Sonora.ID – Sambil menggendong bayinya, Ibu Muliani (19 thn) terus melangkahkan kakinya sekuat tenaga. Warga Dusun Gamaru, Desa Ulusalu, Kecamatan Latimojong, Luwu ini harus berjalan sejauh 15 km untuk menjangkau helikopter yang akan mengevakuasinya ke Belopa, lokasi pengungsian dampak banjir bandang yang sempat melumpuhkan belasan kecamatan di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan pada 3 Mei 2024 lalu. Muliani harus berjalan kaki untuk menjangkau helikopter yang mengevakuasi ia serta sang buah hati ke Belopa, ibukota Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
"Saya dan suami berangkat subuh tadi sambil menggendong anak. Khawatir juga kalau ada longsor susulan. "Alhamdulillah sudah sampai sini," cerita Muliani saat ditemui di tempat pengungsian Kementerian Sosial di kantor Bappeda Kabupaten Luwu (9/5/2024).
Kisah Muliani barangkali hanya satu dari sekian kisah dramatis ditengah upaya penanganan evakuasi korban dan distribusi bantuan bencana Luwu. Apalagi, sejumlah tantangan juga turut menghadang, menyusul terputusnya akses sejumlah jalan di beberapa lokasi bencana. Sulitnya akses darat juga diperparah dengan faktor cuaca yang tidak menentu di sekitaran lokasi bencana. Kesemuanya ikut mempengaruhi proses evakuasi, termasuk pengerahan Helikopter Carakal H-225M milik TNI AU.
Apapun kondisi dan tantangannya, TNI AU dalam hal ini Komando Operasi Udara II (Koopsud II) Makassar bergerak untuk mendistribusikan bantuan bagi korban banjir dan tanah longsor. Mobilitas personil dan armada yang dikerahkan berpusat di posko pengungsian dan bantuan di Bandar Udara Andi Djemma, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan.
Pangkoopsud II Marsda TNI Budhi Achmadi menuturkan upaya pendistribusian paket bantuan langsung menuju tempat warga yang terdampak bencana banjir dan tanah longsor menggunakan Helikopter Caracal H-225M TNI AU. Paket bantuan berupa makanan dan obat-obatan yang didistribusikan telah disalurkan kepada masyarakat di Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Budhi Achmadi menjelaskan ini pihaknya telah mengevakuasi 143 korban banjir di Luwu, Sulawesi Selatan. Mayoritas dari 143 korban banjir dan tanah longsor itu terdiri dari perempuan, anak-anak dan lansia yang membutuhkan pertolongan medis.
Tidak hanya mengevakuasi korban banjir, helikopter milik TNI AU juga telah mendistribusikan bantuan pangan seberat 15 ton kepada para korban banjir di Sulawesi Selatan.
Helikopter Caracal H-225M dengan nomor registrasi H-2209 Skadron Udara 8 terus bergerak bersama armada lainnya menuju Latimojong. Helikopter buatan Airbus Perancis ini, diawaki Pilot Lettu Pnb Yogie Pradana dan Co Pilot Lettu Pnb Ardy Septiantara. Ditengah tantangan cuaca sekitaran lokasi evakuasi dan distribusi bantuan, helikopter berhasil mendarat di Bandar Udara Andi Djemma Palopo yang menjadi posko induk penanganan bencana Luwu.
Jurus gerak cepat dan fokus dalam proses evakuasi- distribusi bantuan yang dilakukan ternyata berdampak bagi korban bencana Luwu. Warga bisa dievakuasi ke tempat aman dan bantuan logistik keperluan pengungsi langsung diterima oleh warga terdampak. Inilah yang kemudian diakui oleh Menteri Sosial RI, Tri Rismaharini. Atas dukungan berbagai pihak, termasuk TNI AU dalam penanganan bencana banjir dan tanah longsor Luwu, Sulawesi Selatan, Mensos Risma memberikan penghargaan kepada TNI AU. Penghargaan diberikan di Posko Induk Tanggap Darurat Bencana Lapangan Andi Djemma, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan.
Mensos Risma berujar pemberian penghargaan ini adalah langkah yang penting untuk menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan berbagai pihak termasuk TNI Angkatan Udara dalam hal ini Koopsud II dan Lanud Sultan Hasanuddin dalam merespons dengan cepat dan efisien terhadap kejadian darurat bencana banjir dan tanah longsor Luwu, Sulawesi Selatan.
“Ini penghargaan sekaligus ucapan terima kasih dari Kemensos dan pemerintah pusat kepada semua pihak dan seluruh jajaran TNI/Polri yang telah membantu meringankan beban masyarakat dan tugas Kemensos," ujar Mensos Risma seperti dikutip dari laman kemensos.go.id.
Humanis dan Kolaboratif, TNI AU Jalankan Tugas Pokok Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
Dikutip dari Lemhannas, konteks OMSP merujuk pada pengerahan kekuatan TNI termasuk matra udara untuk melaksanakan operasi militer yang bukan dalam rangka perang dengan negara lain, tetapi untuk melaksanakan tugas-tugas nontempur, seperti tugas-tugas kemanusiaan, penanggulangan akibat bencana dan untuk kepentingan nasional lainnya.
Merujuk Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dijelaskan bahwa terdapat 14 tugas pokok TNI dalam OMSP, diantaranya membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
Bukan hanya di dalam negeri, TNI Angkatan Udara (TNIAU) juga konsisten menjalankan tugas-tugas pokoknya dalam OMSP. Selain di Luwu, Sulawesi Selatan dan berbagai daerah terdampak bencana lainnya, tugas menyalurkan bantuan juga dilaksanakan ke warga Palestina di Gaza. Lewat udara dengan pesawat Hercules C130 J (A-1340) milik TNI AU, pemerintah Indonesia dan Yordania berhasil mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina di Gaza. Dalam menjalankan tugasnya, TNI bersama The Royal Jordanian Armed Forces (RJAF) melakukan misi dropping bantuan ke Gaza via udara.
Bantuan kemanusiaan ke Gaza yang diterjunkan berupa paket bantuan sebanyak 20 paket seberat masing-masing 160 kg, yang berangkat dari King Abdullah II (KA2) Airbase Airport (OJKA) di Zarqa, Yordania. Pengiriman bantuan dilakukan dengan metode penerjunan low cost low altitude (LCLA), dengan rute KA2-SAS-KA2.
Kemudian, pesawat Hercules C130 J (A-1340) telah berhasil mendarat kembali di King Abdullah II pada pukul 13.47 waktu setempat (17.47 WIB) setelah melaksanakan Airdrop atau penerjunan bantuaan logistik di DZ Gaza. Dropping bantuan berjalan dengan baik dimana crew serta pesawat kembali ke Tanah Air dalam keadaan aman.
Mengenai kiprah TNI AU dalam menjalankan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP), khususnya operasi kemanusian didalam dan luar negeri, Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengapresiasi peran tersebut. Ditengah tantangan dan keterbatasan yang dihadapi, TNI AU tetap mampu menjaga kesiapannya untuk melaksanakan berbagai tugas OMSP didalam dan luar negeri.
“Peran serta TNI AU tentu patut diapresiasi. Artinya ditengah keterbatasan, TNI AU tetap mampu melaksanankan berbagai tugas operasi militer selain perang didalam dan luar negeri,” ujar Khairul Fahmi kepada Sonora, Rabu (05/05/2024).
Khairul juga menekankan ditengah luasnya wilayah Indonesia dan tantangan kedepannya, TNI AU perlu memperhatikan tiga aspek dalam pembangunan kekuatan udara Indonesia. Ketiga aspek itu masing-masing yaitu aspek organisasi, teknologi dan kesiapan operasi.
Pertama, untuk aspek organisasi, Khairul berpendapat TNI AU harus mampu mengembangkan organisasi agar sesuai ragam ancaman dengan mempertimbangkan kondisi geopolitik-geostrategis, dan mampu menjawab tantangan dan mengantisipasi kendala. Kedua, aspek teknologi, yang berarti TNI AU membutuhkan alutsista udara yang bukan saja modern, tapi juga siap tempur, memiliki efek deteren yang memadai serta mampu beroperasi multimisi dan multi peran. Hal tersebut, tambah Khairul, perlu dimiliki pesawat tempur, pesawat angkut, kemampuan pertahanan pangkalan, alutsista anti-serangan udara, bahkan sistem radar TNI AU.
“Ketiga, yakni aspek kesiapan operasi. Ini meliputi upaya memelihara kesiapsiagaan tempur dan meningkatkan kecakapan SDM dalam pengembangan strategi operasi, serta penggunaan dan pemeliharaan alutsista. TNI AU perlu memastikan alutsista dalam keadaan terawat, terpelihara dan siap tempur, juga memastikan ketersediaan dukungan logistik,” tambahnya
Ditengah ancaman konflik global dan tekanan geopolitik, Khairul menegaskan bagi Indonesia, kekuatan udara nasional berperan penting menjaga kedaulatan NKRI di udara. Dengan keberadaan pesawat tempur andal, TNI AU akan disegani di kawasan. Maka dari itu, dalam konteks postur pertahanan udara Indonesia, belanja alpalhankam-alutsista harus dilihat sebagai bagian dari keseluruhan upaya meningkatkan kemampuan TNI AU.
"Karena itu harus selalu dipastikan bahwa usulan-usulan belanja TNI AU benar-benar berbasis kebutuhan bukan sekadar keinginan," ungkap Khairul
Khairul Fahmi, Pengamat Militer ISESS menjelaskan belanja itu juga harus merupakan bagian dari upaya membangun supremasi dan superioritas udara sebagai variabel penting untuk meningkatkan kewibawaan, bargaining position, dan mengamankan arah kepentingan nasional Indonesia agar tetap terjaga. Jadi walaupun kapasitas kekuatan udara saat ini masih kalah dari Australia dan Singapura, setidaknya upaya Indonesia untuk menjadi stabilisator kawasan akan berjalan di jalur yang tepat.
Mengenai kekuatan udara Indonesia, Khairul mengakui masih belum cukup memadai untuk menjaga ruang udara sepenuhnya. Apalagi untuk benar-benar menjadi kekuatan yang disegani dunia. Indikatornya, bisa diilihat dari capaian Minimum Essential Force (MEF) TNI AU yang masih paling bawah.
"TNI AU baru separuh capaian, baru mendekati 50 persen MEF. Itu artinya masih tertinggal dengan matra lain sehingga tentu saja perlu menjadi perhatian supaya peremajaan maupun pengembangan kekuatan ini tetap proporsional. Termasuk juga dalam hal pengembangan Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU sebagai kekuatan pemukul andalan matra udara," tambahnya
Ke depan, Khairul Fahmi berharap TNI AU juga harus terus memperkuat kemampuan interoperabilitas baik antar kesatuan di lingkungan TNI AU sendiri, maupun antarmatra. Ia menjelaskan interoperabilitas adalah kemampuan bertindak bersama secara koheren, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan taktis, operasional dan strategis.
Secara khusus, interoperabilitas memungkinkan kekuatan, unit dan/atau sistem untuk beroperasi bersama, berkomunikasi dan berbagi kesamaan doktrin dan prosedur, serta infrastruktur dan basis masing-masing. Interoperabilitas akan mengurangi duplikasi, memungkinkan pengumpulan sumber daya dan menghasilkan sinergi.
"Jadi TNI AU harus memproyeksikan kebutuhan alpalhankam-alutsista dan kompetensi prajurit yang mampu menghadirkan efek gentar di udara sekaligus memberikan dukungan serangan darat maupun operasi-operasi maritim. Artinya, interoperabilitas TNI diharapkan juga akan meningkat dengan dukungan kehadiran peralatan persenjataan dan personel yang andal," pungkasnya.