Banjarmasin, Sonora.ID – Kenaikan prevalensi stunting di Kalimantan Selatan di tahun 2023, mendapat sorotan dari DPRD Provinsi.
Berdasarkan data Survey Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang baru dirilis Kementerian Kesehatan RI, prevalensi stunting Kalimantan Selatan naik dari 24,6% di tahun 2022 menjadi 24,7% di tahun 2023.
“Kenaikannya memang tipis, yang jadi yang masalah adalah artinya Kalimantan Selatan gagal menurunkannya,” tutur Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Selatan, Firman Yusi.
Ia menilai harus ada evaluasi menyeluruh karena penurunan itu menandakan kegagalan atau tidak maksimalnya upaya yang dilakukan pemerintah daerah.
Padahal di tahun 2022 lalu, Kalimantan Selatan sudah berhasil menurunkan prevalensi stunting secara drastis dari 30% di tahun 2021 menjadi 24,6% di tahun 2022.
“Secara nasional kita harusnya dapat menurunkan sampai setidaknya 14% di tahun ini. Tapi karena kenaikan ini, akhirnya harus kerja ekstra keras untuk mencapai target itu,” tambahnya.
Kondisi tersebut menjadi sorotan pihaknya karena pihaknya merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam upaya penurunan stunting melalui pembentukan regulasi dan pengawasan program pemerintah.
Selain akan mengevaluasi program penanganan stunting, koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota juga akan ditingkatkan sehingga semuanya saling terkoneksi.
“Menurunkan sekitar 10% perlu kerja keras yang tidak main-main, untuk itu memang perlu semua sektor yang turut serta bekerjasama,” jelas Firman.
Ia menegaskan, stunting menjadi penting untuk diturunkan angka prevalensinya karena berdampak besar pada kualitas SDM dan kemampuan mereka berkompetisi di masa yang akan datang.
Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan adalah melakukan intervensi pada penyebab terjadinya stunting pada anak.
Khususnya memperhatikan pemenuhan gizi calon ibu dan memantau perkembangan anak sejak 1000 hari pertama kehidupan mereka.
Tidak hanya menyangkut kesehatan dan gizi, tapi juga faktor pendukung lainnya, seperti kebersihan lingkungan, ketersediaan air bersih dan air layak minum, rumah yang layak huni serta fasilitas MCK (Mandi-Cuci-Kakus) yang standar.
“Selain itu, potensi anemia pada remaja perempuan juga menjadi penyebab lainnya yang harus mendapat perhatian,” pungkasnya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: RSUD Ulin Banjarmasin Temui DPRD Terkait Dugaan Malapraktik Persalinan