sedikit sebel menjawab Tania.
“Yaa, mu mah enak bilang gitu, yang segan mah aku nya Tir. Masa selama tiga puluh hari numpang hidup sama keluargamu. Orang tuamu emang gak masalahin tapi kamu tau sendiri lah Fadilah Tania Kiran ini gimana” ujar Tania membela diri.
“Sok malu, sok segan, sok santun, masih banyak lagi.” ucapku bercanda.
“Ihh, TIARA” teriak Tania.
“Iya hadir Ntan, udah ah hayuklah ke lapangan.” bujukku sebelum emosinya memuncak dan berhubung sebentar lagi jam tujuh tepat.
Berbaris rapi, siap dan tegap untuk mengikuti upacara bendera yang dilakukan pengurus OSIS pagi ini. Seusai upacara dengan sedikit susah diatur bagi siswa baru yang telah seminggu sudah menyelesaikan masa pengenalan lingkungan sekolah atau singkatnya MPLS. Seperti biasa di awal masuk pasti bersama walas dan tak luput dari pengenalan diri. Berhubung kami telah dua tahun bersama tentu tidak ada yang tidak kenal lagi, ada yang satu organisasi, dikenalkan dari teman satu kelas dulu, dan lainnya.
“Baiklah semuanya kita sudah menyepakati perangkat kelas tanpa debat, berhubung lima menit lagi istirahat kita cukupkan sampai disini. Pesan Ibu tolong patuhi semua kesepakatan dengan guru mata pelajaran kalian. Ibu pamit dulu dan silahkan istirahat”, penyampaian arahan berwibawa dari wali kelas kami Bu Walen, yang biasa dipanggil Bu Wal mengajar seni budaya.
“Baik Bu, siap Bu, oke Bu.” berbagai jawaban kelas dengan tujuan yang sama.
“Bawa bekal kan Ntan?” tanyaku.
“Yooii bawa, makan di kelas atau gazebo Tir?” Tania.
“Kelas aja deh.” kami makan sambil berbincang-bincang.
“Jujur deh, seneng banget loh kita sekelas lagi.” Tania. “Iyalah, inget yah kita bukan musuh bukan saingan, kita satu kelas lagi dan terpenting sahabatan. Jadi harus saling menguatkan terutama kerjasama yang legal.” ujarku.
“Contohin dong yang ilegal tuh kayak mana.” canda Tania. “Yaelah, kayak mu yang minta contekan ujian waktu itu loh.” ujarku sok serius.
“Enak aja, emang pernah yah?” tanyanya.
“Yah, sok lupa dia”, ujarku sambil tertawa dan Tania beneran mikir kapan dia nyontek, padahal kan emang gak pernah, setauku.
“Udah-udah ah, janji dulu kita akan terus saling menguatkan, membantu dan kerjasama sesuai kemampuan kita”, kata Tania serius.
“Iya, janji, janji, janji.” ucap kami mode serius saling menautkan kelingking dan serentak mengucapkan “SAH.” lalu tertawa terbahak-bahak.
Sebulan ini telah berlangsung kegiatan kami seperti biasa. Tiba-tiba Jiji naik ke atas mejaku. “Tania, Tiara, Kalian kenapa sih selalu aja makan, cerita, pulang pun berdua.” interogasinya.
“Emang kenapa? Apa mu terganggu Ji? Yang lain masalah juga kah?.” tanyaku sedikit emosi. “Apa pernah kalian dengar kami gibahin kalian, trus apa dong masalah buat kalian? Ngapain kamu nanya gitu Ji. Kesan mu ngomong gitu sedikit menyentil loh Ji. Dan maaf aja yah soal bercerita sama kalian belum bisa, ku gak tau apa kalian ini ember apa bukan, apa kalian peduli dengan ceritaku yang mungkin gak sefrekuensi dengan kalian.” Tania ikut terbawa emosi dengan kelakuan Jiji.
“Oh satu lagi, tolong sedikit sopan yah, untung gak ada guru ngelintas depan kelas” ucap Tania memukul meja lumayan keras.
“Bentar ada lagi, privasiku hanya orang tertentu yang boleh tau. Jadi tolong mengerti aja, kita satu kelas, kita semua teman, jadi mending kita saling memberi kesan yang baik aja yah.” jelasku yang memang gak pengen bikin masalah dan biar tidak ada yang merasa didiskriminasi.
Keesokan pagi jam pertama sama walas, Bu Wal bertanya soal masalah kami kemarin. Ternyata probleman kami kemaren sampe ke telinga Bu Wal.
“Salah satu dari kalian tolong jelaskan rinci keributan di kelas kemarin. Ibu tidak ingin ada keributan antar anak asuh Ibu. Tidak ada pengelompokan dan geng-gengan.” jelas Bu Wal.
“Baik Bu, biar Tiara terangkan masalah kemarin”, jawabku.
Setelah mendengar penjelasan dariku tidak ada sanggahan dari teman karena yang kusampaikan seperti adanya. “Oke Bu Wal simpulkan, kalian pengen Tiara dan Tania terbuka, transparan dengan kalian, benar?” Bu Wal. “Iya Bu, benar.” jawab mereka sebagian.
“Dulu Bu Wal juga pernah remaja seperti kalian, memang benar kita bercerita lebih sering pada teman yang kita percaya seperti seorang sahabat. Tapi Tiara sama Tania jangan berdua aja terus, kalian semuanya harus bersosialisasi antar satu sama lain, ngumpul bareng-bareng, saling mencurahkan. Bukan berarti Bu Wal meminta pada anak didik Ibu membicarakan masalah pribadi ya. Seperti status keluarga, tapi biasakan mengangkat topik umum yang dibahas siswa remaja, supaya suasana kelas ramai hingga nantinya tercipta rasa kekeluargaan. Kalian saling dekat satu sama lain, damai dan ramai. Bu Wal sebagai walas pun senang, bisa dimengerti dan laksanakan ya nak.” terang Bu Wal memberi pengertian. “Iya bu, mengerti.”
Saat pulang sekolah kami saling meminta maaf dan bertekad akan membangun suasana kelas lebih hidup dan menghindari pertengkaran. Setelah kejadian di kelas suasana kelas memang lebih ramai, lebih banyak canda tawa, lebih toleran antar teman karena semua telah sadar, suatu hubungan yang baik dimulai dari kerjasama yang lebih baik.
Baca Juga: 7 Contoh Cerpen Singkat Bermakna yang Inspiratif dan Tidak Membosankan
6. Sore Hari di Pantai Kuta
Namaku Malika Nattaya. Orang asli Bali. Sekarang aku sedang di Pantai Kuta. Menikmati angin sore. Sore ini sangat cerah. Aku menulis sesuatu di pasir menggunakan kayu. ‘Malika dan Erin’ itu yang kutulis.
Erin adalah sahabatku. Nama lengkapnya adalah Erina Matthew. Sekarang dia sudah menemui sang kuasa. Aku teringat kejadian itu. Mataku mengalir.
“Malika!!!” Erin berteriak saat aku sedang menangis di pantai ini. Aku tidak menghiraukannya.
“Hey! Kenapa kau menangis?” tanyanya.
“Baju ibu hanyut di laut” kataku. Aku takut dimarahi ibu.
“Akan aku ambilkan!” Erin melepas bajunya.
Dengan leging dan kaus ia berenang ke laut, padahal waktu itu sudah hampir malam. Aku terus menunggu dengan cemas. Sampai seorang nelayan datang menghampiriku.
“Adek ngapain malam-malam di sini?” tanyanya.
“Bapak akan melaut? Tolong carikan teman saya, dia dari sore belum kembali” aku dengan gelisah menjelaskan.
Bapak itu mengangguk. Aku disuruh menunggu di rumahnya.
Esok pagi bapak itu kembali dengan Erin.
Aku sangat senang. Tapi raut wajah bapak itu tidak senang.
“Maaf dek, teman adek sudah ditemukan mengambang di air. Dan dia sudah pergi” bapak itu berkata dengan wajah tertunduk.
Aku tak percaya akan hal ini. Sahabatku pergi karena aku! Aku menyesali perbuatanku untuk tidak melarangnya. Aku menangis sejadi-jadinya saat itu.
Kini pantai ini adalah saksi bisu persahabatan kami, dan untuk pengorbanan Erin. Semoga kau tenang di sana Erin!
Cerpen 7
Aku Virda, aku beruntung mempunyai sahabat yang selalu ada untukku, kami melewati suka duka bersama. Suatu ketika aku dan sahabatku bertengkar karena masalah yang kuanggap sepele, semua itu baru kusadari bahwa sahabatku sangat penting bagiku.
Suatu hari aku pergi ke mal bersama sahabatku, aku menyuruhnya membawa belanjaanku, dan ternyata belanjaanku yang dibawanya tertinggal. Saat itu juga aku marahi dia dengan perkataan yang kasar karena keegoisanku.
“Vir, tolong pegang belanjaan ku ini ya, soalnya berat banget,” kataku.
“Iya sini aku bantu bawa belanjaannya, takut kamu keberatan,” katanya.
“Siap, kamu memang sahabatku yang paling pengertian,” jawabku.
“Haha iyalah sesama sahabat memang seharusnya saling membantu” jawabnya sambil tersenyum. Sembari berpelukan.
“Kamu lapar enggak?” tanyanya.
“Lapar si, mulai keruyukan nih perut,” jawabku.
“Makan yuk! sekarang aku yang traktir, aku juga lapar” sambil menatapku dengan lemas.
“Hmm, ya sudah ayoo” jawabku.
Lalu sampailah kami di warung seberang mal.
“Kamu mau pesan apa vir?” tanyanya.
“Aku ngikut kamu deh,” jawabku.
“Hmm, oke deh,” jawabnya.
Beberapa menit kemudian kami selesai makan dan mulai berkendara untuk pulang.
“Eh.. kayaknya ada yang ketinggalan deh, tapi apa ya?” tanyanya dengan muka yang heran.
“Hmm, apa ya?” aku membantu berpikir.
“Oh iya belanjaanku mana?” celetukku.
“Ya ampun.. oh iya aku lupa, ketinggalan di warung tempat kita makan tadi,” jawabnya dengan rasa bersalah
“Apa? Ketinggalan? Yang bener aja, kita kan udah jauh dari warung tempat kita makan tadi,” jawabku dengan kesal.
“Duh, maaf banget ya vir, aku benar-benar lupa,” jawabnya dengan berkeringat.
“Apa? minta maaf? kamu pikir dengan minta maaf bisa membuat barangku kembali dan masalah selesai? Enggak kan? Seenaknya aja kamu minta maaf,” jawabku dengan kesal, lalu tanpa basa basi aku pergi meninggalkannya.
Keesokan hari, dia datang membawa belanjaanku dan meminta maaf karena kejadian kemarin, tetapi aku tetap menghiraukan nya. Maka setelah beberapa lama lama, aku sadar bahwa hal yang aku lakukan adalah sebuah kesalahan, dan aku tersadar betapa egoisnya diriku. Aku pun meminta maaf.
8. Ku Ukir di Pasir
Mereka bercerita cukup panjang, dan terlihat sangat serius tidak seperti biasanya. Jika mereka bertemu selalu berakhir tawa dan wajah kebahagian. Ia sangat menyayangi sahabat sejatinya itu. Tiba-tiba terdengar suara tamparan. James menampar Beny.
Terdiam, lalu Beny mengatakan terimakasih kawan engkau telah membuatku terluka. Bukan itu maksudku Beny! Percayalah semua itu salah kembalilah Beny aku akan membantumu dari jeratan itu.
Kedua pergi meninggalkan tempat itu dan kembali. Keesokan harinya ia pergi bersama temannya yang lain untuk berenang di danau yang sangat indah itu. Dan meninggalkan james di dalam mes bersama teman yang lainnya.
Ketika terbangun ternyata dilihatnya temannya yang lain menyelamatkan Benny yang tenggelam di danau. James berlari dan melihat sebuah tulisan di pasir bertuliskan, James terimakasih telah menyadarkanku.
Apa yang terjadi. Mereka membawanya ke Mes untuk mendapatkan pertolongan pertama. Sambil membawa dan menggendong tubuh Beny, James mengoceh tidak karuan apa yang engkau lakukan Beny maafkan aku telah menyakitimu. Aku ingin engkau kembali seperti dulu.
Lalu tim sar memberikan pertolongan akhirnya Beny sadar. Sambil menangis James memeluk Beny maafkan aku. Apa yang kau lakukan James kata Beny.
Engkau membuatku takut kehilanganmu. Akhirnya mereka berpelukan aku menulis di pasir tentang apa yang kau lakukan padaku agar aku tidak merasa disakiti olehmu.
Terimakasih telah menyelamatkanku aku akan ingat kata-katamu aku akan berhenti menggunakan barang haram itu dan akan menjalani kehidupan seperti dulu. Engkau sahabat sejatiku.
Baca Juga: Berikut Ini 5 Contoh Cerita Pendek Anak TK yang Bisa Jadi Referensimu!
