Sonora.ID – Berikut kumpulan contoh teks khutbah Jumat singkat padat dan bermakna, sangat menyentuh hati yang cocok untuk disampaikan saat sholat Jumat.
Khutbah Jumat adalah ceramah yang dibawakan oleh khatib sebelum melaksanakan salat Jumat.
Khatib akan menyampaikan dua khotbah, yakni khotbah pertama berupa penyampaian materi, sedangkan yang kedua biasanya berupa pembacaan doa.
Materi khutbah merupakan seruan dakwah yang temanya dapat secara umum maupun tematik sesuai momentum yang ada.
Ada banyak tema yang dapat dipilih untuk disampaikan oleh khatib kepada jemaahnya.
Berikut 3 contoh khutbah Jumat singkat padat dan bermakna, sangat menyentuh hati yang sudah Sonora.ID rangkum untukmu.
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Bulan Rabiul Awal, Singkat Tapi Menggetarkan Hati
1. Khutbah Jumat Terbaru
Keistimewaan Umat Nabi Muhammad
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا وَمِن سَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ، كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ، صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah,
Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah swt. Alhamdulillah, berkat limpahan rahmat dan inayah-Nya, kita masih mendapatkan nikmat iman, Islam, sehat, panjang umur, dan juga nikmat kekuatan, sehingga hati kita masih terpanggil menjalankan perintah Allah, dan bersimpuh di tempat yang insya Allah penuh berkah ini.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Baginda Alam, Nabi Besar Muhammad saw beserta keluarga dan para sahabatnya, hingga kepada kita yang senantiasa berharap ridha dan syafaatnya pada hari kiamat.
Melalui mimbar yang mulia ini, khatib selalu berpesan kepada diri khatib pribadi khususnya dan kepada jamaah Jumat sekalian, marilah kita sama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Sebab, hanya iman dan takwa yang menjadi benteng keselamatan diri di dunia maupun di akhirat kelak.
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah,
Kita mungkin tak asing lagi dengan petikan ayat yang menyebutkan, “Kalian adalah umat terbaik,” yang diungkap dalam surah Ali ‘Imran ayat 110:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah,” (QS Ali ‘Imran [3]: 110).
Dengan jelas, ayat itu ditujukan kepada umat Rasulullah saw. Bahkan ayat ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah saw:
وَجُعِلَتْ أُمَّتِي خَيْرَ الأُمَمِ
Artinya: “Umatku dijadikan sebagai umat terbaik,” (HR. Ahmad). Pertanyaannya kemudian, menyadarikah kita sebagai umat terbaik? Lantas di manakah sisi terbaik dan keistimewaannya? Jika menilik lanjutan ayat ini, maka kriteria umat terbaik, selain beriman kepada Allah, adalah memiliki kewajiban amar ma‘ruf-nahyi munkar, alias memerintah kebaikan dan melarang keburukan, yang dilekatkan kepada umat Nabi Muhammad. Andai umat terdahulu beriman, serta amar ma‘ruf-nahyi munkar, niscaya mereka pun lebih baik dari umat Rasulullah saw.
Dalam Tafsir ath-Thabari, jilid 5, hal. 673 dijelaskan bahwa jika kita lepas dari ciri-ciri tersebut, label umat terbaik bisa saja lepas dari diri kita.
Bahkan, bukan mustahil bila kita jadi umat yang sebaliknya. Demikian jika kita berkaca kepada ayat ini dan sebagian tafsirnya.
Meski demikian, kita tak perlu kecil hati. Tetaplah berusaha mempertahankan keimanan, menunaikan amar ma‘ruf-nahyi munkar, sesuai kemampuan dan kapasitas masing-masing.
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah, Di samping itu, Rasulullah saw juga telah mengabarkan kepada kita sejumlah keistimewaan yang hanya diberikan kepada umatnya.
Antara lain sebagaimana yang diungkap hadits berikut ini:
أُعْطِيَتْ أُمَّتِي ثَلَاثًا لَمْ تُعْطَ إِلَّا الْأنْبِيَاءَ
Artinya: “Umatku telah diberi tiga perkara yang tidak diberikan kecuali kepada para nabi saja." (HR. at-Tirmidzi).
