"Ini tentu bagian dari tugas bunda literasi untuk mengenalkan, membiasakan membaca sebagai aktivitas sehari-hari di lingkungan keluarga," ujarnya.
Massifnya program gerakan literasi yang dilakukan Perpusnas bersama perpustakaan daerah diapresiasi Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di London, Khoirul Munadi.
Di Inggris, tambah Khoirul, peran perpustakaan wilayah malah sentral sekali. Secara umum, perpustakaan wilayah di Inggris berkewajiban memberikan akses informasi yang luas dan gratis, memberikan program pengembangan keterampilan, menunjang kemampuan literasi digital warganya, serta sebagai pusat komunitas (community center) berupa ruang terbuka nan inklusif.
"Ini serupa dengan yang dilakoni perpustakaan umum di Indonesia," tambahnya.
Pada kesempatan akhir, Deputi Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas Adin Bondar, menjelaskan konsep literasi untuk kesejahteraan melahirkan paradigma baru perpustakaan. Di mana perpustakaan tidak lagi berkutat dengan manajemen koleksi, tapi justru mengembangkan kemampuan dan kualitas SDM.
Namun, di sisi lain Adin menyayangkan karena masih banyak kebijakan pemerintah daerah yang belum berpihak pada pembangunan SDM. Mereka merasa fokus tersebut belum sesuatu yang esensial.
Padahal, di belakang majunya pembangunan sejumlah negara-negara hebat karena ditopang oleh budaya literasi yang kuat. Meski pun negara-negara tersebut tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah.
"Literasi akan membentuk masyarakat berpengetahuan, percaya diri, dan bahagia," ungkap Adin.
Adin kembali mengingatkan, pembentukan masyarakat literasi diawali dengan kebiasaan atau budaya baca yang kuat. Ketika hal tersebut sudah ajeg, maka kreativitas dan inovasi menjadi garansi
Di era yang high disruption, peranan perpustakaan mau tidak mau harus bersikap inklusi, beradaptasi sebagai ruang terbuka untuk belajar kontekstual dan berbagi pengalaman masyarakat. Inilah konsep dari Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS).