Meskipun demikian, Joko menyadari bahwa menghapus pengecer dari sistem distribusi akan sangat sulit diterapkan di lapangan karena masalah distribusi gas kepada konsumen.
"Ini (pengecer) segera diakomodir. (Kalau pengecer dihapus) Akan sangat sulit di lapangan. Ini bicara distribusi, mungkin karena domisili, geografis dan yang lain," ujarnya.
Bupati yang akrab disapa Jekek ini menilai bahwa pengecer memiliki peran penting dalam mendekatkan gas ke konsumen, sehingga perlu ada regulasi yang jelas.
Ia mengusulkan agar pangkalan gas ditetapkan secara teritorial berdasarkan dusun, menggunakan sistem berbasis teknologi informasi (IT).
Dengan cara ini, distribusi gas dapat lebih terkontrol. Misalnya, jika terdapat kuota 100 tabung, maka hanya konsumen yang terdaftar dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di lingkungan tersebut yang dapat mengambil gas.
Baca Juga: Pria di Klaten Ditangkap Usai Beli Ayam dengan Uang Palsu Rp100 Ribu
Jekek menjelaskan bahwa kuota LPG di Wonogiri terbagi antara 19 agen yang kemudian didistribusikan ke 1.487 pangkalan.
Ia menekankan perlunya penataan agar distribusi tidak hanya terpusat di lokasi-lokasi yang ramai.
"Ada satu toko dari dua pangkalan dari dua agen, gimana ceritanya? Itu tinggal redistribusi saja," ungkapnya.
Dari hasil pembahasan tersebut, Bupati Joko Sutopo menekankan bahwa pengecer perlu mendapatkan regulasi yang jelas.
Pasalnya, pengecer yang menjual gas di atas HET merupakan pelanggaran, yang dapat memicu masalah dalam distribusi gas melon hingga ke masyarakat.
Dengan adanya regulasi yang tepat, diharapkan masalah harga gas melon yang melebihi HET dapat teratasi.
Penulis: Fransiska Dinda