Samarinda, Sonora.id - Antrean masyarakat membeli BBM Subsidi (Bio Solar dan Pertalite) di SPBU-SPBU, sumber masalahnya pada penyimpangan kuota BBM Subsidi di lapangan dan Pertamina tak bisa menghentikannya, seperti BBM Subsidi “lari” ke industri, dalam hal ini ke usaha tambang batubara koridoran, dan atau ke pedagang eceran.
“Selagi banyak usaha yang sebetulnya harus menggunakan BBM Industri (Non Subsidi) tapi menggunakan BBM Subsidi, antrean mendapatkan BBM Subsidi di SPBU akan semakin panjang,” kata Wakil Ketua DPRD Kaltim, H Muhammad Samsun, Senin kemarin.
“Sekarang siapa yang bisa memastikan semua usaha yang seharusnya menggunakan BBM Non Subsidi benar-benar menggunakan BBM Non Subsidi,” tanya Samsun.
Menurut Samsun, penyimpangan penggunaan BBM Subsidi, sebagaimana dikatakan Pj Gubernur Kaltim, karena adanya disparitas harga yang cukup besar dengan harga BBM Non Subsidi.
Baca Juga: Kota Bangun Kukar Mendapat Sosialisasi Wawasan Kebangsaan dari Anggota DPRD Kaltim
“Saya sependapat dengan Pak Pj Gubernur (Akmal Malik) adanya disparitas harga membuat oknum tertarik membeli sebanyak-banyaknya BBM Subsidi kemudian menjualnya lagi ke industri,” katanya.
Samsun mengatakan, sangat berharap Pj Gubernur dapat membicarakan masalah kuota BBM Subsidi bagi rakyat Kaltim dengan petinggi negara di Kementerian ESDM dan pejabat Pertamina di pusat, karena anggota DPRD Kaltim sudah bertahun-tahun bersuara dan meminta Pertamina di daerah mengatasi, tak berhasil.
Sementara itu salah seorang sopir truk angkutan logistik Sebulu-Muara Bengkal, Edy Purnomo saat ditemui awak media, ia mengantre Bio Solar di SPBU Pinang, Samarinda mengatakan, untuk mendapatkan solar subsidi 80 liter (sesuai jatah) dengan harga Rp6.800 per liter, dia harus antre 14 jam.
“Saya masuk antrean hari Minggu malam pukul 22.00, sekarang sudah pukul 10.00 pagi hari Senin, belum masuk SPBU. Kalau melihat antrean masih perlu waktu dua jam lagi,” katanya.
Baca Juga: Salehuddin Beri Ucapan Selamat HUT KORPRI ke-52
Menjawab pertanyaan, Edy mengaku truknya sudah terdaftar di aplikasi MyPertamina dan setiap mengisi solar tinggal menunjukkan barcode ke petugas, meski demikian masih saja tetap antre 14 jam.
“Antre 14 jam itu sudah termasuk menunggu mobil tanki pengantar Solar membongkar muatannya di SPBU,” tambahnya.
Diterangkan Edy, untuk mengantar barang dari Sebulu ke Muara Bengkal dan kembali ke Sebulu atau PP, Solar subsidi yang didapatnya 80 liter tidak cukup, sehingga harus membeli lagi Solar eceran di jalan sebanyak 40 liter dengan harga Rp14.000 per liter.
Menurut Edy, biaya selama dalam perjalanan, termasuk menunggu dapat Solar subsidi, uang yang diterimanya dari pemilik truk Rp1.500.000,-. Penggunaan uang, untuk membeli 80 liter Solar subsidi Rp544.000,- kemudian untuk membeli Solar eceran 40 liter Rp560.000,- atau total biaya BBM Rp1.104.000,-.
“Sisa uang tinggal Rp396.000, kemudian untuk biaya makan minum dan rokok selama dalam perjalanan Rp150.000,-. Sisa uang dibawa ke rumah untuk istri dan anak-anak setelah bekerja 2 hari dua malam tinggal Rp246 ribu,” kata Edy. (adv/dprdkaltim).
Baca Juga: Angka Kemiskinan Kaltim di Bawah Nasional