Pakar Ungkap Resistensi Antibiotik jadi Ancaman Serius bagi Kesehatan Masyarakat

24 Juli 2024 14:05 WIB
Seminar internasional bertema “Antibiotic Resistance: The Silent Pandemic”, Kamis (18/7/2024) di Auditorium Gedung J, Kampus I, Universitas Tarumanegara.
Seminar internasional bertema “Antibiotic Resistance: The Silent Pandemic”, Kamis (18/7/2024) di Auditorium Gedung J, Kampus I, Universitas Tarumanegara. ( Humas Untar)

Sonora.ID - Resistensi antibiotik merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat global.

Dr. dr. Shirly Gunawan, Sp.FK. mengungkapkan jika tidak mendapatkan pengawasan yang baik, resistensi antibiotik dapat berkontribusi pada meningkatnya masalah kesehatan dan menjadi penyebab kematian utama.

"Kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap dampak penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan tantangan signifikan dalam memperbaiki kesehatan global. Hal inilah yang menyebabkan resistensi antibiotik dianggap sebagai the silent pandemic," ujar Dr. dr. Shirly Gunawan, Sp.FK. dalam seminar internasional bertema “Antibiotic Resistance: The Silent Pandemic”, Kamis (18/7/2024) di Auditorium Gedung J, Kampus I, Universitas Tarumanegara.

Seminar ini digelar Universitas Tarumanagara (Untar) berkolaborasi dengan INTI International University, Malaysia.

Dalam sambutannya, Rektor Untar Prof. Dr. Ir. Agustinus Purna Irawan, M.T., M.M., I.P.U., ASEAN Eng. berharap isu resistensi antibiotik menjadi fokus bersama untuk diatasi.

“Dokter, pembuat kebijakan, peneliti, dan kita semua perlu bekerja sama untuk mengedukasi penggunaan antibiotik dengan bijak kepada masyarakat, memberi kontribusi penemuan pengobatan dengan metode baru guna mencegah terjadinya infeksi,” ungkapnya.

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Distribusikan Bansos Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Pembicara dari berbagai universitas internasional dihadirkan dalam seminar, antara lain Prof. Dr. Geetha Subramaniam (INTI International University), dr. Anis Karuniawati, Ph.D., SP.MK(K) (Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba), Assoc. Prof. Dr. Stephen Kidd (The University of Adelaide, Australia), Lalita Ambigai Sivasamugham (INTI International University), Prof. Dr. Anshoo Agarwal (Northern Border University, Kingdom of Saudi Arabia), Assoc. Prof. Dr. Gayathri Gururajan (Vels Institute of Science, India), dan dr. Velma Herwanto, Sp.PD, Ph.D., FINASIM, FACP (FK Untar).

Geetha mengungkapkan angka kematian akibat resistensi antibiotik diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2050 dengan 10 juta jiwa, menyaingi kematian akibat kanker. Resistensi antibiotik bukan sekadar masalah kesehatan, tetapi juga terkait dengan faktor ekonomi dan kemiskinan.

Hal ini memperlihatkan bagaimana ketidaksetaraan dapat memperburuk krisis kesehatan global.

Di sisi lain, Stephen membahas respon bakteri terhadap stres di dalam tubuh manusia serta reaksi terhadap antibiotik.

Hasil penelitian menunjukkan resistensi antibiotik ditemukan akibat perubahan karakteristik bakteri secara genetik.

Ia juga menyoroti pentingnya riset untuk inovasi dalam pengembangan antibiotik yang lebih efektif, sejalan dengan upaya mendorong kemajuan industri dan infrastruktur kesehatan.

Lalita memaparkan hasil penelitiannya yang menggunakan bahan alami seperti daun mimba, pare, dan serai, menunjukkan karakteristik antibakteri yang konsisten.

Penelitiannya ini sejalan dengan prinsip konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, berfokus pada penggunaan bahan alami sebagai alternatif antibiotik yang ramah lingkungan.

Ia percaya bahwa penelitian yang lebih mendalam mengenai metode ekstraksi serta pemahaman tentang struktur senyawa tanaman dapat mengembangkan alternatif antibiotik berbasis tanaman, sehingga dapat diproduksi dan dikonsumsi secara massal di masa depan.

Baca Juga: Apresiasi Stakeholder: Pajak DIY Gelar Kegiatan Gala Tax Gathering

Hal lain terkait antibiotik disampaikan Anshoo. Ia menyatakan resistensi antibiotik seringkali muncul akibat penggunaan yang tidak tepat, membuat konsumsi antibiotik tidak lagi menunjukkan khasiatnya untuk menghadapi bakteri.

Ditambahkannya, antibiotik tidak dapat mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau jamur.

“Pengetahuan yang cukup bagi masyarakat untuk memahami fungsi antibiotik dapat mengurangi kemungkinan penyalahgunaan antibiotik sehingga dapat meminimalisir potensi resistensi antibiotik,” tegasnya.

Velma menyoroti penurunan penemuan antibiotik sejak 1950 dan berakhir pada 1987. Meskipun demikian, angka resistensi antibiotik terus meningkat.

“Ini menandakan urgensi untuk menggunakan antibiotik secara rasional lewat diagnosis penyakit yang benar, meresepkan antibiotik dengan dosis yang sesuai terhadap pasien,” pungkasnya sebagai pembicara terakhir.

Seminar internasional ini turut dihadiri Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Untar Dr. dr. Noer Saelan Tadjudin, Sp.KJ. dan Dekan Faculty of Health and Life Sciences INTI International University Prof. Lee Shiou Yih.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm