3 Khutbah Jumat Terbaru Singkat Padat dan Bermakna! Menyentuh Hati

19 September 2024 11:03 WIB
Ilustrasi 3 Khutbah Jumat Terbaru Singkat Padat dan Bermakna! Menyentuh Hati
Ilustrasi 3 Khutbah Jumat Terbaru Singkat Padat dan Bermakna! Menyentuh Hati ( unsplash.com)

Aspek-aspek ini dapat kita temukan di dalam berbagai buku atau kitab yang membahas tentang sosok Nabi Muhammad.

Misalnya dalam beragama sudah tidak diragukan lagi bagaimana keistiqamahan beliau dalam menjalankan ibadah, termasuk juga riwayat yang cukup populer mengenai kaki beliau yang sampai bengkak akibat lama berdiri ketika solat malam.

Begitu juga dalam bersosial baginda Nabi dikenal sebagai sosok yang bertutur santun, tenang ketika berbicara, serta tidak pernah mencela atau menghardik orang lain.

Selain itu, dalam bertransaksi Nabi berprinsip pada kejujuran dan tidak boleh ada pihak yang dirugikan, sehingga tidak sedikit transaksi-transaksi yang menjadi kebiasaan Jahiliyah dihapus oleh Nabi karena bertabrakan dengan kedua prinsip tadi.

Kemudian dalam berpolitik Nabi menjadi pemimpin yang merangkul seluruh pihak, baik sesama muslim maupun non-muslim. 

Nabi menyadari ketika diangkat sebagai utusan Allah maka akan memikul beban moral yang sangat berat.

Namun karena Nabi sudah terbiasa berkepribadian baik jauh sejak diangkat sebagai Rasul, maka ketika mendapatkan amanah kerasulan tinggal melanjutkan dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut. 

Kesadaran Nabi ini dipertegas oleh al-Quran yang berbunyi:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab: 21)  

Jamaah solat Jumat hafizhakumullah.. Kesadaran Nabi sebagai publik figur juga diperkuat dengan posisi beliau sebagai pemimpin Madinah. Lumrahnya publik figur maka akan menjadi sorotan dalam setiap gerak-gerik yang dilakukannya.

Pusat perhatian masyarakat akan  mengarah kepada prilaku Nabi, bahkan sekalipun bersifat privat. 

Status tersebut membuat Nabi merasa terpanggil untuk menjadi panutan dalam segala sendi kehidupan, termasuk masalah materi.

Beliau memilih jalan dan gaya hidup sederhana di tengah kultur pemimpin umat atau bangsa saat itu yang mempunyai gaya hidup hedonisme dan berfoya-foya.

Seandainya Nabi mengkehendaki kultur ini tentu saja sangat memungkinkan dan tidak akan ada yang memprotesnya.

Namun Nabi mengetahui kehidupan dunia hanya sementara, serta faktor yang juga tidak kalah penting karena melihat realita tidak sedikit dari umatnya yang mempunyai finansial pas-pasan untuk sehari-hari -bahkan di bawahnya.

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Akhir Bulan Safar, Singkat Tapi Menyentuh Hati

Oleh karenanya ada doa beliau yang direkam oleh Imam Ibnu Majah di dalam kitabnya, Sunan Ibnu Majah: 

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: أَحِبُّوا الْمَسَاكِينَ ،فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي دُعَائِهِ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ القِيَامَةِ

Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata: hendaklah kalian mencintai orang-orang miskin. Karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah berdoa: Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, wafatkanlah aku dalam keadaan miskin, serta kumpulkanlah aku pada hari kiamat bersama golongan orang-orang miskin.” (HR. Ibnu Majah)

Doa Nabi ini rupanya tidak hanya sekedar doa atau ucapan lisan belaka. Sebagai bentuk komitmen sekaligus konsistensi beliau membuktikan dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya tempat tidur beliau beralaskan tikar sehingga setiap kali bangun terlihat bekasnya di punggung beliau.

Begitu juga dalam banyak kesempatan beliau menanyakan makanan kepada istrinya. Ketika istrinya menjawab: ‘tidak ada’, maka respon beliau: ‘kalau begitu saya berpuasa.’  

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Menyikapi hadits tadi bukan berarti Nabi mengajak umatnya untuk menjadi orang miskin. Justru doa tersebut sebagai empati dan kasih sayang Nabi terhadap golongan tersebut.

Sebab orang miskin seringkali dipandang rendah, hina, bahkan ditindas. Maka dari itu Nabi melalui doa tersebut pada sejatinya hendak mengajak umatnya untuk tidak memandang sebelah mata terhadap kaum miskin.

Imam as-Sindi di dalam kitab Hasyiyah-nya dengan mengutip perkataan Imam Tajuddin as-Subki yang menukil pendapat ayahnya, Imam Taqiyuddin as-Subki mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah sama sekali fakir dalam urusan harta (materi), sebab Allah langsung yang memberikan kecukupan untuk memenuhi kebutuhan duniawi beliau dan keluarganya.

Artinya, doa Nabi tadi bukan berarti Nabi menjadi miskin secara hakiki, yang barangkali dalam benak kita Nabi itu serba kekurangan.

Lebih dari itu ada maksud yang hendak dituju, yaitu agar umat Islam yang kaya atau minimal dalam istilah sekarang kelas menengah tidak menjaga jarak dengan orang-orang miskin.

Sebab Nabi selaku panutan umat Islam menginginkan kehidupan layaknya orang-orang miskin, bahkan ingin berkumpul dengan rombongan orang miskin kelak.

Kecintaan Nabi kepada orang miskin ini selain melalui lisan dan dibuktikan dengan prilaku, juga dipertegas melalui ajaran-ajaran agamanya.

Maka kita mengenal ajaran Islam mulai dari yang bersifat anjuran seperti sedekah dan infak, hingga yang bersifat wajib seperti zakat harta dan zakat fitrah.

Dengan ini semua Nabi menginginkan agar umatnya tidak terkotak-kotakan hanya disebabkan masalah materi duniawi.

Nabi pun telah memulai dari diri beliau sendiri yang statusnya sebagai Rasul dan pemimpin umat dengan tidak berfoya-foya dan berlebihan mencintai duniawi.

Maka Nabi mengharapkan umatnya agar dapat bersikap seperti itu juga, sehingga kesenjangan sosial akibat perbedaan finansial tidak begitu kentara.   

Para hadirin yang dimuliakan Allah..

Kesenjangan sosial selain faktor ekonomi juga bisa dilatari faktor lain seperti kelas sosial.

Pada masa Nabi pada umumnya kelas sosial terbelah menjadi dua: merdeka dan budak.

Nabi mengajarkan kepada umatnya agar memanggil budak tidak dengan istilah ‘budak’.

Di dalam Shahihul Bukhari disebutkan:

لَا يَقُلْ أَحَدُكُمْ عَبْدِي أَمَتِي وَلْيَقُلْ فَتَايَ وَفَتَاتِي وَغُلَامِي

Artinya, “Salah seorang kalian jangan memanggil (dengan sebutan) ‘budak laki-lakiku, budak perempuanku’, dan panggillah (dengan sebutan) ‘pemudaku, pemudiku, dan pelayanku.’ (HR. Imam Al-Bukhari)

Pernyataan Nabi ini juga sinkron dengan perbuatan beliau ketika memanggil Bilal bin Rabah, misalnya. Tidak pernah ditemukan di dalam riwayat hadits bahwa Nabi pernah memanggil atau menyapa Bilal dengan sebutan budak.

Bahkan Nabi menyebut nama aslinya langsung dengan tanpa embel-embel yang memperjelas perbedaan kelas sosialnya.

Itulah cara Nabi dalam menghilangkan atau meminimalisir sekat-sekat sosial akibat perbedaan ekonomi dan kelas.

Nabi tidak hanya menyuruh atau menjanjikan ganjaran, bahkan beliau mencontohkannya terlebih dahulu sebagai bentuk keseriusan untuk mengentaskan kesenjangan sosial, sehingga umat Islam menjadi solid dan guyub satu sama lain.  

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ

3. Khutbah Jumat Menyentuh Hati

Meneladani Sifat Rendah Hati Rasulullah

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ. اَلقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلٰى مَا مَتَّعْنَا بِه اَزْوَاجًا مِّنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ (الحجر: ٨). وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُصَلُّونَ. اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!

Nabi Muhammad adalah sebuah contoh untuk semua umat Islam, baik dari kalangan rakyat biasa, terlebih lagi kalangan pemimpin atau pejabat. Salah satu hal yang dapat diteladani dari Nabi adalah sifat rendah hati.  

Dalam kapasitas sebagai pemimpin agama (Rasul dan Nabi) sekaligus pemimpin negara, Nabi tetap memiliki sifat rendah hati ketika berinteraksi dengan orang lain atau rakyatnya.

Hal ini yang jarang kita jumpai dari profil pemimpin dan pejabat kita saat ini. Mereka menjaga jarak dengan rakyatnya.  

Untuk bertemu dengan mereka, rakyat harus membuat janji terlebih dahulu, kecuali pada periode pemilihan pemimpin, maka mereka baru sering menjumpai masyarakat untuk kampanye.

Hal ini merupakan perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad dalam surat Al-Hijr, ayat 8 sebagai berikut:

لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلٰى مَا مَتَّعْنَا بِه اَزْوَاجًا مِّنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ 

Artinya, "Jangan sekali-kali engkau (Muhammad) tujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang kafir), dan jangan engkau bersedih hati terhadap mereka dan berendah hatilah engkau terhadap orang yang beriman."

Nabi Muhammad justru tidak ingin dimuliakan karena status sebagai Nabi dan Rasul. Nabi tidak menginginkan penghormatan yang dilakukan para sahabat akan berlebihan dan tidak wajar sebagaimana yang dilakukan umat terdahulu kepada Nabi mereka.