Lanjutan hadits ini menyebutkan bahwa keistimewaan umat Nabi Muhammad adalah: pertama, perintah Allah untuk berdoa, sekaligus jaminan dikabulkannya.
اُدْعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Artinya: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian,” (QS. al-Mu’min [40]: 60). Berbeda dengan umat terdahulu. Yang diperintah berdoa dan dijamin pengabulannya hanyalah nabinya saja.
Kedua, pernyataan Allah bahwa Dzat-Nya tidak menjadikan suatu kesempitan dalam agama.
Dahulu pernyataan itu hanya ditujukan kepada para nabi-Nya, sedangkan sekarang ditujukan kepada umat Rasulullah saw secara umum:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya: “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan,” (QS. al-Hajj [22]: 78).
Ketiga, pernyataan Allah yang menyatakan bahwa umat Rasulullah saw dijadikan umat pilihan sekaligus saksi bagi manusia yang lain. Sementara dulu, Allah hanya menjadikan saksi dari kalangan nabi-Nya saja.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian,” (QS. al-Baqarah [2]: 143).
Keempat, kalimat istirja‘ yaitu innâlillâhi wainnâ ilaihi râji‘un ketika datang musibah.
Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw yang artinya:
“Umatku diberi sesuatu yang belum pernah diberikan kepada yang lain. Nabi Dawud as pun hanya mengucap ‘Ya asafi’ (Menyesal sekali!) ketika mendapat musibah. Sementara umatku diberi perintah untuk mengucap innâlillâhi wainnâ ilaihi râji‘un.”
Keutamaannya pun sangat besar. “Siapa saja yang mengucap istirja‘, maka Allah akan menambal musibahnya, memperbaiki kehidupan akhiratnya, dan memberi pengganti yang lebih baik dan diridainya.” (HR. ath-Thabrani).
Kelima, perintah bershalawat. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw kepada Abu Thalhah usai kedatangan malaikat Jibril dalam hadits yang artinya: “Baru saja Jibril beranjak dari sisiku. Ia mengabariku tentang keutamaan umatku.
Disampaikannya, ‘Hai Muhammad, siapa saja yang bershalawat kepadamu, maka Allah akan mencatat untuknya sepuluh kebaikan, menghapus sepuluh keburukan, dan mengangkat sepuluh derajat,’” (HR. Ibnu Ja‘d).
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah, Keistimewaan berikutnya diungkap dalam hadits Ramadhan yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Hurairah berikut ini.
أُعْطِيَتْ أُمَّتِي فِي شَهْرِ رَمَضَانَ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي
Artinya: “Umatku diberi lima perkara pada bulan suci Ramadhan yang belum diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku.”
Al-Mundziri dalam Kitab at-Targhib wat-Tarhib jilid II halaman 56 menjelaskan bahwa lima keistimewaan dimaksud menurut lanjutan hadits tersebut adalah: (1) dipandang dan diperhatikan Allah swt dengan pandangan rahmat.
Sementara, siapa saja yang dipandang oleh Allah, maka akan diselamatkan dari siksa neraka selama-lamanya; (2) bau mulut mereka dianggap lebih wangi di sisi Allah ketimbang minyak kesturi; (3) dimintakan ampunan oleh para malaikat; (4) didandaninya surga dan dipersiapkan sebagai balasan mereka; dan (5) janji ampunan Allah di malam terakhir Ramadhan.
Hadirin sekalian, itulah sejumlah keistimewaan Nabi saw yang belum pernah diberikan kepada umat-umat sebelumnya.
Semoga kita diberi kekuatan untuk mempertahankan dan menyandang predikat umat terbaik di sisi Allah dan di akhirat kelak kita meraih balasan surga indah dari-Nya. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمُ
2. Khutbah Jumat Singkat Padat dan Bermakna
Teladan Nabi Muhammad dalam Mengentaskan Kesenjangan Sosial
اَلحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا وَسِرَاجًا وَمُنِيْرًا وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَايَحْتَسِبُ، وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Ma’asyiral muslimin hafizhakumullah..
