Sonora.ID - Berikut ini adalah 3 contoh puisi dari cerpen Hatarakibachi yang dapat kamu simak dengan lengkap.
'Hatarakibachi' adalah cerpen karya Awit Radiani yang cukup populer dan menjadi materi pembelajaran dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Cerpen ini dapat diubah menjadi puisi indah yang memiliki makna mendalam berdasarkan dengan isi dari cerpen tersebut.
Kamu dapat menyimak langsung 3 contoh puisi dari cerpen Hatarakibachi berikut ini yang sudah Sonora ID rangkum dari berbagai sumber.
1. Pertemuan Kembali
Oleh: Hisni Munafarifana
Baca Juga: 5 Contoh Puisi Prismatis, Lengkap dengan Pengertian dan Ciri-cirinya
Angin musim semi membawaku
Menara-menara pamer menyambutku
Rasaku bukan orang yang tepat di sini
Kota ramai namun hatiku terasa sepi
Kaki-kaki manusia cepat dan menyalip langkah
Tak ada wajah yang teramati nyata
Sebentar-sebentar hanya punggung menjauh
Hatarakibachi di mulut chikatetsu
Lain hari di depan kamar angkut kita terpaku
Benteng Vredeberg, Malioboro, tebersit di ingatanku
Menyeruak bangkitkan kenangan kita
Bersamamu ketika saling cinta
Jangan jadi wanita pemenuh kuota
Itu hinaan atas suatu karya
Negara maju, kesetaraan masih timpang
Mana ada karya diukur dari tampang
Hidup di tanah penuh tantangan bencana
Sedang tanah negeriku begitu memanja
Terpenting yaitu etos kerja
Apa pun hingga temuan baru tercipta
2. Hatarakibachi
Di negeri ini, segala terasa asing
Bahasa kian menjelma kata pening
Namun, surat undangan telah membawaku
Menempuh perjalanan ke arah penjuru
Untuk menikmati angin musim semi
Menapaki setiap jengkal langkah ini
Di sana sebuah airport limousine menghampiri
Lantas, aku menyusuri kota Tokyo yang ramai
Tiada wajah yang dapat kuamati dengan jelas
Di sini segala begitu bergegas
Tertinggal sebentar saja punggung kian berlalu
Seumpama kerumunan hataratibachi di mulut chikatetsu
Baca Juga: 3 Contoh Puisi Diafan, Lengkap dengan Pengertiannya
3. Hatarakibachi
Secarik surat undangan itu
Ia berikan khusus padaku
Seniman dari negeri seberang
Yang dipersilakan untuk bertandang
Namun, hatiku kian terasa gamang
Segalanya terasa begitu timpang
Pantaskah aku berdiri disini
Sementara namaku masih kecil di negeri sendiri
Angin musim semi menerpa rambutku
Mengantarkan jejak kaki ini
Tuk menyambangi Tokyo Sky Tower yang menjulang tinggi
Sembari melihat lalu lalang hatarakibachi
Di sini hari-hari sibuk selalu datang
Sementara persaingan tak menyisakan ruang
Menjelma kaum yang tak mengenal diam
Ramai kutu pekerja yang tak mengenal redam
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.