Surabaya, Sonora.ID – Di penghujung 2020, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa membuat gebrakan baru. Kali ini, dalam rangka memulihkan kembali dan memperbaiki lahan yang terdegradasi dan terdeforestasi di wilayah hutan dan lahan, Pemprov Jatim melakukan kegiatan mitigasi struktural.
Kegiatan tersebut berupa reboisasi dengan cara menabur benih atau biji tanaman di gunung dan lahan gundul yang areanya terjal melalui helikopter/pesawat (aeroseeding). Kegiatan ini dilakukan atas sinergi BPBD Jawa Timur, Danlanud Abdurrahman Shaleh dan Kadivre Perhutani Jawa Timur.
"Aeroseeding menjadi metode paling tepat dalam melakukan revegetasi lingkungan, khususnya di daerah yang sulit untuk dijangkau jalur darat, misalnya seperti di daerah pegunungan. Kemudian, aeroseeding juga menghemat tenaga dan waktu. Dengan aeroseeding wilayah hutan atau lahan bisa berfungsi kembali sebagai penyaring dan penyerap air kedalam tanah, serta untuk menghambat derasnya laju aliran air permukaan," kata Khofifah di Lanud Abd. Saleh, Kab. Malang, Rabu (16/12/2020).
Baca Juga: UK Petra Surabaya Kembali Raih Anugerah Kampus Unggulan
Gubernur bersama Danlanud Abdurrahman Saleh Malang Marsma (TNI) Wayan Superman berkesempatan menebarkan bibit tanaman secara langsung sebanyak 3,5 ton di sekitar Gunung Arjuno, Gunung Wilis dan Gunung Kawi.
Jenis Benih yang disebar antara lain, sengon (Buto, Tekik), asem, wadang, trengguli, suren, trembesi klerek, saga, indigofera, jati, mahoni, spathodea, akasia, sirsak, maton, jambu, kelengkeng, nangka, vetiver, lamtoro dan maesopsis
Khofifah menjelaskan, jika tidak dilakukan revegetasi, potensi bencana alam akan semakin tinggi, utamanya memasuki musim hidrometeorologi.
Baca Juga: Antisipasi Peningkatan Debit Air, Wali Kota Risma Tinjau Tanggul Kali Lamong
Potensi bencana alam seperti longsor dan banjir bandang tidak bisa dihindari. Hal tersebut akibat tidak adanya ketahanan tanah dalam mengikat akar, karena akar sudah rapuh dan mudah terjadi longsor.
"Oleh sebab itu, revegetasi harus terus dilakukan. Hari ini adalah wujud adanya sinergi antara Pemprov Jatim, Lanud Abd. Saleh dan Perhutani dalam mengembalikan revegetasi lingkungan yang rusak," lanjutnya.
Revegetasi melalui aeroseeding ini, sebut Khofifah, akan dirasakan manfaatnya beberapa tahun kedepan. Benih yang disebarkan, akan tumbuh besar dan menjadi pondasi kuat untuk meminimalisir terjadi longsor dan banjir saat terjadi hujan.
"Apabila bencana semacam itu tidak ditanggulangi, maka berdampak pada munculnya kemiskinan. Dengan adanya kegiatan ini, secara tidak langsung kita menjadi bagian dalam menanamkan kesejahteraan masyarakat di kemudian hari melalui format aeroseeding," terangnya.
Gubernur menambahkan, aeroseeding sendiri sangat tepat dilakukan saat musim penghujan. Dengan begitu akan meningkatkan persentase benih yang tumbuh. Pihaknya akan terus berupaya untuk bisa menyebarkan benih tanaman secara aeroseeding untuk daerah yang gundul tetapi sulit dijangkau dan dilaksanakan di masa musim hujan.
"Menurut data BMKG, intensitas hujan yang tinggi sampai bulan Februari bahkan bisa terjadi sampai Bulan April 2021. Oleh sebab itu, harus ada mitigasi dan kepastian titik koordinat dengan presisi tinggi, agar benih tanaman bisa disebarkan di area yang tepat," tambahnya.
Baca Juga: Jelang Libur Nataru, Wali Kota Surabaya Keluarkan Dua SE Antisipasi Covid-19
Khofifah menambahkan, dirinya mengaku bersyukur dengan kondisi alam di Jatim. Dimana alamnya cocok ditanami tanaman jenis apapun. Oleh sebab itu, kondisi alam yang seperti ini harus dijaga dengan baik, salah satunya melalui revegetasi, jangan melakukan penebangan liar dan gerakan menanam.
"Benih - benih tersebut di kemudian hari bisa menjadi penyelamat saat terjadi intensitas hujan yang tinggi untuk menghindari banjir bandang atau tanah longsor," urainya.
Selain penyebaran benih dengan metode aeroseeding, rehabilitasi hutan juga diselenggarakan melalui beberapa kegiatan. Seperti reboisasi, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif pada lahan kritis dan tidak produktif.
Baca Juga: Disiplin Warga Turun, Pemkot Surabaya Imbau Warga Efektifkan Kembali Satgas Mandiri Covid-19
Untuk mewujudkan upaya tersebut, Gubernur Jawa Timur melalui suratnya Nomor 360/098/208.2/2020 Tanggal 20 Januari 2020 meminta kepada semua pihak untuk menyumbangkan benih/biji kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui BPBD Provinsi Jawa Timur.
Reboisasi hutan semacam ini, tutur Khofifah, akan terus dilakukan. Alasannya, karena Jatim memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia.
"Bencana seperti itu bisa menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis," jelasnya.
Bencana juga menjadi faktor penghambat pembangunan. Oleh karena itu, pemantauan kondisi alam dan aktivitas terhadap potensi bencana di daerah yang memiliki risiko tinggi perlu dilakukan secara terus-menerus.
Menurut data Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, luas kawasan hutan Provinsi Jawa Timur tahun 2017 seluas 1,354.296,05 Ha. Sementara luas lahan kritis di dalam kawasan konservasi seluas 8.776,45 Ha.
Kawasan Konservasi ini berada di Balai Taman Nasional (BTN) Baluran, Semeru Betiri, Bromo Tengger Semeru, Alas Purwo, Tahura R. Soerjo dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur.
Baca Juga: Resmikan Tahura, Risma Harap Jadi Alternatif Wisata & Perekonomian Warga
Dengan adanya Gerakan Nasional Pengurangan Risiko Bencana, maka upaya tersebut memberikan penekanan pada penyelamatan dan pelestarian lingkungan, sebagaimana imbauan yang disampaikan Gubernur Jawa Timur pada 24 Desember 2019 lalu bahwa akan dilakukan rehabilitasi hutan di wilayah Jawa Timur. Tujuannya yakni untuk memulihkan, mempertahankan serta meningkatkan fungsi hutan.
"Sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga," jelasnya.
Setelah mengetahui risiko bencana di suatu wilayah, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan tata kelola upaya penanggulangan bencana yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma upaya penanggulangan bencana di tingkat global.
Baca Juga: Musyawarah Kota PMI Surabaya, Pemkot Siapkan Unit Transfusi Darah Cadangan
Yaitu dari upaya responsif yang berfokus pada saat terjadinya bencana ke upaya preventif yang lebih menitikberatkan pada upaya sebelum kejadian bencana dan pengelolaan risiko bencana.