Di situ disebutkan, bahwa pada tahun 1997 Balai Arkeologi Banjarmasin melakukan penelitian di Sungai Martapura yang terletak di Kampung Sungai Mesa, Kelurahan Seberang Mesjid, Banjarmasin Tengah.
Saat itu, penelitian dimulai dari adanya kabar tentang temuan berupa mangkok, keramik, mata uang logam kuno, kepala peluru dan plat besi di kawasan jalur hijau di wilayah tersebut.
Dari informasi itu, tim gabungan Balai Arkeologi Banjarmasin dan Kanwil Depdikbud Provinsi Kalsel pun melakukan peninjauan ke lokasi.
Baca Juga: Lapak Baca Gratis Gembel Banjarmasin, Tumbuhkan Minat Literasi
Saat kondisi Sungai Martapura tampak surut, terlihat adanya bagian kemudi kapal, dengan bagian badan kapal yang diduga masih tenggelam.
Peninjauan pun lantas ditindaklanjuti dengan penelitian ekskavasi penyelamatan, dengan tujuan untuk mengetahui bentuk kapal dan hubungan temuan lepas itu dengan keberadaan kapal.
Lebih jauh penelitian yang dilakukan, juga untuk memahami transportasi air sebagai mekanisme budaya masa lalu dan upaya penyelamatannya.
Ekskavasi sendiri dilakukan di bagian tepi sungai pada saat air surut. Mengingat pada saat air pasang lokasi penelitian terendam air dengan sejumlah material yang ditinggalkan.
Misalnya, tanah lumpur bercampur bebatuan lunak dan batang pohon yang membusuk.
Alhasil, pembersihan dari material sisa rendaman pun harus dibersihkan terlebih dahulu. Kondisi itu berlangsung setiap hari.
Sementara itu, dari ekskavasi dengan sistem grid ukuran 5x5 meter yang dilakukan membuahkan hasil dengan tampak adanya sisa kapal.
Yakni, bagian dinding berupa pelat baja atau besi, buritan, kemudi kapal, tongkat kontrol kemudi, gading-gading, rantai, jangkar, dan tambang pengikat kapal.
Bagian kapal yang tampak, sekitar 30 persen dari total bagian kapal secara utuh yang tenggelam itu. Yang berdasarkan hasil penelitian, ukuran panjang kapal mencapai 15 meter, dengan lebar 4 meter.
Adapun bahan pembuat kapal adalah pelat besi baja (untuk badan kapal) dan besi siku (kerangka kapal).
Dari analisis itu juga diketahui bahwa kapal yang tenggelam merupakan kapal tarik, tidak bermesin.
Kapal itu digerakkan dengan cara ditarik oleh kapal lain yang bermotor (tugboat). Itu, mengingat bahwa kapal menggunakan plat besi baja dan besi siku yang baru mulai diproduksi pada awal abad ke 20.
Adapun peruntukannya, kapal itu merupakan armada distribusi barang antar pelabuhan atau dermaga sungai dari muara hingga pedalaman.
Lalu, masih berdasarkan jurnal yang dikeluarkan oleh Balai Arkeologi Kalsel pada tahun 2019 lalu, kapal itu dahulu sengaja ditinggalkan karena tidak layak pakai.
Di sisi lain, kapal dengan konstruksi dan teknologi jenis itu merupakan satu-satunya di Kalimantan sehingga juga perlu diselamatkan.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News