3 Khutbah Jumat Akhir Bulan Safar, Singkat Tapi Menyentuh Hati

29 Agustus 2024 17:18 WIB
Ilustrasi 3 Khutbah Jumat Akhir Bulan Safar, Singkat Tapi Menyentuh Hati
Ilustrasi 3 Khutbah Jumat Akhir Bulan Safar, Singkat Tapi Menyentuh Hati ( )

Sonora.ID – Berikut beberapa teks khutbah Jumat akhir bulan Safar yang singkat namun menyentuh hati yang bisa dijadikan referensi untuk membuat khutbah Jumat sendiri.

Tak terasa kita sudah berada di penghujung bulan Safar dan segera memasuki bulan Rabiul Awal.

Dalam bulan Safar, terdapat salah satu tradisi Rebo Wekasan.Akar tradisi ini berawal dari kepercayaan masyarakat terhadap bulan Safar yang diyakini banyak kesialan di dalamnya.

Nah, ini dapat menjadi momen yang tepat untuk mengajak sesama umat Islam untuk meninggalkan kepercayaan tersebut.

Sebab, dalam Islam tidak ada bulan yang membawa keberuntungan atau kesialan. Nasib baik atau buruk sudah datang dari Allah SWT, bukan karena waktu tertentu.

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Bulan Safar, Singkat Namun Penuh Makna Menyentuh Hati 

Berikut 3 contoh khutbah Jumat akhir bulan Safar, singkat namun menyentuh hati yang sudah Sonora.ID rangkum untukmu.

1. Khutbah Jumat Rebo Wekasan

Tolak Bala dalam Islam

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْإِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا ,وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيرِ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأَسْحَارِ. ويقولُ: يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

Hadirin kaum muslimin, jemaah Jumat rahimakumullah,

Senantiasalah engkau bertakwa kepada Allah Swt. dengan menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya.

Ketakwaan akan menjauhkanmu dari murka Allah Swt. dan menempatkanmu di tempat terbaik yakni surga.

Dalam kesempatan penuh berkah ini, khotib akan menyampaikan khotbah tentang tolak bala dalam Islam.

Hadirin kaum muslimin, jemaah Jumat rahimakumullah,

Pada hari yang mulia ini, kita berkumpul di penghujung bulan Safar. Dalam tradisi masyarakat kita, bulan Safar seringkali dikaitkan dengan berbagai macam kepercayaan yang tidak jarang mengandung unsur syirik, seperti adanya keyakinan bahwa bulan Safar adalah bulan yang penuh dengan kesialan atau musibah. Salah satu praktik yang sering dilakukan adalah "tolak bala" atau upaya untuk menghindarkan diri dari bencana dan kesialan.

Namun, sebagai umat Islam yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah, penting bagi kita untuk memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik itu kebaikan maupun keburukan, semuanya datang dari Allah SWT.

Keyakinan bahwa bulan Safar membawa kesialan adalah sebuah kesalahpahaman yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Umat Islam telah memasuki masa-masa akhir bulan Safar 2024 M (1446 H). Di waktu tersebut, masyarakat Jawa memiliki penyebutan khusus untuk Rabu terakhir bulan Safar dengan "Rabu Wekasan" atau "Rabu Pungkasan".

Sejumlah masyarakat Jawa percaya, Allah Swt. akan menurunkan 320.000 bala bencana, penyakit, hingga kesialan pada Rabu Wekasan.

Oleh sebab itu, masyarakat Jawa melakukan sejumlah tradisi sebagai sarana untuk mencegah dari terkena bala yang diturunkan.

Terlepas dari tradisi-tradisi Rabu Wekasan, dalam Islam juga dikenal istilah bala.

Bala merupakan cobaan dalam bentuk kebaikan maupun keburukan untuk menguatkan keimanan kaum muslim. Allah Swt. dalam Surah Al-Baqarah ayat 155-157 berfirman sebagai berikut:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

Arab Latinnya:

Wa lanabluwannakum bisyai'im minal-khaufi wal-jū‘i wa naqaṣim minal-amwāli wal-anfusi waṡ-ṡamarāt(i), wa basysyiriṣ-ṣābirīn(a). Allażīna iżā aṣābathum muṣībah(tun), qālū innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn(a). Allażīna iżā aṣābathum muṣībah(tun), qālū innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn(a). Ulā'ika ‘alaihim ṣalawātum mir rabbihim wa raḥmah(tun), wa ulā'ika humul-muhtadūn(a).

Artinya:

"Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah [wahai Nabi Muhammad,] kabar gembira kepada orang-orang sabar, [yaitu] orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” [sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali]. Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk," (QS. Al-Baqarah [2]: 155-157).

Hadirin kaum muslimin, jemaah Jumat rahimakumullah,

Islam menganjurkan umatnya untuk menjauhkan diri dari bala, terutama yang mengancam keselamatan nyawa manusia.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. pernah melarang umatnya untuk tidak mendekati tempat karena ada bala berupa wabah penyakit sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ فَلَمَّا جَاءَ سَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ فَرَجَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مِنْ سَرْغَ

Artinya:

“Dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah, Umar bin Khattab RA menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh,” (HR Bukhari dan Muslim).

Meskipun tidak ada yang tahu, seseorang dapat menghindari atau tidak dari bala, namun mereka tetap dianjurkan untuk berusaha menjauhinya. Dalam Islam, bala dapat dihindari dengan beberapa tindakan.

Pertama, memperbanyak istigfar menjauhkan bala. Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Anfal ayat 33 sebagai berikut:

وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَاَنْتَ فِيْهِمْۚ وَمَا كَانَ اللّٰهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ

Arab Latinnya:

Wa mā kānallāhu liyu‘ażżibahum wa anta fīhim, wa mā kānallāhu mu‘ażżibahum wa hum yastagfirūn(a). 

Artinya:

"Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau [Nabi Muhammad] berada di antara mereka dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama mereka memohon ampunan," (QS. Al-Anfal [8]: 33).

Kedua, bala dapat dihindari dengan bersedekah. Bersedekah atau memberi dapat dilakukan dengan harta yang halal kepada siapapun, terlebih mereka yang membutuhkan.

Rasulullah Saw. bersabda dalam sebuah hadis tentang sedekah penangkal bala sebagai berikut:

صَنَائِعُ الْمَعْرُوْفِ تَقِيْ مَصَارِعَ السُّوْءِ وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ (رواه الطبراني)

Artinya:

"Perbuatan-perbuatan baik akan melindungi kita dari berbagai keburukan dan sedekah yang dilakukan sembunyi-sembunyi akan menghindarkan diri kita dari siksa Tuhan," (HR ath-Thabrani).

Hadirin kaum muslimin, jemaah Jumat rahimakumullah,

Demikianlah khotbah tentang tolak bala dalam Islam. Semoga apa yang telah disampaikan memberikan manfaat bagi kita semua. Terlebih, Allah Swt. menjadi rida atas segala amalan yang kita perbuat. Aamiin allahumma aamiin.

بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَاعْتَبِرُوْا يَآ أُوْلِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

2. Khutbah Jumat Akhir Bulan Safar

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Puji dan syukur mari kita ucapkan pada Allah yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan pada kita semua.

Selanjutnya, selaku khatib sudah menjadi kewajiban pada kami, untuk mengajak kita bersama, khususnya diri khatib pribadi, agar senantiasa meningkatkan sekaligus mempertahankan rasa iman dan ketakwaan pada Allah. Hanya iman dan takwa hidup akan bahagia dunia dan akhirat.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Bulan Safar adalah salah satu bulan dalam kalender Islam yang sering kali dipersepsikan dengan berbagai mitos dan kepercayaan.

Bulan ini sering dianggap sebagai bulan yang tidak baik atau dihindari oleh beberapa masyarakat.

Salah satu kepercayaan yang mengakar di masyarakat ialah tentang kesialan di Rebo Wekasan. 

Secara pengertian Rebo Wekasan adalah tradisi yang dilakukan setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Islam atau kalender Hijriah.

Tradisi ini dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa.

Akar tradisi Rebo Wekasan berasal dari kepercayaan masyarakat Nusantara yang menganggap bahwa bulan Safar adalah bulan yang penuh dengan kesialan. 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Dalam Islam, tidak ada bulan atau waktu yang membawa kesialan atau keberuntungan.

Sejatinya semua keberuntungan dan kesialan bergantung pada kehendak Allah SWT, bukan pada bulan atau tanggal tertentu.

Lebih jauh lagi, Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa nasib baik atau buruk datang dari Allah, bukan dari bulan atau tindakan tertentu selama bulan tertentu. 

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Singkat Terbaru, Terbaik dan Paling Bagus Bikin Nangis

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk menjauhkan diri dari keyakinan atau praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran agama dan mengandalkan Allah dalam semua aspek kehidupan.

Hal ini ditegaskan langsung oleh Rasulullah dalam hadits riwayat Imam Bukhari, bahwa tidak ada kesialan dalam bulan Safar. 

لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ ولا هَامةَ ولا صَفَرَ وفِرَّ من المَجْذُومِ كما تَفِرُّ من الأَسَد

Artinya: “Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan buruk, tidak ada kesialan karena burung hammah, tidak ada sial bulan Safar, dan larilah kamu dari penyakit kusta seperti kamu lari dari singa” (HR. Bukhari). 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Abdurrauf al-Munawiy dalam kitab Faidh al-Qadir, jilid I, halaman 62 yang mengingatkan bahwa semua hari adalah milik Allah dan tidak ada manfaat atau bahaya dalam mengaitkan hari tertentu dengan kesialan atau keyakinan peramal. 

وَالْحَاصِلُ أَنَّ تَوَقِّيَ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ عَلَى جِهَةِ الطِّيَرَةِ وَطَنِّ اعْتِقَادِ الْمُنَجِّمِيْنَ حَرَامٌ شَدِيْدَ التَّحْرِيْمِ إِذِ الْأَيَّامُ كُلُّهَا للهِ تَعَالَى لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ بِذَاتِهَا وَبِدُوْنِ ذَلِكَ لَا ضَيْرَ وَلَا مَحْذُوْرَ وَمَنْ تَطَيَّرَ حَاقَتْ بِهِ نَحْوَسَتُهُ وَمَنْ أَيْقَنَ بِأّنَّهُ لَا يَضُرُّ وَلَا يَنْفَعُ إِلَّا اللهُ لَمْ يُؤَثِّرْ فِيْهِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ

Artinya: "Dan yang dapat disimpulkan adalah bahwa untuk menghindari hari Rabu dengan menganggap sial dan mengikuti keyakinan peramal adalah sangat dilarang, karena semua hari adalah milik Allah yang Maha Tinggi. Kalau bukan karena di atas, maka tidak apa-apa dan tidak dilarang. Barangsiapa meyakini mitos buruk, maka kejadian buruk tersebut benar-benar akan menimpanya. Barangsiapa meyakini bahwa tidak ada yang memberi bahaya dan manfaat kecuali Allah, maka tidak akan terjadi kepadanya keburukan tersebut."

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Kemudian yang menjadi pertanyaan lanjutan adalah tradisi Rebo Wekasan sudah menjadi tradisi budaya di Indonesia yang masih lestari hingga saat ini.

Pun tradisi ini merupakan bentuk kearifan lokal yang diwariskan dari nenek moyang terdahulu. Bagaimana pandangan Islam dalam persoalan ini?

Imam Abdurrauf al-Munawiy dalam kitab Faidh al-Qadir, jilid I, halaman 62 telah menjawab dengan baik, bahwa tradisi amalan yang dikerjakan dalam Rebo Wekasan sejatinya diperbolehkan akan tetapi dengan niat yang baik dan benar, yakni amalan yang dikerjakan bukan karena hari Rabu atau bulan Safar itu bulan sial, tetapi lebih kepada amalan yang mendekatkan diri pada Allah. Misalnya, jika ingin bertaubat, bukan karena takut sial Rebo Wekasan, tetapi karena mensucikan diri dari dosa. Pun ketika shalat, niatkan saja shalat hajat.

وَيَجُوْزُ كَوْنُ ذِكْرِ الْأَرْبِعَاءِ نَحْسٌ عَلَى طَرِيْقِ التَّخْوِيْفِ وَالتَّحْذِيْرِ أَيِ احْذَرُوْا ذَلِكَ الْيَوْمَ لِمَا نَزَلَ فِيْهِ مِنَ الْعَذَابِ وَكَانَ فِيْهِ مِنَ الْهَلَاكِ وَجَدِّدُوْا للهِ تَوْبَةً خَوْفًا أَنْ يَلْحَقَكُمْ فِيْهِ بُؤْسٌ كَمَا وَقَعَ لِمَنْ قَبْلَكُمْ

Artinya: "Diperbolehkan menyebut hari Rabu sebagai “hari sial” dengan tujuan untuk menakut-nakuti dan memperingatkan. Artinya, waspadalah terhadap hari tersebut karena telah turun azab dan kehancuran di dalamnya. Perbaiki taubat kepada Allah, agar tidak menimpamu petaka seperti yang menimpa orang-orang sebelummu."

3. Khutbah Jumat Akhir Bulan Safar

Momentum Introspeksi Diri dan Menghargai Waktu

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Di awal khutbah ini, khatib mengajak hadirin jemaah Jumat rahimakumullah, mari kita tingkatkan ketakwaan terhadap Allah dengan sebenar-benarnya, yaitu berupaya optimal menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Pada zaman jahiliah, berkembang anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan sial atau dikenal dengan istilah tasyâ-um.

Bulan yang tidak memiliki kehendak apa-apa ini diyakini mengandung keburukan-keburukan sehingga ada ketakutan bagi mereka untuk melakukan hal-hal tertentu.

Pikiran semacam ini juga masih menjalar di zaman sekarang.

Sebagian orang menganggap bahwa hari-hari tertentu membawa hoki alias keberuntungan, sementara hari-hari lainnya mengandung sebaliknya.

Padahal, seperti bulan-bulan lainnya, bulan Safar netral dari kesialan atau ketentuan nasib buruk.

Jika pun ada kejadian buruk di dalamnya, maka itu semata-mata karena faktor lain, bukan karena bulan Safar itu sendiri. Dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَدِ

"Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah, shafar, dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa." (HR Bukhari dan Muslim).

Adwa adalah keyakinan tentang adanya wabah penyakit yang menular dengan sendirinya, tanpa sebuah proses sebelumnya dan tanpa seizin Allah. Thiyarah adalah keyakinan tentang nasib baik dan buruk setelah melihat burung.

Jemaah sholat Jumat hafidhakumullâh,

Islam tidak mengenal hari, bulan, atau tahun sial. Sebagaimana seluruh keberadaan di alam raya ini, waktu adalah makhluk Allah.

Waktu tidak bisa berdiri sendiri. Ia berada dalam kekuasaan dan kendali penuh Rabb-nya. Setiap umat Islam wajib berkeyakinan bahwa pengaruh baik maupun buruk tidak ada tanpa seizin Allah. Begitu juga dengan bulan Safar.

Ia adalah bagian dari dua belas bulan dalam satu tahun hijriah. Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Qamariyah, terletak sesudah Muharram dan sebelum bulan Rabiul Awwal.

Ibnu Katsir ketika menafsirkan Surat at-Taubah ayat 36 yang membicarakan tentang bilangan bulan dalam satu tahun, menjelaskan bawah nama shafar terkait dengan aktivitas masyarakat Arab terdahulu.

Shafar berarti kosong. Dinamakan demikian karena di bulan tersebut masyarakat kala itu berbondong-bondong keluar mengosongkan daerahnya, baik untuk berperang ataupun menjadi musafir.

Ada lima pelajaran dapat difahami untuk meneguhkan keyakinan kita bahwa bulan Safar tidak berbeda dari bulan-bulan lainnya, diantaranya:

Pertama: Manusia diperintahkan untuk senantiasa melakukan proses-proses dan tahapan-tahapan yang wajar.

Kedua: Sial atau beruntung merupakan kelanjutan dari proses dan tahap tersebut, bukan pada mitos-mitos khayal yang tak masuk akal.

Ketiga: Untuk terbebas dari penyakit, manusia diperintahkan untuk hidup bersih dan menghindari pengidap penyakit menular.

Keempat: Agar selamat dari bangkrut, pedagang disarankan untuk membuat perhitungan yang teliti dan hati-hati.

Kelima: Agar lulus ujian, pelajar mesti melewati belajar secara serius.

Perintah untuk berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) juga terdapat dalam beberapa ayat Al-Quran, di antaranya terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 2:

ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ ھُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ

Artinya: "Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa" (Q.S. al-Baqarah [2]: 2).

Jemaah sholat Jumat hafidhakumullâh,

Menolak adanya "bulan sial" dan "bulan beruntung" akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang wajar. Tidak malas ikhtiar karena merasa hari-harinya pasti diliputi keberuntungan.

Juga tidak dicekam kecemasan karena dihantui hari-hari penuh sial. Sebagai hamba, manusia didorong untuk berencana, berjuang, dan berdoa; sementara ketentuan hasil dipasrahkan kepada Allah.

Dengan demikian, saat menuai hasil, kita tetap bersyukur; dan tatkala mengalami kegagalan, kita tidak lantas putus asa.

Keberuntungan sejati adalah ketika seorang hamba mengisi waktunya, kapan saja itu, untuk menjalankan ketaatan kepada Allah.

Sebaliknya, kerugian terjadi adalah saat seseorang menyia-nyiakan waktunya, termasuk ketika di bulan-bulan mulia sekalipun.

Tidak ada bulan sial atau tidak, yang ada adalah apakah perbuatan kita membawa maslahat atau tidak, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Inilah momentum baik untuk lebih menghargai waktu, dengan membangun optimisme dan gairah menghamba kepada Allah setulus-tulusnya.

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan, Singkat dan Menyentuh Hati

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm