Jelang Tahapan Krusial, KPU Jatim Sosialisasi Protokol Covid-19

19 September 2020 07:35 WIB
Komisioner KPU Jatim saat sosialisasi daring via Zoom, Jumat (18/09/2020).
Komisioner KPU Jatim saat sosialisasi daring via Zoom, Jumat (18/09/2020). ( Sonora.ID/Budi Santoso)

Surabaya, Sonora.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan webinar secara daring bersama 19 KPU kabupaten/kota dan perwakilan partai politik (parpol) yang akan melangsungkan pemilihan kepada daerah.

Kegiatan ini mengambil tema "Sosialisasi Penerapan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Pada Tahapan Pemilihan Serentak Lanjutan Tahun 2020 di Jawa Timur" melalui Zoom, Jumat (18/09/2020).

Ketua KPU Provinsi Jawa Timur, Choirul Anam mengatakan, melalui kegiatan daring ini sekaligus untuk sosialisasi peraturan KPU Nomer 10 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah lanjutan dalam kondisi bencana non alam Covid-19 sebagai perubahan dari PKPU nomer 6 Tahun 2020.

Baca Juga: Intensif Siang Malam, Pemkot Surabaya Lakukan Razia Protokol Kesehatan

Selain itu dikatakan bahwa mulai bulan ini juga telah memasuki tahapan penting atau tahapan krusial pasca pendaftaran bakal pasangan calon hingga tahapan selanjutnya.

"Cukup penting kami mengadakan kegiatan hari ini menjelang tahapan-tahapan krusial yang tentu akan mengundang banyak massa dan potensi kerumunan. Bahwa memang dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah prinsip kesehatan dan keselamatan ini menjadi salah satu faktor yang utama. Tidak hanya untuk penyelenggara pemilu tapi juga untuk peserta pemilu maupun juga pemilih. Regulasi-regulasi terkait protokol kesehatan," kata Anam saat membuka webinar.

Ia mengatakan, dalam undang-undang pemilihan tahun 2020, metode kampanye seperti pertemuan akbar dan rapat umum masih diatur dan belum dilarang.

"Maka yang diatur oleh KPU melalui peraturan KPU nomer 10 adalah bagaimana memberikan batasan-batasan. Misalkan melalui pembatasan jumlah penonton atau pengunjung. Misalnya 100 orang harus dengan protokol Covid dan rekomendasi dari tim gugus tugas atau satgas Covid masing-masing daerah, surat tanda terima pemberitahuan dari kepolisian dan sebagainya," ujarnya.

Anam menambahkan bahwa KPU tidak mungkin untuk melarang sesuatu yang memang tidak dilarang di undang-undang. Namun pihaknya hanya bisa membatasi, seperti pertemuan terbatas boleh maksimal 50 orang. Pertemuan terbuka atau rapat umum boleh maksimal 100 orang.

Lebih lanjut disampaikan, pembatasan seperti itulah yang bisa dilaksanakan. Tidak dilarang tapi melakukan pembatasan. Ia mengatakan KPU juga mendorong peserta pemilu agar mampu beradaptasi dengan kondisi pandemi. Artinya, harus ada inovasi baru untuk merebut hati masyarakat.

Baca Juga: Jalani Test Swab, Ketua KPU Arief Budiman Terkonfirmasi Positif Covid-19

Narasumber webinar selanjutanya adalah komisioner KPU dari Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) KPU Jatim, Gogot Cahyo Baskoro.

Ia mengatakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun ini diikuti oleh 19 kabupaten/kota.

"Di 16 kabupaten dan 3 kota di Jatim. Mulai Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Kota Pasuruan, Sumenep, Jember, Malang, Blitar, Kota Blitar, Kediri, Trenggalek, Pacitan, Ponorogo dan Ngawi," kata Gogot.

Ia mengingatkan bahwa saat ini sudah masuk pada tahapan paska pendaftaran paslon. Selanjutnya mulai 23 September dilaksanakan pleno penetapan paslon hingga pengundian nomer urut. "Kampanye 71 hari, mulai 26 September hingga 5 Desember dan pemungutan suara pada 9 Desember," lanjutnya.

Hingga saat ini menurut Gogot, ada 39 bakal paslon yang mendaftar dari jalur parpol dan tiga dari jalur perseorangan.

"Prinsip pelaksanaan pemilihan lanjutan ini adalah penerapan protokol kesehatan. Ditengah belum adanya tren penurunan pandemi Covid-19. Pertama kali melaksanakan pemilihan serentak di era pandemi," ungkapnya.

Namun demikian dikatakan bahwa target parmas bisa mencapai 77,5 persen. Meskipun hasil evaluasi tren rata-rata parmas di Jatim masih fluktuatif. Sehingga tetap dilakukan sosialisasi langsung dan tak langsung.

Kegiatan sosialisasi secara daring ini juga menghadirkan Ketua Bawaslu Jawa Timur
Moh. Amin yang turut menyampaikan beberapa materi. Amin mengatakan, pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan saat ini berada dalam kondisi Covid-19.

