Jambi, Sonora.ID – Penggusuran lahan kebun petani seluas 200 hektar di Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tembo, Kota Jambi yang dilakukan oleh PT Wira Sakti (WKS) mendapat perlawanan dari puluhan ibu-ibu.
Penggusuran ini menggunakan alat berat dan dikawal oleh tim keamanan perusahaan itu sendiri. Perlawanan dilakukan oleh sekitar 45 orang perempuan.
"PT WKS melakukan penggusuran pondok dan kebun milik petani. Sempat mendapat perlawanan dari 45 emak-emak," kata Frans Dodi, Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi melalui pesan singkat, Minggu (27/9/2020) dilansir dari Kompas.com.
Baca Juga: Ridwan Kamil Jelaskan Kronologi Penertiban Tamansari, 90 Persen Setuju
Menurutnya, perusahaan sudah memiliki sertifikat tanah rakyat pemberian dari Presiden Joko Widodo.
Konflik sejak tahun 2007
Sedangkan konflik antara PT WKS dan para petani ini diketahui sudah terjadi sejak belasan tahun yang lalu.
Dimana pada tahun 2007 silam, konflik diantara kedua belah pihak ini memakan korban jiwa, yakni petani bernama Sukamto.
Dodi mengatakan, saat itu pak Sukamto berusaha menghadang alat berat yang digunakan oleh PT WKS. Kemudian ia tiba-tiba terkena serangan penyakit jantung.
"Pak Sukamto waktu itu mau menghadang alat berat PT WKS. Seketika meninggal dunia, karena serangan penyakit jantung," kata Dodi.
Baca Juga: Satpol PP Dinilai Melanggar HAM, Viral Gerakan ‘Tamansari Melawan’
Penggusuran terkini dilaksanakan pada 13 September 2020 dimana para petani sedang bercocok tanam. Kemudian alat berat perusahaan datang.
Pihak PT WKS sempat menawarkan pola kemitraan dengan Nyai Jusma, namun ditolak.
Kesepakatan dilanggar pihak perusahaan
Menurut Dodi, sempat terjadi perdebatan dan intimidasi dari perusahaan yang mengakibatkan diadakannya perundingan antara PT WKS di Sekretariat KPA Jambi.
Perundingan tersebut diharapkan bisa menemukan jalan keluar dari tindakan penggusuran yang dilakukan oleh perusahan di lahan petani Dusun Tanjung Pauh dan Sungai Landai, Desa Lubuk Mandarsah.
"Sebagian lahan milik petani Dusun Tanjung Pauh yang digusur itu sudah mengantongi sertifikat hak milik," kata Dodi.
Baca Juga: Lokasi Penggusuran Sunter Agung Akan Ditanami Tabebuya Kuning
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputuasan, diantaranya, terhitung 20 September, penggusuran lahan petani itu harus dihentikan, PT WKS tidak melakukan upaya intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani.
Lanjut Dodi, pada tanggal 26 September, perusahaan melanggar kesepakatan karena menjalankan alat berat dan tetap menggusur lahan petani.
Aksi ibu-ibu petani membuka baju
Akibatnya, puluhan petani wanita melakukan perlawanan untuk menghentikan perusahaan namun perlawanan tak dihiraukan oleh perusahaan.
Bahkan, Nyai Jusma terkapar dan pingsan di lokasi tersebut.
Baca Juga: Tanggapan Walikota Terkait Korban Penggusuran yang Dukung Anies
Kemudian harinya, puluhan ibu-ibu kembali melakukan perlawanan ke lokasi yang dijaga oleh aparat keamanan.
Mereka melakukan aksi melepas baju dan hanya mengenakan pakaian dalam, dan berharap alat berat tersebut berhenti meratakan kebun para petani.
"Aksi emak-emak itu sia-sia. Perusahaan tidak peduli dan tetap bekerja," kata Dodi.
Penjelasan PT WKS
Sementara itu, Kepala Departemen Social Security PT WKS Faisal Fuad membantah pihaknya telah melakukan penggusuran.
Menurut Faisal, lahan yang diduduki petani adalah areal kerja PT WKS, tepatnya di distrik VIII yang pada 2018 lalu telah selesai dipanen.
"Kita sekarang sedang ada kegiatan persiapan tanam," kata Faisal.
Faisal mengatakan, lahan petani yang sedang diadvokasi oleh kelompok STT dan KPA Jambi memang berada di dalam kawasan hutan negara, yang izin pengelolaannya masih dimiliki PT WKS.
Baca Juga: Korban Penggusuran Sunter: Katanya Tidak Digusur Kalau Jadi Gubernur?
"Tapi dalam perkembangannya diajukan oleh kelompok tani Sungai Landai Bersatu (SLB) untuk program perhutanan sosial," kata Faisal.
Faisal membantah klaim dari kelompok petani STT yang memiliki sertifikat hak milik (SHM) dalam areal WKS.
"Fotokopi SHM dan lokasinya sudah kami cek dan konsultasikan dengan BPN Jambi. Hasilnya berada jauh di luar izin WKS," kata Faisal.
Dengan demikian, SHM yang dimaksud memang bukan kawasan hutan dan tidak berada dalam wilayah operasional WKS.