“Ada beberapa kabupaten/kota yang dilakukan perhatian khusus, karena ini riskan. Maka itu, penerapan protokol kesehatan harus sangat ketat diberlakukan, termasuk pelibatan puskesmas,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Politik Keamanan Universitas Padjadjaran, Profesor Muradi, mengatakan bahwa pada pilkada Jabar kali ini, partisipasi warga saat pemilihan mendatang berada di kisaran 60-80 persen.
Namun, khusus Kota Depok berbeda, karena akses informasi yang cukup kuat bisa memengaruhi masyarakat untuk datang memberikan hak suara mereka. Terlebih, pandemi Covid-19 belum berlalu dari Tanah Air.
Baca Juga: PDI Perjuangan Serahkan B1-KWK pada Delapan Paslon Pilkada Jabar
“Kalau Depok, karena akses medianya kuat, sehingga orang yang mendengar informasi menjadi khawatir, dan membuat belum datang ke TPS. Menurut saya, partisipasi di Depok akan dibawah 50 persen,” papar Prof. Muradi.
Terkait daerah rawan konflik, Prof. Muradi mengatakan, di Jabar daerah yang rawan terjadi konflik saat pilkada nanti adalah Pangandaran dan Indramayu. Namun bukan karena politik identitas, melainkan praktik perjudian yang berlangsung di wilayah tersebut.
Dari temuan Kesbangpol Jabar terjadi fenomena praktik perjudian Pilkada Serentak 2020 di Kabupaten Pangandaran, ada beberapa unsur masyarakat di luar Pangandaran ketika menjelang pemilihan sengaja datang untuk melakukan perjudian.
Baca Juga: Tingkatkan Ketahanan Pangan, Jabar Akan Gelar West Java Food Agriculture Summit (WJFAS) 2020