وَمَنْ كَانَ لَهُ قُوَّةٌ فَلْيَتَصَدَّقْ بِقُوَّتِهِ
Artinya, “Serta, barangsiapa yang memiliki tenaga, bersedekahlah ia dengan tenaganya.” (HR. Anas bin Malik)
Baca Juga: 2 Contoh Ceramah Tahun Baru Islam 1 Muharram 1445 H
Ma’asyiral hadlirin hafidzakumullah
Yang pertama adalah sedekah dengan harta. Sedekah dengan harta tidak harus berupa uang. Sedekah bisa berupa pakaian bekas yang masih layak pakai namun sudah tidak kita pakai, kita berikan kepada orang lain, itu namanya sedekah. Ada orang makan, ada kucing mendekat lalu ia ambil dagingnya, kucingnya dikasih tulang, itu juga sedekah. Memberikan nafkah kepada anak-istri itu juga sedekah bahkan pada saat kita makan, lalu ada makanan yang tercecer dimakan semut dan kita niatkan untuk membiarkannya, itu juga sedekah harta yang kesemuanya itu jika kita niatkan untuk menyedekahi atau mbancak’i anak kita, insyaallah akan menghindarkan anak kita dari berbagai macam keburukan.
Pada hadits tadi disebutkan yang kedua, barang siapa yang mempunyai ilmu, maka bersedekahlah dengan ilmunya. Artinya pada saat orang tua mengajari anaknya sendiri, ada guru yang mengajari anak didiknya, kiai mengajari santrinya, semua hal ini adalah sedekah, maka niatkan itu semua pahala untuk anak kita.
Yang ketiga adalah barangsiapa yang memiliki tenaga, bersedekahlah ia dengan tenaganya. Hal ini berlaku baik bagi orang kaya maupun miskin, semuanya mempunyai kesempatan yang sama. Saat kita berpapasan dengan orang tua, kita bantu mengangkat barangnya, atau membersihkan masjid atau bahkan hanya menyalakan saklar lampu masjid, atau bahkan tersenyum kepada saudara kita itu juga bisa bernilai sedekah yang kalau kita niatkan untuk anak-anak kita, anak kita akan mendapatkan atsar barakahnya amalan-amalan tersebut. Rasulullah saw bersabda:
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
Artinya: “Senyummu di hadapan saudaramu adalah (bernilai) sedekah bagimu.” (HR At-Tirmidzi).
Ma’asyiral hadlirin hafidzakumullah
Mengelola anak tidak hanya semata-mata memberikan mereka makan, minum, pakaian dan kebutuhan-kebutuhan hayawaniyah mereka, namun perlu pendidikan ruh bagi mereka yang tidak selalu kasat mata. Karena itu orang tua perlu banyak melakukan tirakat (riyadhah) supaya anak-anaknya diberikan belas kasih dari Allah dari sababiyah sedekahnya orang tua setiap saat yang pahalanya diniatkan untuk anak-anaknya.
Betapa banyak orang tua yang mendidik anaknya dengan keras, namun anaknya malah justru semakin jauh, semakin tidak menurut kepada orang tua. Jika demikian keadaannya, orang tua perlu sadar, ada langkah-langkah yang perlu ia tempuh supaya anaknya menjadi anak yang dibina sesuai tuntunan agama, di antaranya dengan mengikuti saran dari KH Abdullah Zen Salam tadi. Selain tentu soal bagaimana shalatnya, puasanya dan lain sebagai nya tetap harus diperhatikan dengan baik dan seksama.
Semoga anak kita, keluarga kita benar-benar diberikan perlindungan oleh Allah subhanahu wa ta’ala sehingga mereka menjadi pandangan sejuk kita baik di dunia maupun di akhirat, amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Baca Juga: Arti Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban, Ini Makna yang Lebih Mendalam
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْنُ
أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Adalah sebuah kewajiban bagi khatib di setiap khutbahnya untuk senantiasa berwasiat dan mengingatkan jamaah, wabil khusus kepada diri khatib sendiri, untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Takwa akan menjadi seperti pagar yang mencegah kita dari perbuatan melanggar perintah-Nya sekaligus akan menjadi motivator kita untuk senantiasa menaati dan mengerjakan segala perintah-Nya. Takwa itu sendiri adalah:
امْتِثَالُ أَوَامِرِ اللهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ سِرًّا وَعَلَانِيَّةً ظَاهِرًا وَبَاطِنًا
“Kita mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik dalam suasana sunyi maupun ramai, dalam dhahir maupun dalam batin.”
Pada momentum mulia kali ini juga, mari kita senantiasa meningkatkan rasa syukur kepada Allah swt yang telah memberi karunia hidup dan nikmat rezeki yang tidak bisa dihitung satu per satu. Rasa syukur ini merupakan satu bentuk tahu diri dan terima kasih kepada Allah sekaligus akan semakin menguatkan kesadaran bahwa hanya Allah swt lah sang pemberi rezeki dan dzat yang paling kuasa atas kehidupan kita selama di dunia ini. Semua yang kita miliki di dunia ini sejatinya adalah titipan yang sewaktu saat akan diambil oleh sang pemilik yang hakiki dan abadi yakni Allah swt.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Syukur ini tidak hanya diwujudkan melalui ucapan kata-kata saja. Namun lebih dari itu, harus mampu kita wujudkan secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena memang sudah menjadi tuntunan agama Islam agar umatnya mewujudkan syukur dengan tiga hal yakni syukur bil janan (syukur dalam hati), syukur bil lisan (syukur dengan ucapan), dan syukur bil arkan (syukur dengan tindakan). Kita tak boleh menjadi insan yang kufur terhadap nikmat nyata yang telah dianugerahkan-Nya. Allah pun telah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rahman melalui sebuah ayat yang diulang-ulang sebanyak 31 kali agar kita tidak ingkar kepada nikmatnya yang agung. Ayat tersebut berbunyi:
Baca Juga: 16 Contoh Pembukaan Ceramah Bahasa Arab Lengkap dengan Artinya
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
Artinya: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Di antara wujud syukur bil arkan atau syukur dalam tindakan bisa kita lakukan dengan cara berbagi nikmat yang kita dapatkan kepada orang atau pihak lain. Seperti saat kita bahagia mendapatkan nikmat rezeki berupa harta benda, kita bisa mengambil sebagian dari rezeki tersebut untuk kemudian diberikan kepada orang lain. Langkah ini tentu akan membuat orang lain bahagia dan juga akan semakin menjadikan diri kita bertambah lebih bahagia lagi.
Kita pun sebenarnya tak perlu khawatir jika berbagi rezeki dengan orang lain, rezeki kita akan berkurang. Kita perlu sadari bahwa rezeki bukanlah matematika yang secara logika 1 - 1 = 0. Namun justru sebaliknya, rezeki adalah kehendak Allah semata yang terkadang kita alami sendiri 1 - 1 bisa menjadi 11.
Rasulullah saw pun telah bersabda yang diriwayatkan HR Muslim:
مَا نَقَصَ مَالُ مِنْ صَدَقَةٍ
Artinya: “Harta tidak berkurang karena bersedekah.”
Dalam hadits lain disebutkan:
مَا أَحْسَنَ عَبْدٌ الصَّدَقَةَ إِلَّا أَحْسَنَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الْخِلَافَةَ عَلَى تِرْكَتِهِ
Artinya: “Tidaklah seorang hamba memperbaiki sedekahnya kecuali Allah memperbaiki pengganti atas harta tinggalannya.” (HR Ibnu al-Mubarak).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kekhawatiran berkurangnya rezeki, jika dibagikan pada orang lain, tentu sangat tidak beralasan. Hal ini karena Allah swt pun telah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa rezeki yang ia berikan bukan hanya dari kita bekerja saja. Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendakinya dari jalan yang tidak disangka-sangka. Sebagaimana disebutkan dalam Surat At-Thalaq ayat 3:
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Artinya : “Dan Dia (Allah) memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu,”.
Baca Juga: 20 Pantun Pembuka Ceramah, Cairkan Suasana dan Tarik Perhatian
Ayat ini menjadi pegangan kita untuk menghilangkan kekhawatiran tentang rezeki di dunia. Allah lah sejatinya yang memiliki skenario rezeki dalam hidup kita. Kita tetap diperintahkan untuk berusaha dan kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah swt. Hasil yang kita dapatkan pun sejatinya bukan melulu karena hasil kerja keras kita. Semua itu sejatinya adalah kehendak dari Allah swt.
Buktinya bisa kita lihat dan amati bersama-sama dalam kehidupan nyata. Terkadang kita melihat ada orang yang bekerja keras, siang malam, pergi pagi, pulang sore, namun hasil yang didapatkan masih kalah dengan seseorang yang terlihat santai dalam bekerja. Ini merupakan bukti bahwa rezeki adalah hak prerogatif Allah swt.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dalam ayat lain di Al-Qur’an, Allah swt juga sudah menegaskan bahwa jika kita memiliki harta dan menginfakkannya, terlebih infak di jalan Allah, maka akan diganti oleh Allah dengan berlipat ganda. Hal ini termaktub dalam Surat Al Baqarah ayat 261:
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya : “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
Oleh karenanya, di penghujung khutbah ini, mari kita budayakan untuk saling berbagi, bersedekah, dan berinfak dari rezeki yang telah Allah berikan agar kita senantiasa mendapatkan keberkahan. Sekali lagi, jangan khawatir untuk berbagi karena hakikat memberi adalah menerima.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Baca Juga: Contoh Ceramah tentang Kebersihan yang Membangkitkan Kesadaran Bersama