Marilah kita mensyukuri atas segala nikmat yang dianugerahkan kepada kita, khususnya nikmat iman dan Islam atas rezeki yang tidak semua orang mendapatkannya, hanya orang-orang pilihan yang bisa mendapatkan rezeki ini.
Maka selaku orang terpilih sudah seyogyanya memperbanyak syukur atas kedua nikmat tersebut.
Selanjutnya, mari juga kita istiqomah membaca shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya sebagai ekspresi kecintaan kita kepada mereka semua.
Terlebih kepada Nabi Muhammad yang kita harapkan syafa’atnya kelak di hari kiamat, maka sudah sepatutnya kita memperbanyak membaca kalimat ini.
Selain itu, khatib juga tidak lupa mengingatkan agar selalu berusaha meningkatkan ketakwaan kita dalam setiap harinya.
Sebab, hanya ketakwaan lah yang dapat menyelamatkan kita di akhirat nanti.
Allah berfirman:
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya, “Maka sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah ketakwaan, dan hendaklah bertakwa kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. al-Baqarah: 197)
Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah..
Nabi Muhammad saw. merupakan tauladan kita selaku umatnya. Ketauladanan Nabi di sini mencakup banyak aspek. Dalam beragama, bersosial, bertransaksi, serta bahkan juga berpolitik.
Aspek-aspek ini dapat kita temukan di dalam berbagai buku atau kitab yang membahas tentang sosok Nabi Muhammad.
Misalnya dalam beragama sudah tidak diragukan lagi bagaimana keistiqamahan beliau dalam menjalankan ibadah, termasuk juga riwayat yang cukup populer mengenai kaki beliau yang sampai bengkak akibat lama berdiri ketika solat malam.
Begitu juga dalam bersosial baginda Nabi dikenal sebagai sosok yang bertutur santun, tenang ketika berbicara, serta tidak pernah mencela atau menghardik orang lain.
Selain itu, dalam bertransaksi Nabi berprinsip pada kejujuran dan tidak boleh ada pihak yang dirugikan, sehingga tidak sedikit transaksi-transaksi yang menjadi kebiasaan Jahiliyah dihapus oleh Nabi karena bertabrakan dengan kedua prinsip tadi.
Kemudian dalam berpolitik Nabi menjadi pemimpin yang merangkul seluruh pihak, baik sesama muslim maupun non-muslim.
Nabi menyadari ketika diangkat sebagai utusan Allah maka akan memikul beban moral yang sangat berat.
Namun karena Nabi sudah terbiasa berkepribadian baik jauh sejak diangkat sebagai Rasul, maka ketika mendapatkan amanah kerasulan tinggal melanjutkan dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut.
Kesadaran Nabi ini dipertegas oleh al-Quran yang berbunyi:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab: 21)
Jamaah solat Jumat hafizhakumullah.. Kesadaran Nabi sebagai publik figur juga diperkuat dengan posisi beliau sebagai pemimpin Madinah. Lumrahnya publik figur maka akan menjadi sorotan dalam setiap gerak-gerik yang dilakukannya.
Pusat perhatian masyarakat akan mengarah kepada prilaku Nabi, bahkan sekalipun bersifat privat.
Status tersebut membuat Nabi merasa terpanggil untuk menjadi panutan dalam segala sendi kehidupan, termasuk masalah materi.
Beliau memilih jalan dan gaya hidup sederhana di tengah kultur pemimpin umat atau bangsa saat itu yang mempunyai gaya hidup hedonisme dan berfoya-foya.
Seandainya Nabi mengkehendaki kultur ini tentu saja sangat memungkinkan dan tidak akan ada yang memprotesnya.
Namun Nabi mengetahui kehidupan dunia hanya sementara, serta faktor yang juga tidak kalah penting karena melihat realita tidak sedikit dari umatnya yang mempunyai finansial pas-pasan untuk sehari-hari -bahkan di bawahnya.
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Akhir Bulan Safar, Singkat Tapi Menyentuh Hati
Oleh karenanya ada doa beliau yang direkam oleh Imam Ibnu Majah di dalam kitabnya, Sunan Ibnu Majah:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: أَحِبُّوا الْمَسَاكِينَ ،فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي دُعَائِهِ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ القِيَامَةِ
Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata: hendaklah kalian mencintai orang-orang miskin. Karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah berdoa: Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, wafatkanlah aku dalam keadaan miskin, serta kumpulkanlah aku pada hari kiamat bersama golongan orang-orang miskin.” (HR. Ibnu Majah)
Doa Nabi ini rupanya tidak hanya sekedar doa atau ucapan lisan belaka. Sebagai bentuk komitmen sekaligus konsistensi beliau membuktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya tempat tidur beliau beralaskan tikar sehingga setiap kali bangun terlihat bekasnya di punggung beliau.
Begitu juga dalam banyak kesempatan beliau menanyakan makanan kepada istrinya. Ketika istrinya menjawab: ‘tidak ada’, maka respon beliau: ‘kalau begitu saya berpuasa.’
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..
Menyikapi hadits tadi bukan berarti Nabi mengajak umatnya untuk menjadi orang miskin. Justru doa tersebut sebagai empati dan kasih sayang Nabi terhadap golongan tersebut.
Sebab orang miskin seringkali dipandang rendah, hina, bahkan ditindas. Maka dari itu Nabi melalui doa tersebut pada sejatinya hendak mengajak umatnya untuk tidak memandang sebelah mata terhadap kaum miskin.
Imam as-Sindi di dalam kitab Hasyiyah-nya dengan mengutip perkataan Imam Tajuddin as-Subki yang menukil pendapat ayahnya, Imam Taqiyuddin as-Subki mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah sama sekali fakir dalam urusan harta (materi), sebab Allah langsung yang memberikan kecukupan untuk memenuhi kebutuhan duniawi beliau dan keluarganya.
Artinya, doa Nabi tadi bukan berarti Nabi menjadi miskin secara hakiki, yang barangkali dalam benak kita Nabi itu serba kekurangan.
Lebih dari itu ada maksud yang hendak dituju, yaitu agar umat Islam yang kaya atau minimal dalam istilah sekarang kelas menengah tidak menjaga jarak dengan orang-orang miskin.
Sebab Nabi selaku panutan umat Islam menginginkan kehidupan layaknya orang-orang miskin, bahkan ingin berkumpul dengan rombongan orang miskin kelak.
Kecintaan Nabi kepada orang miskin ini selain melalui lisan dan dibuktikan dengan prilaku, juga dipertegas melalui ajaran-ajaran agamanya.
Maka kita mengenal ajaran Islam mulai dari yang bersifat anjuran seperti sedekah dan infak, hingga yang bersifat wajib seperti zakat harta dan zakat fitrah.
Dengan ini semua Nabi menginginkan agar umatnya tidak terkotak-kotakan hanya disebabkan masalah materi duniawi.
Nabi pun telah memulai dari diri beliau sendiri yang statusnya sebagai Rasul dan pemimpin umat dengan tidak berfoya-foya dan berlebihan mencintai duniawi.
Maka Nabi mengharapkan umatnya agar dapat bersikap seperti itu juga, sehingga kesenjangan sosial akibat perbedaan finansial tidak begitu kentara.
Para hadirin yang dimuliakan Allah..
Kesenjangan sosial selain faktor ekonomi juga bisa dilatari faktor lain seperti kelas sosial.
Pada masa Nabi pada umumnya kelas sosial terbelah menjadi dua: merdeka dan budak.
Nabi mengajarkan kepada umatnya agar memanggil budak tidak dengan istilah ‘budak’.