Hal ini ditegaskan Nabi Muhammad dalam hadits yang dikutip Al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 4, halaman 167 meriwayatkan hadis sebagai berikut:

لاَ تُطْرُونِي، كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ، وَرَسُولُهُ

Artinya, “Janganlah kalian berlebihan menghormatiku seperti orang-orang Nasrani telah berlebihan memuliakan ‘Isa ibn Maryam. Aku hanyalah hamba Allah, maka katakanlah “Abdullah wa Rasuluhu” atau hamba Allah dan Rasul-Nya.”

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!

Kemuliaan dan ketinggian derajat seseorang di hadapan Allah seperti Nabi dan Rasul tidak membuat Nabi Muhammad merasa harus dihormati (gila kehormatan) di hadapan manusia.

Pada hakikatnya kemuliaan seseorang tidak ditampilkan di depan orang lain, justru kerendahan hati seseorang dapat menaikkan kehormatan.  

Kesombongan yang pada hakikatnya menjatuhkan kehormatan seseorang. Hal ini ditegaskan oleh Nabi dalam hadits yang dikutip oleh imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim, juz 4, halaman 2001 meriwayatkan hadits sebagai berikut:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ، إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّٰهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ

Artinya: Tidak akan berkurang harta seseorang karena bersedekah, tidaklah Allah s.w.t. menambah terhadap seseorang yang mau memaafkan melainkan kemuliaan dan tidak ada seorang pun yang bersifat tawaddhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!

Kerendahan hati Nabi tercermin dalam beberapa perilaku kehidupan sehari-hari dalam berinteraksi kepada orang lain.

Di antaranya adalah Nabi selalu memulai mengucapkan salam kepada orang yang di temui dalam perjalanan.

Dalam sebuah riwayat yang dikutip Al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 4, halaman 1708 meriwayatkan hadits sebagai berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ

Artinya, "Dari Anas r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW melewati beberapa anak kecil, maka beliau mengucapkan salam pada mereka."

Hadits ini merupakan dalil anjuran bersikap rendah hati dan bukti kerendahan Nabi saw. An-Nawawi menjelaskan hal tersebut dalam kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, juz 14, halaman 148 sebagai berikut:

فَفِيهِ اسْتِحْبَابُ السَّلَامِ عَلَى الصِّبْيَانِ الْمُمَيِّزِينَ وَالنَّدْبُ إِلَى التَّوَاضُعِ وَبَذْلُ السَّلَامِ لِلنَّاسِ كُلِّهِمْ وَبَيَانُ تَوَاضُعِهِ صَلَّى لِلّٰهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَمَالُ شَفَقَتِهِ عَلَى الْعَالَمِينَ

Artinya, "Dalam hadits ini, ada anjuran untuk mengucapkan salam kepada anak kecil yang sudah Mumayyiz, anjuran untuk rendah hati, anjuran menyebarluaskan salam kepada seluruh manusia, dan bukti kerendahan hati serta kecintaan Nabi kepada seluruh manusia."

Nabi menyapa setiap orang yang ditemui saat berjalan, bahkan hal ini dilakukan kepada anak kecil yang sedang bermain. Hal ini menunjukkan kerendahan hati Nabi dalam bersikap di depan rakyat.  

Sebagai kepala negara dan pimpinan agama, Nabi tidak merasa bahwa rakyatnya yang harus memulai mengucapkan salam kepada beliau.

Hal ini sesuai dengan etika dalam perjalanan, yaitu orang yang berjalan memulai menyapa orang yang duduk ketika keduanya bertemu di jalan.

Selain itu, para ulama menganjurkan orang dewasa untuk memulai mengucapkan jika bertemu dengan anak kecil atau yang lebih muda sebagai bentuk kasih sayang.

Al-Nawawi menjelaskan hal tersebut dalam kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, juz 14, halaman 148 sebagai berikut:

وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِ السَّلَامِ عَلَى الصِّبْيَانِ

Artinya, "Para ulama sepakat terhadap anjuran mengucapkan salam kepada anak kecil."

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah! Kerendahan hati Nabi juga tercermin dalam bagaimana Nabi menjalani hidup untuk mencari kebutuhan.

Nabi pernah bekerja kepada seseorang sebagai penggembala kambing. Dalam sebuah riwayat yang dikutip Al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 3, halaman 88 meriwayatkan hadits sebagai berikut:

مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا رَعَى الغَنَمَ، فَقَالَ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ

Artinya, "Allah tidaklah mengutus seorang Nabi kecuali pernah menggembalakan kambing. Bertanya para sahabat: “dan engkau juga? Nabi menjawab: “Ya aku dahulu menggembalakan kambing milik orang-orang Makkah dengan mendapat upah beberapa Qirath."

Profesi menggembala kambing bukan profesi yang mulia dan menghasilkan banyak harta, tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup, Nabi tidak menganggapnya menjatuhkan harga dirinya atau gengsi untuk melakukannya.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah! Semoga kita meneladani sikap rendah hati Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita dapat menghilangkan rasa angkuh dan sombong karena kekayaan kita, jabatan kita, keilmuan kita, dan sebagainya.

Dari situ, kita mengharapkan kemuliaan dan keridhaan Allah swt. Amin, ya Rabbal ‘Alamin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Singkat Terbaru, Terbaik dan Paling Bagus Bikin Nangis 

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm