2. Khutbah Jumat Singkat dan Bermakna
Berkata Baik atau Diam Sebagai Barometer Keimanan
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى :يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat Rahimakumullah. Menjadi keniscayaan bagi kita untuk senantiasa bersyukur kepada Allah swt yang telah menganugerahkan nikmat hidup di dunia.
Kehidupan yang kita jalani harus senantiasa kita manfaatkan untuk beribadah dan menebar kebaikan untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
Ini adalah wujud syukur kita yang diharapkan nikmat ini akan terus ditambah oleh Allah swt. Jangan sampai kita menjadi orang yang kufur nikmat sehingga semua kenikmatan ini akan diambil oleh Allah.
Dalam kesempatan ini, kita juga harus senantiasa menyampaikan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad saw yang merupakan sosok pembawa risalah Allah, yang mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bersyukur dan berupaya menjadi orang yang mampu mewujudkan terselenggaranya kebaikan.
Menjadi keharusan pula bagi khatib untuk senantiasa mengingatkan jamaah, wabil khusus kepada khatib pribadi, untuk senantiasa meningkatkan dan menguatkan ketakwaan kepada Allah swt.
Takwa menjadi rambu-rambu yang mengarahkan kita untuk senantiasa menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah swt.
Terlebih di era digital saat ini, di mana kita tidak lagi hidup di satu dunia, namun di dua dunia yakni dunia nyata dan dunia maya.
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat Rahimakumullah. Melalui materi khutbah Jumat kali ini, khatib mengajak kita semua untuk senantiasa bermuamalah dengan baik dalam wujud prilaku dan perkataan, baik itu di dunia maya maupun dunia nyata. Islam pun sangat memperhatikan etika berbicara dan berbuat karena menjadi bagian tidak terpisahkan dari interaksi kita dengan orang lain.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَـصمُـتْ
Artinya: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari)
Dari hadits ini kita bisa memahami bahwa pentingnya berkata baik dan diam, Rasulullah menyandingkannya dengan keimanan dan secara tidak langsung menjadi gambaran tolok ukur keimanan kita.
Dari hal ini kita diajarkan untuk senantiasa berhati-hati dalam berbicara yang dalam konteks era saat ini adalah hati-hati dalam berkomentar seperti di media sosial.
Semua yang kita katakan dan tulis di media sosial memiliki dampak konsekuensi yang baik ataupun buruk.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang sering dihadapkan pada situasi yang memerlukan pertimbangan antara berkata atau berdiam diri.
Setiap kata yang keluar dari lisan kita harus dipertimbangkan, apakah membawa manfaat atau tidak.
Jika tidak ada kebaikan yang bisa disampaikan, maka lebih baik diam. Ini bukan berarti kita tidak boleh berbicara, tetapi harus memastikan bahwa apa yang kita ucapkan itu benar, baik, tidak menyakiti orang lain, dan senantiasa mendatangkan manfaat.
Diam merupakan salah satu cara menjaga lisan dari perbuatan dosa. Kita sering mendengar bahwa lisan adalah salah satu penyebab utama manusia tergelincir ke dalam dosa.
Berapa banyak perselisihan, permusuhan, bahkan peperangan yang terjadi hanya karena kata-kata yang tidak terkendali.
Oleh karena itu, menjaga lisan adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Terbaru Singkat Padat dan Bermakna! Menyentuh Hati
Dalam Al-Qur’an, Allah swt juga menyandingkan perintah berkata yang baik dan benar dengan keimanan dan ketakwaan. Hal ini termaktub dalam surat Al-Ahzab ayat 70-71:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Dia (Allah) akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.”
Imam Baidhawi dalam Kitab Tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan قولا سديدا yaitu ucapan yang ditujukan untuk tujuan kebenaran, karena hal itu akan mendatangkan beberapa manfaat.
Perkataan baik dan benar memotivasi berbuat kebaikan sehingga selalu dalam lindungan Allah. Allah juga akan mengampuni dosa karena selalu memegang keteguhan dalam ucapan maupun perbuatan.
Rasulullah SAW juga telah mengingatkan:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللّٰهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
Artinya: "Sungguh seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang diridlai Allah, suatu kalimat yang ia tidak mempedulikannya, namun dengannya Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sungguh, seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang dibenci oleh Allah, suatu kalimat yang ia tidak meperdulikannya, namun dengannya Allah melemparkannya ke dalam neraka." (HR. Bukhari)
Hadits ini mengingatkan kita bahwa kata-kata memiliki kekuatan yang sangat besar. Sebuah kata yang baik bisa membawa berkah, sementara kata-kata yang buruk dapat membawa malapetaka.
Karena itu, kita harus senantiasa berusaha menjaga lisan dan perbuatan kita agar selalu dalam kebaikan.
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat Rahimakumullah. Terkait dengan hal ini, Imam as-Syafi’I dalam kitab al-Jawahir al-Lu`lu`iyyah fi Syarhi al-arba’in an-Nawawiyyah karangan al-Imam Muhammad bin Abdillah al-Jardany, menyebutkan bahwa ada tiga hal yang bisa menambah kecerdasan seseorang.
Pertama adalah berkumpul atau duduk bersama ulama, kedua adalah berkumpul dengan orang-orang saleh, dan ketiga adalah meninggalkan pembicaraan yang tidak berarti.
Oleh karena itu marilah kita menjaga lisan kita dan hanya digunakan untuk hal yang baik dan benar.
