Sonora.ID - Film Monster karya Hirokazu Kore-eda membawa penonton dalam perjalanan emosional yang mendalam, menghadirkan cerita yang kaya akan misteri dan penuh intrik tentang hubungan manusia, persepsi, dan pemahaman antar individu.
Monster, yang ditulis oleh Yuji Sakamoto, menggunakan gaya penceritaan berlapis yang mengupas cerita dari beberapa sudut pandang berbeda, membawa penonton pada perjalanan yang perlahan mengungkap kebenaran tentang para karakter, sambil mempertanyakan siapa atau apa sebenarnya “monster” dalam cerita ini.
Plot dan Struktur Cerita
Monster dimulai dengan kisah Saori Mugino, seorang ibu tunggal di Jepang yang mendapati perilaku putranya, Minato, mulai berubah drastis dan bahkan mengklaim bahwa gurunya, Mr. Hori, menyiksanya.
Momen-momen awal ini membuka pintu bagi penonton untuk menyelami konflik antara seorang ibu yang melindungi anaknya, sistem sekolah yang tampak tidak peduli, dan seorang guru yang dirundung tuduhan serius.
Seiring berjalannya waktu, film mengungkap sudut pandang dari masing-masing karakter Minato, Saori, dan Mr. Hori dalam narasi yang perlahan mengupas lapisan demi lapisan, mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.
Film ini, serupa dengan Rashomon karya Akira Kurosawa, memanfaatkan teknik pengulangan adegan dari perspektif yang berbeda, memberikan makna baru dan pemahaman lebih dalam pada setiap karakter.
Pengulangan dan perspektif ganda ini awalnya mungkin terasa melelahkan, namun perlahan, Kore-eda menunjukkan bahwa ini adalah cara bagi penonton untuk memahami dan merasakan pengalaman batin yang dialami oleh masing-masing karakter.
Baca Juga: Sinopsis 'Koma: Berhenti Sebelum Mati' Menjelajahi Alam Bawah Sadar yang Misterius
Pengalaman Menonton yang Intens dan Menghantui
Kekuatan utama Monster terletak pada caranya membangun suasana dan emosi tanpa harus mengejutkan penonton dengan plot twist besar.
Melalui sudut pandang anak kecil, ibu, dan guru, Kore-eda menggali tema tentang ketakutan, kebingungan, dan keinginan untuk diterima yang sering kali tersembunyi dalam relasi manusia. Film ini juga menyentuh berbagai isu penting, seperti toksisitas lingkungan sekolah, perasaan tidak dimengerti oleh orang dewasa, serta trauma yang dialami oleh karakter utama.
Penonton dibuat untuk terus bertanya, merasakan ketegangan yang datang perlahan namun pasti, menambah nuansa intens yang mencekam.
Bagi banyak penonton, Monster mungkin terasa “merayap” ke dalam benak mereka, meninggalkan kesan mendalam yang sulit dihapus, seakan pengalaman menonton yang sangat tenang namun begitu menggugah perasaan. Hal ini menjadi bukti betapa Kore-eda piawai dalam menciptakan ketegangan tanpa perlu terlalu “keras” atau dramatis.
Gaya Visual dan Pendekatan Subtil
Secara visual, Monster menampilkan pemandangan alam dan kota Jepang dengan sentuhan sinematik yang elegan dan sederhana, memberikan kesempatan kepada penonton untuk mengagumi detail dan atmosfer yang dibangun. Kore-eda terkenal dengan sentuhan halusnya yang menonjolkan suasana lewat komposisi gambar yang cermat dan pemilihan musik yang minimalis, namun tetap efektif dalam mengiringi setiap momen emosional yang disajikan.
Monster merupakan rekomendasi yang tepat bagi penggemar film thriller yang menyukai kisah dengan pengembangan karakter yang kompleks dan penuh intrik. Film ini berhasil menyentuh berbagai tema berat, termasuk penerimaan, kebingungan masa kecil, dan pencarian kebebasan, tanpa pernah terasa menggurui atau dramatis berlebihan. Meskipun mungkin tidak semua penonton akan dapat terhubung dengan gaya subtil Kore-eda yang “berlapis,” film ini memberikan pengalaman sinematik yang jarang dan berkesan bagi mereka yang menyukai cerita yang mengajak berpikir lebih dalam tentang makna menjadi manusia.
Skor Akhir: 8.5/10
Source : Monster (2023)
Penulis : Fahrizal Sanggah Firmansyah
Baca Juga: Sinopsis Film Musical Wicked: Kisah Dibalik Penyihir Jahat dari Barat