Di dalam tradisi Jawa, biasanya jika ada orang mempunyai anak kecil, ia akan membikin semacam selamatan bisa berupa nasi atau sejenisnya kemudian dibagi-bagikan ke para tetangga atau warga sekitar. Bancaan dalam tradisi Jawa merupakan bentuk sedekah dalam bahasa agama.
Hanya saja, Mbah Dullah, sapaan akrab Kiai Abdullah Salam, mewasiatkan bahwa bancaan tidak mesti harus menunggu kapan hari neptu-nya atau sesuai kapan hari lahirnya, tapi bancaan atau sedekahan perlu dilakukan sesering mungkin. Rasulullah saw bersabda:
الصَّدَقَةُ تَسُدُّ سَبْعِيْنَ بَابًا مِنَ السُّوْءِ
Artinya, “Sedekah itu menutup 70 pintu keburukan.” (HR At-Thabarani)
Hadirin yang berbahagia
Anak nakal itu merupakan keburukan, tidak mau belajar rajin merupakan sebuah keburukan, tidak patuh terhadap kedua orang tua juga keburukan, tidak mau mengaji juga keburukan, dan berbagai keburukan yang lain, maka untuk menutup atau menangkal keburukan-keburukan tersebut perlu bersedekah atau bancaan yang dilakukan oleh orang tua yang pada saat ia memberikan sedekahnya sembari berniat mbancak’i atau menyedekahi anaknya.
Sedekah tidak melulu dengan harta. Kita bisa memilih sedekah sesuai dengan kemampuan kita. Sabda Rasulullah saw:
مَنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فَلْيَتَصَدَّقْ بِمَالِهِ
Artinya, “Barangsiapa memiliki harta, bersedekahlah ia dengan hartanya.”
وَمَنْ كَانَ لَهُ عِلْمٌ فَلْيَتَصَدَّقْ بِعِلْمِهِ
Artinya, “Barangsiapa memiliki ilmu, bersedekahlah ia dengan ilmunya.”