Sonora.ID - Rumah adat Sulawesi Selatan selama ini memiliki ciri khas dan filosofinya yang mendalam serta berbeda dengan rumah adat daerah lain.
Ada beberapa rumah adat di provinsi Sulawesi Selatan yang keseluruhannya memiiki ciri khas unik.
Berdasarkan dari klasifikasinya, setiap rumah adat memiliki bentuk, tata ruang, hingga ornamen yang berbeda-beda.
Di sini biasanya rumah adat tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal. Rumah adat juga mengekspresikan budaya dan tradisi masyarakat.
Sulawesi Selatan memiliki beberapa suku seperti Suku Bugis, Makassar, Mandar, Toraja. Tak heran jika Sulawesi Selatan bisa memiliki rumah adat yang beragam.
Baca Juga: 5 Jenis Rumah Adat Melayu di Indonesia, Lengkap dengan Keunggulannya
1. Rumah Adat Tongkonan
Istilah Tongkonan berasal dari suku Toraja yaitu “tongkon” yang artinya duduk. Rumah adat ini merupakan rumah adat dari suku Toraja, yang menetap di pegunungan bagian utara Sulsel.
Rumah ini merupakan tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara komunal dan turun temurun oleh keluarga atau marga Suku Toraja.
Ciri khas
Rumah adat Tongkonan dibangun memakai kayu yang didirikan di atas tumpukan kayu. Jenis kayu yang dipakai adalah kayu Uru, salah satu yang paling mudah ditemukan di Sulawesi.
Selain itu, pembangunan juga dilakukan tanpa unsur logam, bahkan paku juga sangat jarang dipakai untuk membangun Tongkonan.
Filosofi
Kepala kerbau yang ada di rumah Tongkonan menjadi penanda status sosial pemilik rumah. Semakin banyak kepala kerbau yang dipasang, semakin tinggi pula status sosial orang tersebut di masyarakat.
Kemudian, karena suku Toraja masih memiliki kepercayaan pada leluhur mereka, proses pembangunan rumah pun tidak sembarangan.
Mereka harus dibangun dengan syarat yang telah ditetapkan oleh para nenek moyangnya. Seperti rumah harus menghadap ke utara, sebagai awal kehidupan. Lalu bagian belakang menghadap ke selatan sebagai akhir dari kehidupan.
Baca Juga: 5 Jenis Pakaian Adat Betawi, Lengkap Penjelasan Penggunaannya
2. Rumah Adat Balla
Rumah adat Sulawesi Selatan yang berikutnya adalah rumah adat Balla yang berasal dari Kota Makassar.
Rumah Adat Balla secara harfiah diartikan sebagai rumah besar atau rumah kebesaran yang dihuni oleh raja.
Ciri Khas
Bangunannya dirancang berdasarkan syarat kebiasaan umum yang berlaku turun-temurun dalam wilayah Kerajaan Gowa, sebagai syarat yang harus dipenuhi bagi sebuah rumah adat suku Makassar terutama untuk kediaman raja.
Arsitektur rumah adat ini berbentuk rumah panggung yang merupakan refleksi dari rumah adat pada masa Kerajaan Gowa.
Rumah adat balla lompoa terdiri atas tiga bagian. Pada bagian atas yang disebut loteng atau pammakang berfungsi sebagai plafon.
Kemudian bagian tengah merupakan badan rumah disebut kale balla berfungsi sebagai ruang tamu dan kamar tidur. Sedangkan bagian bawah atau kolong rumah disebut passiringang berfungsi sebagai tempat kendaraan. Ketiga bagian tersebut melambangkan falsafah sulapa appa.
Filosofi
Sulapa appa sebagai falsafah rumah adat Makassar memiliki pandangan bahwa alam semesta secara horizontal bersegi empat yang direfleksikan pada struktur bangunan meliputi areal tanah, bangunan induk mulai dari lego-lego, kale balla, pammakkang, benteng, tontongan, dan rinring rumah.
Baca Juga: 5 Jenis Pakaian Adat Betawi, Lengkap Penjelasan Penggunaannya
Secara vertikal konsep arsitektur tradisional Makassar memiliki pandangan bahwa alam terdiri dari tiga kosmos yaitu atas, tengah, dan bawah. Falsafah ini direfleksikan dalam bentuk rumah tradisional yang terdiri atas ulu balla, kale balla, dan passiringan.
Makna filosofi ini terlihat pula pada bentuk ulu balla yang berbentuk prisma segi tiga. Pemaknaan angka tiga melambangkan stratifikasi sosial masyarakat Makassar yang terdiri dari bija karaeng (raja dan keturunannya), to maradeka (rakyat biasa), serta ata (hamba sahaya).
3. Rumah adat Langkanae Luwu
Bentuk rumah adat Sulawesi Selatan di Luwu pada umumnya adalah rumah panggung yang merupakan simbol budaya masyarakat.
Sebab dianggap bahwa rumah panggung harus mempunyai tiang-tiang utama yang disebut pim posi' atau posi bola. Itu merupakan kebudayaan Luwu dan setiap perbuatan yang kita lakukan harus mappisabbi' (minta izin) pada pim posi'.
Rumah adat langkanae berbentuk persegi empat yang mempunyai empat unsur yaitu tanah, api, air, dan angin. Dari keempat unsur ini harus seimbang tidak boleh saling terputus.
Empat komponen ini juga diartikan sebagai karakter pada diri manusia, yaitu tanah sebagai kesabaran, api sebagai amarah, air sebagai kekuatan, dan angin sebagai keserakahan. Dari keempat unsur ini harus disembahkan di dalam kehidupan.
Tiga tingkatan yang berbentuk "segi empat", atau disebut sulapa eppa' yang berbentuk belah ketupat. Pada tiga tingkatan ini, dihubungkan dengan kehidupan dunia manusia yaitu dunia atas (botting langi'), dunia tengah (ale bola) dan dunia bawah (awa bola).
Rumah Langkanae terdiri atas tiga bagian, ada kolong (sullu), ale bola, dan palandoang/rakkeang (loteng). Pada kolong bawah rumah digunakan sebagai tempat beristirahat.
Ale bola digunakan untuk tempat tinggal yang terdiri dari beberapa petak. Ada ruang raja, permaisuri, ruangan tempat penyimpanan benda pusaka dan ruangan pejabat. Kemudian pada rakkeang digunakan untuk menyimpan padi, anak gadis, dan kucing.
Baca Juga: 7 Upacara Adat Bali yang Unik dan Manarik, Beserta Maknanya Lengkap!
4. Rumah Adat Saoraja dari Suku Bugis
Berikutnya adalah rumah adat dari Suku Bugis, yaitu Saoraja. Rumah adat Suku Bugis lebih banyak mendapat pengaruh Islam.
Anda bisa melihatnya dari arah rumah yang selalu menghadap kiblat. Dalam proses pembangunannya pun rumah Bugis tidak memakai paku, melainkan dengan kayu atau besi.
Ada dua jenis rumah Saoraja, satu Saoraja untuk kalangan bangsawan, dan rumah Bola untuk rakyat biasa. Meski begitu, namun keduanya memiliki unsur-unsur yang sama. Berikut adalah 3 unsur bagian pada rumah adat Saoraja:
Kalle Bala, atau pembagian ruangan. Ada ruang tamu, kamar tidur, dan dapur.
Rakkeang atau dalam bahasa Bugis berarti bagian yang dipakai untuk menyimpan benda-benda pusaka.
Selain itu, tempat ini juga dipakai menyimpan makanan.
Passiringan atau Awasao, yaitu ruang yang hampir mirip dengan gudang, dipakai sebagai tempat menyimpan peralatan tani, sekaligus sebagai kandang hewan ternak.
Rumah Bugis ini juga memakai konsep rumah panggung yang dibuat dari bahan berbagai jenis kayu. Ciri khasnya ada pada atap yang berbentuk pelana dengan timpalaja yang jumlahnya disesuaikan dengan status sosial pemilik rumah. Timpa Laja atau gevel ini adalah bidang segitiga antara dinding dengan pertemuan atap.
5. Rumah Adat Boyang dari Suku Mandar
Rumah adat Sulawesi Selatan yang terakhir adalah rumah adat dari Suku Mandar, yaitu rumah adat Boyang. Suku Mandar ini dikenal menempati sebagian Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Beberapa orang mengenal mereka melalui perayaan adatnya yaitu Sayyang Pattu’du atau kuda menari dan Passandeq, tradisi mengarungi laut dengan cadik. Rumah adat suku Mandar ini juga merupakan rumah panggung yang ditopang oleh tiang-tiang dari kayu.
Rumah Boyang sebenarnya hampir sama dengan rumah Bugis. Hanya saja, teras atau lego rumah Boyang jauh lebih luas dan besar. Atapnya juga berbentuk unik, seperti ember yang miring ke arah depan.