Menanti
(Panggung menggambarkan ruang depan. Di kanan, jendela kaca tertutup. Sebelah belakang, ada pintu menuju ruang dalam. Ada beberapa gambar tua dan jam dinding, sebuah meja dan beberapa kursi. Pukul setengah delapan malam. Di luar angin kencang bertiup dan sekali-kali terlihat cahaya kilat). (Amran gelisah dan mondar-mandir, sekali-kali melihat jam).
Amran: (Bicara sendiri) “Sudah jam setengah delapan lewat. Ke mana perginya, Anhar?” (melihat ke pintu dalam).
Gunadi: (Masih di dalam) “Ya, Kak…” (keluar menemui Amran).
Amran: (Duduk) “Ke mana katanya, Anhar tadi?”
Gunadi: “Mau mancing ke tempat kita mendapat ikan besar dulu, Kak.”
Amran: “Kenapa kau bolehkan saja? Kalau ayah dan ibu tahu, tentu akan marah.” (Berdiri dan berjalan pelan) “Kau tahu, kau tahu itu bahaya?”
Gunadi: “Bahaya apa, Kak?”
Amran: (Berdiri di jendela) “Tempat itu ada penunggunya.”
Gunadi: “Ada yang jaga, Kak? Itu kan kali biasa, masa ada yang memilikinya. Siapa saja boleh mancing di situ, kan?”
Amran: (Kesal) “Ah, kamu. Ada, ada setannya, tahu?”
Gunadi: (Ketakutan) “Aaah, Kak Amran. Jangan begitu ah…. Saya takut.” (Gunadi melihat ke kiri dan kanan).
(Di luar kilat memancar terang. Kemudian, petir menggelegar).
Gunadi: (Terkejut dan melompat) “Au, tolong, Kak!”
Amran: (Ke dekat adiknya) ”Ada apa, Gun?”
Gunadi: “Tidak apa-apa kak, saya hanya kaget saja. Tapi….(ragu-ragu) apakah Anhar tidak apa-apa, Kak?”
Amran: “Itulah. Kakak takut ia kehujanan. Akan kususul ia ke sana.”
Gunadi: “Jangan, kak. Saya takut tinggal sendiri di rumah.”
Amran: “Ayolah ikut, kita kunci saja rumah.”
Gunadi: “Tapi kak….tapi jalan ke sana gelap, saya tidak berani ikut.”
Amran: (Kesal dan bingung) “Habis bagaimana? Ditinggal tidak berani, diajak juga takut. Anhar kan harus dicari!” (Diam dan mendengar sesuatu). “Hah…suara apa itu?
Gunadi: (Mendekap Amran) “Kak, Kak…! Ada apa, Kak?”
(Pintu depan terbuka. Anhar berdiri memegang kail dan ikan kecil-kecil).
Anhar: (mengangkat ikannya) “Lihat, Kak. Lihat banyak, ya….”
Amran: (Tersenyum tapi agak kesal) “Kamu anak nakal. Ayo ke belakang sana. Membuat orang bingung.”
4. Naskah Drama Singkat IV
Perdebatan Tukang Becak dan Polisi
Seorang tukang becak asal Madura yang dipergoki seorang polisi saat memasuki kawasan 'Becak Dilarang Masuk!'.
Dengan santainya si tukang becak itu melintas di depan polisi sampai polisi datang meniup peluit.
Polisi: "Apakah kamu tidak melihat gambar di sana? Becak tidak boleh masuk ke jalan ini, dengan nada tinggi sambil menunjuk rambu-rambu."
Tukang becak: "Oh, iya saya lihat Pak Polisi. Tapi itu kan gambar becaknya kosong, tidak ada orangnya. Sementara becak saya kan ada orangnya, berarti boleh masuk."
Polisi: "Bodoh! Apa kamu tidak bisa baca? Di bawah gambar itu kan ada tulisannya becak dilarang masuk!"
Tukang becak: "Memang tidak bisa baca saya, Pak. Kalau saya bisa baca, pasti saya bisa jadi polisi seperti Bapak, bukan jadi tukang becak seperti sekarang."
5. Naskah Drama Singkat V
Siang itu lima sekawan yakni Danu, Dina, Dita, Didi, dan Dadang sepakat untuk mengerjakan tugas sepulang sekolah bersama.
Dita: “Nanti kita kerjakan tugas di tempat biasa ya teman-teman.”
Didi: “Di balai desa atau di rumah Danu?”
Dita: “Di balai desa saja.”
Dina: “Baiklah teman-teman, kalau begitu saya pulang ganti baju dan makan dulu baru saya ke balai desa.”
Setelah mereka semua pulang ke rumah masing-masing dan jam menunjukkan pukul empat sore, Dina, Dita, dan Didi segera berangkat menuju balai desa. Hanya Danu yang tidak berangkat karena sepulang sekolah ia tertidur pulas dan lupa jika sudah sepakat mengerjakan tugas.
(Sampai di balai desa)
Didi: “Danu mana ya? Sudah hampir jam lima dia tak kunjung datang.”
Dina: “Jangan-jangan dia lupa jika sekarang kita akan mengerjakan tugas?”
Dita: “Atau mungkin dia mengira kalau kita akan mengerjakan tugas di rumahnya. Sebaiknya kita ke rumahnya mungkin dia sudah menunggu kita.”
Dadang: “Mungkin dia ada urusan tetapi lupa memberitahu kita. Kita tunggu saja disini sembari menyelesaikan separuh tugas.”
Mereka berempat mengerjakan tugas bersama terlebih dahulu sembari menunggu kedatangan Danu. Setelah jam tangan Dadang menunjukkan angka pukul 5:30 sore, terlihat dari jauh anak laki-laki terengah-engah berlari membawa tas.