Boyolali, Sonora.ID – Peternak dan pengepul susu sapi di Boyolali kini menghadapi situasi yang kian memprihatinkan akibat adanya pembatasan suplai susu ke industri pengolahan susu (IPS).
Dampaknya pun terasa hingga ke tingkat peternak dan pengepul, seperti yang dialami oleh Sugianto, salah satu pengepul susu di Desa Sruni, Kecamatan Musuk.
Sugianto terpaksa membuang sebagian besar susu yang sudah ia beli dari para peternak karena permintaan dari IPS menurun.
Selama dua pekan terakhir, Sugianto menyatakan dirinya harus membuang sekitar 33 ton susu yang tidak dapat tersalurkan.
“Saya gak bisa kan nolak peternak, kasihan. Jadi tetap kami ambil,” ucapnya. Akibat dari kondisi ini, Sugianto mengaku mengalami kerugian yang cukup besar, hingga mencapai Rp 1,3 miliar.
Setiap harinya, ia membeli susu dari peternak dengan harga Rp 7.300 per liter. “Kalau seperti ini, ya gak kuat kami,” tambahnya, menyiratkan bahwa situasi ini berpotensi untuk mengganggu kelangsungan usaha mereka.
Kurangnya perusahaan pengolahan susu lokal di Kabupaten Boyolali menjadi salah satu alasan mengapa susu dari para peternak tidak dapat terserap sepenuhnya oleh IPS.
Hal ini diungkapkan oleh Sriyono Bonggol, salah satu peternak yang juga bertindak sebagai koordinator aksi, pada Sabtu (9/11/2024).
“Pengolahan atau UKM lokal atau pengepul, tidak ada yang bisa memproduksi susu dalam jumlah besar itu,” ujar Sriyono. Pernyataan ini mencerminkan keterbatasan kapasitas pengolahan lokal yang berkontribusi pada masalah surplus susu yang tidak terkelola.
Setiap hari, jumlah susu sisa yang tidak mampu diserap pabrik mencapai sekitar 30 ribu liter.
Sriyono menyatakan bahwa membagikan susu tersebut kepada masyarakat bukanlah solusi yang aman.
“Cukup berbahaya (bila dibagikan), karena susu yang dibuang itu sisa pengiriman kemarin,” terangnya.
Proses penyimpanan yang tidak sesuai standar menjadi faktor yang meningkatkan risiko kualitas susu menurun.
“Jadi harus menggunakan cooler, agar (kualitas) susu tidak rusak. Kalau hanya pakai jeriken, dalam perjalanan bisa rusak (kualitas susu),” tambahnya.
Menurut Sriyono, meskipun terdapat opsi untuk menyimpan susu, hal tersebut tidak dapat diimplementasikan karena keterbatasan kapasitas penyimpanan yang dimiliki oleh pengepul.
“Tidak memungkinkan (disimpan), karena kapasitas penyimpanan setiap pengepul terbatas,” paparnya. Di samping itu, kebutuhan pengambilan susu dari peternak secara rutin juga menambah beban pada pengepul.
“Padahal, setiap hari harus ngambil susu dari peternak,” tambahnya.
Krisis yang dialami para peternak dan pengepul susu di Boyolali ini menggambarkan pentingnya keberadaan fasilitas pengolahan susu lokal yang memadai untuk menampung produksi yang terus berjalan.
Penulis: Nasywa Nur Fauziah
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Pasar Karanggede Terbakar, Pemkab Boyolali Siapkan Pasar Darurat