Karena tidak menutup kemungkinan, ada benda-benda bersejarah lain ada terpendam di dalam bangunan itu.
"Sekecil apapun temuan nilai sejarah, maka harus diamankan. Seperti keramik dan benda lainnya yang secara arkeolog memiliki nilai sejarah," tuntasnya.
Diketahui, Kesimpulan sementara berdasarkan hasil penelitian Tim Ahli Cagar Budaya Kota Banjarmasin, Mansyur dan peneliti di Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya Kalsel, Syahreza, kuat dugaan benda yang sebelumnya diduga berupa meriam itu adalah material ketel uap (alat pendidih).
"Ketel uap dengan model Cochran Boiler, produksi sekitar tahun 1885. Itu berdasarkan kesimpulan sementara hasil penelitian. Saat ini, masih terus kami dalami dan lengkapi data-datanya," ungkap Mansyur.
Mansyur mengatakan, material ketel uap itu menurutnya ada pada kapal uap kecil yang melintasi sungai (river steamer), dengan jenis boiler pipa air berbahan bakar batu bara.
Disinggung mengapa benda itu bisa sampai ada hingga terkubur di kawasan lahan pengerjaan proyek Musala AL-Hinduan?
Mansyur menjelaskan, bahwa ada kemungkinan itu masih berkaitan dengan pernah ditemukannya bangkai sebuah kapal peninggalan Hindia Belanda di bantaran Sungai Martapura, di kawasan Jalan Pierre Tendean.
"Penemuan itu terjadi pada tahun 1997. Namun pada saat itu diketahui, bahwa kapal tidak memiliki mesin," ucapnya.
Sejarawan di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, itu pun menjelaskan, bahwa laporan adanya temuan bangkai kapal itu dituangkan dalam sebuah jurnal hasil penelitian dan pengembangan situs arkeologi bawah air di Kalimantan.
Jurnal itu sendiri dikeluarkan oleh Balai Arkeologi Kalsel pada tahun 2019 lalu.