Jika kita tidak bisa melakukannya, maka solusi yang tepat adalah diam. Semoga Allah swt senantiasa melindungi dan menjauhkan kita dari sifat-sifat tercela yang muncul akibat banyak bicara.
وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا
Artinya: “Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
3. Khutbah Jumat Terbaru
Spirit Hijrah Menuju Kehidupan yang Lebih Baik
الْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ. أَحْمَدُهُ حَمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانَ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ أَوَّلاً بِتَقْوَى اللهِ تَعَالىَ وَطَاعَتِهِ بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةًۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًاࣖ وَالْاِحْسَانِ
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita dapat berkumpul di masjid yang mulia ini dalam keadaan sehat walafiat.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Mengawali khutbah Jumat ini, khatib menyampaikan wasiat kepada seluruh jamaah wabil khusus kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa menguatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Hal ini diwujudkan dengan sekuat hati dan tenaga untuk menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan yang telah ditentukan oleh-Nya.
Takwalah yang akan menjadi bekal paling baik dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib akan menyampaikan materi khutbah yang berjudul: Spirit Hijrah Menuju Kehidupan yang Lebih Baik.
Tema ini penting untuk disampaikan karena saat ini kita sudah masuk di bulan Muharram yang di dalamnya terdapat sejarah yang sangat penting dalam perkembangan agama Islam yakni peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Kota Makkah ke Madinah.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, ditetapkan awal tahun baru Islam dengan menggunakan kalender Hijriah.
Kalender ini dimulai dari peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW bersama para sahabat dan pengikutnya dari Makkah ke Madinah.
Penetapan ini dimaksudkan untuk menandai momen penting dalam sejarah Islam yang menjadi titik balik bagi umat Muslim.
Penetapan kalender Hijriah oleh Umar bin Khattab bukan hanya bermakna administratif, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai spiritual dan moral.
Peristiwa hijrah menjadi simbol perjuangan dan transformasi menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih adil, sesuai dengan ajaran Islam yang dianut umat Muslim di seluruh dunia.
Pun, kalender Hijriah tidak hanya menandai pergantian tahun, tetapi juga menjadi pengingat momen penting dalam sejarah Islam dan nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam peristiwa hijrah.
Hijrah menjadi inspirasi bagi umat Muslim untuk terus berjuang dan bertransformasi menuju kehidupan yang lebih baik. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Menurut Al-Wahidi dalam kitab Tafsir al-Basith, Juz 4, halaman 145, hijrah diartikan sebagai tindakan meninggalkan kaum kerabat dan tanah air untuk menuju tempat baru.
Lebih jauh lagi, hijrah bukan hanya perpindahan fisik, tetapi juga perpindahan mental dan spiritual.
Hijrah juga bisa diartikan sebagai upaya untuk meninggalkan kebiasaan lama yang buruk dan menggantinya dengan kebiasaan baru yang lebih baik.
Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan memiliki makna yang lebih dalam.
Hijrah merupakan langkah strategis dan spiritual untuk meninggalkan tanah penuh kemusyrikan dan ketidakadilan menuju tempat yang memancarkan cahaya kebenaran dan tauhid.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Selanjutnya, hijrah diibaratkan sebagai cahaya yang memadamkan kegelapan, baik kegelapan jiwa, kepercayaan, maupun masyarakat yang penuh kejahatan.
Hijrah adalah usaha untuk menjauhkan diri dari lingkungan yang diwarnai kebodohan dan kekejaman, menuju masyarakat yang berlandaskan kebenaran dan keadilan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, Q.S al-Baqarah ayat 218.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS al-Baqarah ayat 218).
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan
Allah Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Juz 1, halaman 465, menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman dengan iman yang benar, serta orang-orang yang berhijrah, yaitu mereka yang meninggalkan satu tempat atau keadaan karena ketidaksenangan dan menuju ke tempat atau keadaan lain demi meraih yang lebih baik, adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
Berhijrah dalam konteks ini bukan hanya berarti berpindah tempat secara fisik, tetapi juga meninggalkan keadaan yang tidak disukai untuk mendapatkan yang lebih baik.
Di era modern ini, makna hijrah bagi umat Muslim memiliki dimensi yang lebih luas dan mendalam.
Hijrah tidak hanya diartikan sebagai perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah.
Namun, hijrah dalam bentuk lain tetap relevan dan diperlukan hingga kini. Hijrah ini mencakup perpindahan dari segala sesuatu yang dilarang Allah menuju yang diridhai-Nya, dari maksiat kepada ketaatan, dan dari kejahatan menuju kebaikan.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Hijrah era kini lebih menekankan pada transformasi diri dan mental. Hijrah ini lebih menekankan pada perubahan mental dan spiritual, bukan berarti mengasingkan diri dari masyarakat.
Seorang Muslim tetap harus bergaul dengan orang lain namun tetap menjaga diri dari perbuatan buruk dan berusaha memperbaiki kerusakan di sekitarnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Artinya: "Seorang Muslim adalah orang yang sanggup menjamin keselamatan orang-orang Muslim lainnya dari gangguan lisan dan tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim) Dengan demikian, hijrah kekinian bukan hanya tentang perubahan pribadi, tetapi juga tentang membawa perubahan positif bagi masyarakat. Seorang Muslim yang berhijrah diharapkan dapat menjadi contoh dan teladan bagi orang lain, sehingga tercipta lingkungan yang lebih baik dan penuh dengan nilai-nilai agama.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Akhir Bulan Rabiul Awal, Penuh Makna Menyentuh Hati