Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju.
Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak, pemungutan suara ini harus diulang karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum.
Baca Juga: Apa Saja Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945? Simak Penjelasannya Berikut Ini
Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum.
Untuk meredam kemacetan, pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang kemudian terungkap untuk selamanya.
Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), mengeluarkan peraturan No.Prt/Peperpu/040/1959 yang berisi larangan melakukan kegiatan-kegiatan politik.
Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI Suwirjo mengirimkan surat kepada Presiden agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.
Gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya dan rentetan peristiwa politik dan keamanan yang mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa mencapai klimaksnya pada bulan Juni 1959.
Baca Juga: Sifat dan Kedudukan UUD 1945 yang Harus Dipahami Warga Negara Indonesia
Akhirnya demi keselamatan negara berdasarkan staatsnoodrecht (hukum keadaan bahaya bagi negara) pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.
Itu dia penjelasan seputar latar belakang dikeluarkannya dekrit presiden 5 juli 1959.
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.