3. Ayah
4. Dokter
Latar cerita :
Latar cerita di rumah Parki dan rumah sakit, terjadi di pagi dan sore hari.
Jenis alur:
Alur maju yang diawali kejadian masa kini dengan konflik datar, pada bagian tengah konflik semakin menanjak, dan diakhiri klimaks serta penyelesaian pada akhir cerita.
Amanat cerita:
Segala sesuatu apabila dilakukan atau dikonsumsi secara berlebihan itu tidak baik.
Jawaban tersebut didapat penulis dari cerita pendek berjudul “Parki dan Alergi Telur” berikut ini.
Parki dan Alergi Telur Karya Maya Lestari Gf.
Ibu sangat ingin Parki tumbuh sehat dan tinggi. Untuk itu, Ibu menyuruh Parki makan telur setiap hari. “… tetapi, Bu, …,” ujar Parki, “aku bosan makan telur setiap hari.” “Ini peraturan!” kata Ibu tegas. “Kalau kamu ingin kuat, kamu harus makan makanan bergizi setiap hari.” Parki ingin membantah kalau makanan bergizi itu bukan cuma telur, masih ada tahu, tempe, kacang, dan ikan, tetapi Ibu tidak ingin mendengarkan.
Menurut Ibu, komposisi gizi dalam sebutir telur sangat sempurna. Telur memiliki kalsium yang dibutuhkan Parki agar tulangtulangnya kuat. Ibu ingin Parki tumbuh setinggi pemain-pemain basket profesional. Jadi, ia memasak telur setiap hari. Kadang telur itu direbus, kadang dibuat jadi telur mata sapi atau dijadikan telur dadar. “Ibu memasaknya jadi bermacam masakan,” kata Ibu, “supaya kamu tidak bosan.”
Akan tetapi, tetap saja itu telur! Aarggh! Parki bosan, tetapi Parki tidak ingin membantah Ibu. Jadi, ia makan saja semua hidangan telur. Kadang kalau sudah terlalu bosan, ia membawa telur ke kamarnya dan menyembunyikannya di bawah kasur. Sayangnya, Ibu selalu bisa menemukan. Entah bagaimana caranya. Suatu pagi, ketika Parki bangun tidur, ia merasa matanya berat sekali. Dikucek-kuceknya matanya. Terasa ada sesuatu di kelopaknya. Cepat ia menuju cermin. Astaga! Apakah itu? Kenapa ada bengkak di kelopak matanya?
“Ibuuu!” teriaknya. “Kenapa mataku seperti ini?”
“Ada apa?” tanya Ibu. Cepat-cepat Ibu berlari ke kamar Parki,
“Astagaaa! Parki! Ada apa dengan matamu?” teriak Ibu histeris. “Ayaaah!
Cepat kemari! Lihat mata Parki!”
Ayah yang saat itu sedang mengenakan kemeja kaget bukan main. Tidak biasanya Ibu berteriak histeris seperti itu. Cepat ia berlari ke kamar Parki. Ayah lupa kalau ia belum memakai celana panjang.
“Ada apa? Ada apa?” Ayah ikut-ikutan panik. Ia takut sekali kalau sesuatu yang gawat terjadi.
“Mata Parkiii!” teriak Ibu. “Kenapa mata Parki bisa bengkak seperti itu?”
Ayah memeriksa kelopak mata kanan Parki.
“Oh! Ini bintitan,” kata Ayah.
Ia merasa lega karena ternyata situasi tidak segawat yang ditakutkannya. Ayah beberapa kali juga pernah mengalami bintitan waktu kecil. Jadi, apa yang terjadi pada Parki tidak terlalu mengkhawatirkannya.
“Akan tetapi, ini bukan bintitan biasa!” Ibu masih histeris.