Baca Juga: Sasar Surabaya, Ratusan Warga Ditangkap Tim Pemburu Pelanggar Protkes Covid-19

"Pilkada dalam kondisi sosial yang tidak sehat. Semua tahapan pelaksanaan pemilihan harus mematuhi protokol kesehatan," kata Amin.

Lebih lanjut ia juga memberikan perhatian dalam hal teknis pengawasan, penindakan pelanggaran hingga penyelesaian sengketa. Namun demikia, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Komitmen protokol Covid-19 yang harus dipatuhi pada berbagai tahapan pilkada.

"Pada tahapan fervak, coklit, telah berhasil dilewati. Bahkan pada tahapan pendaftaran bakal paslon," imbuhnya.

Amin menjelaskan, walaupun ada berbagai temuan dan laporan terkait munculnya kluster baru Covid-19 saat dua proses tahapan pilkada berlangsung, namun untuk Jatim hingga saat ini belum ada yang berasal dari tahapan pilkada.

"Bukan dari dampak proses tahapan. Termasuk melaksanakan rapid tes pada petugas penyelengara KPU dan Bawaslu," ujar Amin.

Namun demikian, perhatiannya justru pada pengamatan tentang kerawanan pelanggaran protokol kesehatan. Seperti saat perjalanan para paslon ke kantor KPU.

"Itu diluar kendali kita. Ditengah proses perjalanan dari posko menuju KPU, dari start tempat berangkatnya calon menuju KPU tempat pendaftaran. Hampir seluruh paslon dinyatakan atau diduga melanggar terhadap aturan Covid-19. seperti kurang maksimalnya penggunaan masker, kurang mengurangi kontak antar sesama dan jaga jarak," imbuhnya.

Perlu komitmen protokol Covid-19 lanjutnmya, yang harus dilakukan agar pilkada ini sukses di tengah pandemi oleh pemegang otoritas dan pemberi keputusan. Seperti menyiapkan kerangka hukum, terutama saat setelah proses pemberian sanksi atau hukuman kepada pelanggar yang tidak taat protokol kesehatan.

"Kita akui belum kita temukan aturan teknis yang harus kita ikuti dan yang harus kita ambil jalan keluar untuk memberikan daya jera kepada semua pihak agar tidak melakukan pelanggaran. Di aturan elektoral, seperti pelanggran kampanye, larangan konvoi, secara normal sudah kita punya, termasuk sanksi-sanksinya," urai Amin.

Namun lanjutnya, hal tersebut hanya terkait dengan pelanggaran terhadap protokol Covid-19. Hnya pada pemberikan teguran, dan bila teguran tak diindahkan maka KPU dan Bawaslu melakukan koordinasi untuk memberiakn sanksi.

"Sanksi yang sesuai dengan aturan, sanksi yang sesuai dengan hukum, termasuk pelanggaran apabila ada para pihak baik itu penyelenggara, peserta, masyarakat yang terlibat dalam setiap tahapan melakukan pelanggran, belum ada," ungkapnya.

Selanjutnya ia mengatakan, apabila ada pelanggaran terhadap ketaaatan protokol Covid-19, itu temasuk pelanggaran pemilihan atau tidak.

"Kalau iya, termasuk pada delik pelanggaran yang mana," lanjutnya. Dijelaskan, bahwa posisi pelanggaran protokol kesehatan dalam delik pemilu bisa pada posisi pelanggaran administrasi. Hal ini karena aturan protokol Covid sudah terlanjur diatur di PKPU.

"Bisa juga pada tindak pidana pemilihan, bisa juga pada pelanggaran perundangan lain," imbuhnya. Pelanggaran administrasi meliputi tata cara prosedur, termasuk bagaimana melaksanakan tahapan di masa pandemi.

"Pelanggaran kesehatan protokol covid ini belum lengkap. Termasuk sanksi dan semacamnya. Ini yang membikin kita ragu, apakah pelanggran covid ini harus kita tangani pakai pelanggaran admntrsi," ujarnya.

Amin juga mengatakan, Bawaslu tidak memiliki kewenangan eksekutorial terhadap pelanggaran yang melanggar terhadap hukum atau peratutan lainnya. Seperti pelanggaran netralitas ASN, pelanggaran terhadap pemasangan APK di tempat yang dilarang oleh perda atau perwali.

"Kita tidak dapat mengeksekusi, tapi memberikan rekomendasi untuk diputuskan apakah ini melanggar atau tidak," tegasnya.

Sementar itu ia juga mencontohkan seperti aturan tentang wabah dan karantina yang masuk kriteria pidana hukum lainnya. Hal ini karena delik pidana hanya diatur oleh undang undang.

"Perintah hasil rapat dengar pendapat Komisi II kepada Bawaslu dan KPU untuk segera merumuskan susunan sanksi konkret terhadap para pelanggar protokol kesehatan harus segera diselesaikan. Agar proses pengawasan dan penanganan pelanggaran protokol covid bisa kita laksanakan bersama," pungkasnya.

EditorKumairoh
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm