Bahkan defisit transaksi berjalan juga akan dipengaruhi oleh impor yang besar dalam bidang energi, terutama untuk minyak dan gas, dan juga barang-barang modal dan bahan baku.
Tak hanya itu, volatilitas rupiah dan pertumbuhan ekonomi juga menjadi hal yang terpengaruh.
“Oleh sebab itu, ke depan kita memiliki agenda besar yaitu meningkatkan ekspor dan produk substitusi impor. Dua hal ini yang menjadi agenda yang berkaitan ekspor dan impor,” pungkasnya.
Transformasi ekonomi juga akan dilakukan pemerintah dengan terus menggenjot peningkatan ekspor dan subtitusi impor melalui hilirisasi industri dari sumber daya alam (SDA).
Baca Juga: Jokowi Bertolak ke Solo, Sambut Kelahiran Adik dari Jan Ethes?
Presiden juga tidak menyetujui jika Indonesia terus-terusan mengekspor dalam bentuk mentah atau bahan baku.
“Misalnya, nikel. Sudah, setop, kita harus pindahkan ke barang-barang setengah jadi atau bahan jadi. Karena hilirisasi dari nikel ini akan menjadi produk-produk yang memiliki nilai tambah yang besar apabila kita ekspor dalam bentuk setengah jadi atau barang jadi. Target kita barang jadi. Kemudian kita ingin dalam waktu kira-kira 2-3 tahun, turunan dari nikel ini bisa lari ke yang namanya lithium baterai,” ujarnya.
Baca Juga: Ahok Digadang-gadang Jadi Pimpinan BUMN, Jokowi: Masih Proses Seleksi