Cerpen 9
Sebuah kisah persahabatan dua gadis cilik. Mereka selalu saling menyayangi dan saling membantu satu sama lain. Persahabatan mereka terjalin sejak kecil ketika duduk di bangku Taman kanak-kanak hingga saat ini duduk di bangku SMP.
Kemana pun selalu sama, dilakukan bersama karena kebetulan rumah mereka berada di kota yang sama. Membuat mereka juga saling mengunjungi rumah satu sama lain. Kedua keluarga mereka juga mengetahui kedekatan persahabatan kedua anak-anak mereka.
Suatu ketika ada teman mereka yang sangat tidak suka dengan persahabatan mereka. Karena satu hal, ia merencanakan agar dua anak tersebut saling membenci. Aisyah dan fitri tidak pernah bertengkar sama sekali selama bersahabat.
Esoknya mereka sekolah, Aisyah dan Fitri juga duduk bersama dalam satu meja. Apa –apa dikerjakan bareng, main juga bersama. Tiba-tiba Aisyah kehilangan jam tangan miliknya. Aisyah bertanya kepada Fitri. Apakah ia melihat jam kesayangannya itu
Lalu fitri juga ikut sambil mencari jamnya. Coba lihat dulu di tas kamu siapa tau terselip. Lalu Aisyah mencari jam dalam tasnya ternyata tidak ada. Dan mencari di tas fitri sendiri siapa tau terbawa sewaktu beberes buku saat belajar. Ternyata tidak ada juga
Hei jam kamu hilang ya? Coba cek siapa tahu teman kamu sendiri yang mencurinya. Maksud kamu apa ya? Alah jangan sok suci lo. Coba periksa tasnya sekarang.
Fitri dan Aisyah bingung dan Reina merampas tas Fitri dan mengeluarkan isi tasnya terlihat ada jam miliknya . Mereka pun terkejut. Aisyah menuduh fitri mencuri jamnya dan ia sangat kecewa dengan fitri. Tanpa bicara apapun Aisyah menjauhinya namun akhirnya tetapi ternyata Aisyah mencari tau tentang kebenaranya ternyata Reina telah merekayasa jamnya dan akhirnya ketahuan. Akhirnya Aisyah dan fitri berpelukan kembali dan saling memaafkan. Sahabat ku tidak mungkin melakukan hal yang salah dan aku percaya itu.
10. Panggil Dia Rina
Namaku Kristina kelas 2 SMP. Aku punya sahabat yang lebih dari segalanya. Kemana aja kita selalu bersama bahkan ketika kelas kami berbeda persahabatan tetap bisa berjalan dengan baik. Kami selalu mengisi kekurangan dan kelebihan.
Suatu ketika ujian sedang berlangsung Rina datang terlambat, lalu guru kami marah dan mengusirnya tanpa berkata apa-apa Rina langsung pergi meninggalkan ruang kelas tanpa rasa ragu. Hatiku tidak tenang ingin berontak kenapa terlambat lagi sih padahal tadi pagi aku telepon supaya jangan terlambat aduh Rina.
Resting pun tiba aku lari kesana kemari mencari sahabatku entah dimana dia. Tepat di kantin pojok kutemukan dia dengan tenang sambil makan dan minum. Rina panggilku. dia pun menoleh kenapa sih terlambat kan tadi sudah aku telpon kamu. Dia tidak menjawab. Aku terus bicara Rina tatap aku kamu kenapa sih? Kenapa akhir akhir ini kamu bersikap seperti ini.
Tidak apa apa. Semua baik baik saja. Enggak pokoknya engkau harus bicara sekarang atau aku tidak akan menganggapmu sebagai sahabat lagi Rina tetap diam dan aku meninggalkannya. Diam diam setelah pulang sekolah aku mengikuti Rina pulang aku ingin tahu siapa yang telah merubahnya. Dan akhirnya tiba di rumahnya aku melihatnya biasa saja bahkan di perjalanan tadi aku tidak menemukan siapapun yang ditemuinya. Sampai aku terdengar suara hentakkan yang sangat keras.
Aku kaget …dan berusaha ingin tahu ada apa?. Untuk mencari tahu dari balik pintu aku mendengar Rina dan ibunya sedang adu mulut hingga menghancurkan semua barang perabotan.
Keesokan pagi aku berdiri di balik pagar rumahnya. Hingga menunggu Rina keluar..tidak lama kemudian Rina keluar betapa kagetnya Rina melihat. Belum sempat mengeluarkan kata-kata aku langsung memeluknya. Mengapa engkau tidak pernah cerita apapun tentang kehidupan dan permasalahan itu bukankah engkau selalu membantuku selama ini aku menangis dan Rina pun bingung.
Baca Juga: 7 Contoh Cerpen Horor, Seram dan Menegangkan, Kamu Berani Baca?
11. Senasib
Namaku Dije aku seorang putri ke 3 dari 5 bersaudara ibuku seorang buruh karyawan dan seorang single parent. Dalam hidup aku punya prinsip jalani hidup yang telah ditakdirkan. Bersyukur dan berusaha semampunya. Keseharianku selain sekolah membantu ibuku di rumah.
Aku tinggal di sebuah komplek tidak jauh dari beberapa kawanku yang bernama putri. Tidak jauh beda dengan hanya saja ia masih memiliki ayah dan ibu yang sempurna tentunya. Namun kami merasa hidupnya sama. Harus berjuang demi masa depan yang lebih baik karena berasal dari keluarga yang belum kaya.
Tanpa disadari kejenuhan datang saat ada kemudahan, entah mengapa kami tergiur tanpa berpikir panjang untuk bolos dan main ke pantai bersama teman yang lain dian, Retno dan fitri. Saat kelas kosong bengong dan bingung mau cari kesenangan seperti apa. Akhirnya pilihan jatuh kepada pantai.
Naas kami keciduk guru karena tidak ada di kelas pas jam akhir. Mau tak mau harus dijalani dan diterima hukumnya yaitu kena SP serta pemanggilan orang tua masing-masing merasa bersalah sih atas kejadian itu. Namun seharusnya mereka percaya kami hanya bermain tidak lebih tidak kurang.
Hanya mencari kesenangan menikmati pantai tanpa melakukan hal lain dan aneh. Apa boleh buat kami habis-habisan di marah seharian oleh kedua orang tua. Terutama putri dan aku, sampai-sampai aku dituduh sebagai biang keladi mengajak putri untuk bolos. Sempat renggang persahabatan karena orang tua namun diluar itu kami tetaplah sahabat.
Saat ini alhamdulilah persahabatan tetap terjalin walau rintangan datang menggoda. Namun itulah sahabat dalam apapun kami bersama membuktikan bahwa sahabat tidak ada hubungannya degan perilaku siapapun sahabat tidak akan mempengaruhi pribadi dan diri kami.
12. Sahabat yang Hilang
Aku ingat saat dulu keakraban selalu terjalin diantara aku. Aku orang yang paling susah dekat dengan siapapun sedangkan sahabatku membutuhkan aku karena dia tidak percaya diri di sekolah. Kami saling membutuhkan dan menjadi sahabat. Sekolah bersama bermain dan segalanya bersama.
Tapi itulah meski ia sahabat kami adalah anak-anak yang mengikuti takdir yang dibawa dari keluarga kemana keluarga di situlah kami. Kami terpisah kelas 3 SMP aku harus melanjutkan sekolah di luar kota sedangkan ia merasa putus asa hingga akhirnya memutuskan sekolah di dekat rumah saja.
Tiba akhirnya ia datang ke rumahku setelah beberapa tahun lamanya tidak bertemu. Aku heran mengapa dia sangat merindukan aku. Laila namanya anak yang polos sama cupu nya dengan aku.. namun kegiatan aku saat SMA sangatlah banyak berbeda dengannya yang hanya sekolah dan dirumah.
Malam itu ia tidur di rumahku ia meminta fotoku dan membawanya pulang. Tidak ada yang diceritakan selain kehidupan sekolah masing-masing hingga tiba keesokan harinya aku mendengar dari ibuku kalau Laila nyaris bunuh diri karena hamil diluar nikah.
Aku bingung mau percaya atau tidak. Tapi itulah adanya. Mungkin itu yang ingin Laila sampaikan padaku malam itu namun mungkin Dia tak tau harus bagaimana. Kasihan dia aku sangat menyesal Mengapa aku tidak bertanya saat itu. Namun sudahlah itu takdirnya padahal 1 tahun lagi kami akan lulus sma namun ia harus terputus karena cintanya.
Berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.
Baca Juga: 4 Contoh Cerpen Singkat Terbaik Beserta Unsur Intrinsiknya, Lengkap!