Di dalam Shahihul Bukhari disebutkan:
لَا يَقُلْ أَحَدُكُمْ عَبْدِي أَمَتِي وَلْيَقُلْ فَتَايَ وَفَتَاتِي وَغُلَامِي
Artinya, “Salah seorang kalian jangan memanggil (dengan sebutan) ‘budak laki-lakiku, budak perempuanku’, dan panggillah (dengan sebutan) ‘pemudaku, pemudiku, dan pelayanku.’ (HR. Imam Al-Bukhari)
Pernyataan Nabi ini juga sinkron dengan perbuatan beliau ketika memanggil Bilal bin Rabah, misalnya. Tidak pernah ditemukan di dalam riwayat hadits bahwa Nabi pernah memanggil atau menyapa Bilal dengan sebutan budak.
Bahkan Nabi menyebut nama aslinya langsung dengan tanpa embel-embel yang memperjelas perbedaan kelas sosialnya.
Itulah cara Nabi dalam menghilangkan atau meminimalisir sekat-sekat sosial akibat perbedaan ekonomi dan kelas.
Nabi tidak hanya menyuruh atau menjanjikan ganjaran, bahkan beliau mencontohkannya terlebih dahulu sebagai bentuk keseriusan untuk mengentaskan kesenjangan sosial, sehingga umat Islam menjadi solid dan guyub satu sama lain.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
3. Khutbah Jumat Menyentuh Hati
Meneladani Sifat Rendah Hati Rasulullah
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ. اَلقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلٰى مَا مَتَّعْنَا بِه اَزْوَاجًا مِّنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ (الحجر: ٨). وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُصَلُّونَ. اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Nabi Muhammad adalah sebuah contoh untuk semua umat Islam, baik dari kalangan rakyat biasa, terlebih lagi kalangan pemimpin atau pejabat. Salah satu hal yang dapat diteladani dari Nabi adalah sifat rendah hati.
Dalam kapasitas sebagai pemimpin agama (Rasul dan Nabi) sekaligus pemimpin negara, Nabi tetap memiliki sifat rendah hati ketika berinteraksi dengan orang lain atau rakyatnya.
Hal ini yang jarang kita jumpai dari profil pemimpin dan pejabat kita saat ini. Mereka menjaga jarak dengan rakyatnya.
Untuk bertemu dengan mereka, rakyat harus membuat janji terlebih dahulu, kecuali pada periode pemilihan pemimpin, maka mereka baru sering menjumpai masyarakat untuk kampanye.
Hal ini merupakan perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad dalam surat Al-Hijr, ayat 8 sebagai berikut:
لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلٰى مَا مَتَّعْنَا بِه اَزْوَاجًا مِّنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya, "Jangan sekali-kali engkau (Muhammad) tujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang kafir), dan jangan engkau bersedih hati terhadap mereka dan berendah hatilah engkau terhadap orang yang beriman."
Nabi Muhammad justru tidak ingin dimuliakan karena status sebagai Nabi dan Rasul. Nabi tidak menginginkan penghormatan yang dilakukan para sahabat akan berlebihan dan tidak wajar sebagaimana yang dilakukan umat terdahulu kepada Nabi mereka.
Hal ini ditegaskan Nabi Muhammad dalam hadits yang dikutip Al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 4, halaman 167 meriwayatkan hadis sebagai berikut:
لاَ تُطْرُونِي، كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ، وَرَسُولُهُ
Artinya, “Janganlah kalian berlebihan menghormatiku seperti orang-orang Nasrani telah berlebihan memuliakan ‘Isa ibn Maryam. Aku hanyalah hamba Allah, maka katakanlah “Abdullah wa Rasuluhu” atau hamba Allah dan Rasul-Nya.”
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Kemuliaan dan ketinggian derajat seseorang di hadapan Allah seperti Nabi dan Rasul tidak membuat Nabi Muhammad merasa harus dihormati (gila kehormatan) di hadapan manusia.
Pada hakikatnya kemuliaan seseorang tidak ditampilkan di depan orang lain, justru kerendahan hati seseorang dapat menaikkan kehormatan.
Kesombongan yang pada hakikatnya menjatuhkan kehormatan seseorang. Hal ini ditegaskan oleh Nabi dalam hadits yang dikutip oleh imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim, juz 4, halaman 2001 meriwayatkan hadits sebagai berikut:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ، إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّٰهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
Artinya: Tidak akan berkurang harta seseorang karena bersedekah, tidaklah Allah s.w.t. menambah terhadap seseorang yang mau memaafkan melainkan kemuliaan dan tidak ada seorang pun yang bersifat tawaddhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Kerendahan hati Nabi tercermin dalam beberapa perilaku kehidupan sehari-hari dalam berinteraksi kepada orang lain.
Di antaranya adalah Nabi selalu memulai mengucapkan salam kepada orang yang di temui dalam perjalanan.
Dalam sebuah riwayat yang dikutip Al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 4, halaman 1708 meriwayatkan hadits sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ
Artinya, "Dari Anas r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW melewati beberapa anak kecil, maka beliau mengucapkan salam pada mereka."
Hadits ini merupakan dalil anjuran bersikap rendah hati dan bukti kerendahan Nabi saw. An-Nawawi menjelaskan hal tersebut dalam kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, juz 14, halaman 148 sebagai berikut:
فَفِيهِ اسْتِحْبَابُ السَّلَامِ عَلَى الصِّبْيَانِ الْمُمَيِّزِينَ وَالنَّدْبُ إِلَى التَّوَاضُعِ وَبَذْلُ السَّلَامِ لِلنَّاسِ كُلِّهِمْ وَبَيَانُ تَوَاضُعِهِ صَلَّى لِلّٰهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَمَالُ شَفَقَتِهِ عَلَى الْعَالَمِينَ
Artinya, "Dalam hadits ini, ada anjuran untuk mengucapkan salam kepada anak kecil yang sudah Mumayyiz, anjuran untuk rendah hati, anjuran menyebarluaskan salam kepada seluruh manusia, dan bukti kerendahan hati serta kecintaan Nabi kepada seluruh manusia."
Nabi menyapa setiap orang yang ditemui saat berjalan, bahkan hal ini dilakukan kepada anak kecil yang sedang bermain. Hal ini menunjukkan kerendahan hati Nabi dalam bersikap di depan rakyat.
Sebagai kepala negara dan pimpinan agama, Nabi tidak merasa bahwa rakyatnya yang harus memulai mengucapkan salam kepada beliau.
Hal ini sesuai dengan etika dalam perjalanan, yaitu orang yang berjalan memulai menyapa orang yang duduk ketika keduanya bertemu di jalan.
Selain itu, para ulama menganjurkan orang dewasa untuk memulai mengucapkan jika bertemu dengan anak kecil atau yang lebih muda sebagai bentuk kasih sayang.
Al-Nawawi menjelaskan hal tersebut dalam kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, juz 14, halaman 148 sebagai berikut:
وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِ السَّلَامِ عَلَى الصِّبْيَانِ
Artinya, "Para ulama sepakat terhadap anjuran mengucapkan salam kepada anak kecil."
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah! Kerendahan hati Nabi juga tercermin dalam bagaimana Nabi menjalani hidup untuk mencari kebutuhan.
Nabi pernah bekerja kepada seseorang sebagai penggembala kambing. Dalam sebuah riwayat yang dikutip Al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 3, halaman 88 meriwayatkan hadits sebagai berikut:
مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا رَعَى الغَنَمَ، فَقَالَ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ
Artinya, "Allah tidaklah mengutus seorang Nabi kecuali pernah menggembalakan kambing. Bertanya para sahabat: “dan engkau juga? Nabi menjawab: “Ya aku dahulu menggembalakan kambing milik orang-orang Makkah dengan mendapat upah beberapa Qirath."
Profesi menggembala kambing bukan profesi yang mulia dan menghasilkan banyak harta, tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup, Nabi tidak menganggapnya menjatuhkan harga dirinya atau gengsi untuk melakukannya.
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah! Semoga kita meneladani sikap rendah hati Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita dapat menghilangkan rasa angkuh dan sombong karena kekayaan kita, jabatan kita, keilmuan kita, dan sebagainya.
Dari situ, kita mengharapkan kemuliaan dan keridhaan Allah swt. Amin, ya Rabbal ‘Alamin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Singkat Terbaru, Terbaik dan Paling Bagus Bikin Nangis